Pemerintah Pusat Harus Hadir Atasi Intoleransi di Daerah

SETARA Institute meminta pemerintah turun tangan menyelesaiakan terhadap berbagai persoalan intoleransi di sejumlah daerah di Indonesia.
(Foto: Facebook/Setara Institute).

Jakarta - SETARA Institute menyampaikan kegelisahannya terhadap berbagai persoalan intoleransi di sejumlah daerah di Indonesia. Oleh karena itu, perlu turun tangan pemrintah pusat untuk meredam gejolak yang kerap terjadi tersebut.

"Jelang setahun pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin, berbagai pelanggaran KBB (kebebasan beragama/berkeyakinan) dan ekspresi intoleransi menunjukkan peningkatan intensitas. Paling tidak, terdapat beberapa peristiwa menonjol yang menyita perhatian publik dalam sebulan terakhir," kata Direktur Eksekutif Setara Institute, Ismail Hasani melalui keterangan tertulisnya, Rabu, 30 September 2020.

SETARA Institute menuntut pemerintah untuk hadir menjamin dan melindungi hak konstitusional minoritas.

Baca juga: Mahfud MD: Intoleransi di Indonesia Turun 80 Persen

Ismail Hasani menyampaikan setidaknya terdapat empat kali kejadian kerusuhan yang terjadi dalam kurun tahun 2020 ini.

  1. 1 September 2020, terjadi pelarangan pembangunan fasilitas rumah dinas pendeta di Gereja Kristen Protestan Pakpak Dairi (GKPPD) Kecamatan Napagaluh, Kabupaten Aceh Singkil.
  2. 13 September 2020, terjadi gangguan sekelompok orang intoleran atas ibadah terhadap jemaat HKBP KSB di Kabupaten Bekasi.
  3. 20 September 2020, terjadi penolakan ibadah dilakukan oleh sekelompok warga Graha Prima Kecamatan Jonggol Kabupaten Bogor terhadap jemaat dari Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI).
  4. 21 September 2020, terjadi pelarangan ibadah bagi umat Kristen di Desa Ngastemi, Kecamatan Bangsal, Kabupaten Mojokerto.

Dari deretan kejadian diatas, menurut Ismail Hasani ada kecenderungan peningkatan ekspresi intoleransi dan diskriminasi terhadap kelompok-kelompok agama minoritas. Sepanjang tahun 2019, kata dia, terjadi 200 peristiwa pelanggaran KBB. 

"Pertama, SETARA Institute mengutuk setiap tindakan yang menghalang-halangi penikmatan hak konstitusional setiap warga untuk beragama dan beribadah," ujarnya.

Ismail Hasani mengatakan tindakan tersebut tidak dapat dibenarkan dan nyata-nyata melanggar hak konstitusional atas KBB yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, khususnya Pasal 28E Ayat (1) dan (2) serta Pasal 29 Ayat (2) UUD NRI 1945.

"Kedua, SETARA Institute menuntut pemerintah untuk hadir menjamin dan melindungi hak konstitusional minoritas. Dalam catatan SETARA Institute sejak 2007, salah satu persoalan terbesar intoleransi dan pelanggaran KBB di Indonesia terletak pada level negara," tuturnya.

Baca juga: William PSI: Giring Ganesha Antikorupsi Antiintoleransi

Menurut dia, pemerintah selama ini lebih sering absen ketika kelompok minoritas diintimidasi, direstriksi, didiskriminasi, bahkan dipersekusi. Kalau pun hadir, lanjutnya, aparat pemerintah, termasuk aparat keamanan, cenderung berpihak pada kepentingan pelaku intoleransi dan pelanggaran yang mengatasnamakan mayoritas. 

"Minoritas kerapkali dikorbankan dan dipaksa mengalah atas nama harmoni dan kerukunan," katanya.

Ketiga, SETARA Institute mendesak Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, untuk mengambil tindakan yang memadai untuk menangani persoalan. Menteri Tito mesti mengambil kebijakan yang progresif, sesuai dengan otoritas legal dan demokratik yang tersedia, untuk menjamin tata kelola pemerintahan daerah yang inklusif dan toleran dalam kebinekaan. 

Untuk menjadi catatan Mendagri, dalam periode pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo, pemerintah daerah merupakan aktor negara yang paling banyak menjadi pelaku pelanggaran KBB, dengan 157 tindakan, baik dalam bentuk tindakan langsung (violation by commission), peraturan intoleran dan diskriminatif (violation by rule), maupun pembiaran (violation by omission). 

Pemerintah pusat tidak boleh diam, melainkan harus hadir menangani penjalaran intoleransi yang secara terus-menerus terjadi di daerah. []

Berita terkait
Ulama NU Solo Raya Kecam Intoleransi di Pasar Kliwon
Pengurus PCNU dan ulama se-Solo Raya mengecam aksi intoleransi terhadap acara doa midodareni Habib Umar Assegaf di Pasar Kliwon.
Tolak Gereja di Semarang, Warga: Bukan Intoleransi
Warga Tlogosari Kulon tidak sepakat penolakan pembangunan gereja sebagai bentuk intoleransi. Lantas apa yang disoal?
Sultan Minta Polda DIY Fokus Antisipasi Intoleransi
Sultan menyadari Yogyakarta yang kompleks punya potensi koflik beda agama. Untuk itu Sultan minta kepolisian fokus mengantisipasi intoleransi.
0
Sejarah Ulang Tahun Jakarta yang Diperingati Setiap 22 Juni
Dalam sejarah Hari Ulang Tahun Jakarta 2022 jatuh pada Rabu, 22 Juni 2022. Tahun ini, Jakarta berusia 495 tahun. Simak sejarah singkatnya.