Pemerintah Lamban Tarik Buku Sebut NU Ormas Radikal

Ketua PCNU Surabaya Muhibbin Zuhri mengaku polemik buku pelajaran yang memuat NU radikal ini sudah terjadi pada Februari 2019 lalu.
Ketua PCNU Surabaya, Muhibbin Zuhri. (Foto: Dokumen/Tagar/Ihwan Fajar)

Surabaya - Pengurus Cabang Nadlatul Ulama (PCNU) Surabaya menganggap Pemerintah lamban untuk menarik semua buku pelajaran yang memuat NU sebagai organisasi masyarakat (ormas) radikal dalam melawan penjajah Belanda.

Ketua PCNU Surabaya, Muhibbin Zuhri mengaku sebenarnya polemik buku pelajaran yang memuat NU radikal ini sudah terjadi setahun lalu, tepatnya February 2019. Polemik buku kontroversi ini berakhir ketika era Menteri Pendidikan Nasional, Muhajir Effendi untuk mencabut, sekaligus merevisi buku itu.

"Namun hingga saat ini pencabutan dan komitmen untuk merevisi tidak terlaksana efektif," ungkap Muhibbin, dikonfirmasi Tagar melalui telepon, Selasa 11 Februari 2020.

Menurutnya, dengan tidak ditariknya buku pelajaran itu membuat peredarannya masih terjadi di masyarakat dan lembaga pendidikan. PCNU Surabaya berharap agar buku yang dikeluarkan oleh Pusat Kurikulum dan Perbukuan (Puskurbuk) Kemendiknas secepat-cepatnya dicabut dan direvisi.

Namun hingga saat ini pencabutan dan komitmen untuk merevisi tidak terlaksana efektif.

"Buku yang menyebut NU sebagai organisasi radikal bersama PKI, PNI, dan PI itu masih beredar di masyarakat. Di lembaga pendidikan kita. Kita berharap dituntaskan pencabutannya sekaligus merevisi secepatnya- cepatnya," ucapnya.

Muhibbin mengapresiasi respon Dinas Pendidikan (Disdik) Surabaya untuk merobek halaman yang berisi narasi NU sebagai ormas radikal. Disdik Surabaya tak tanggung- tanggung langsung menginstruksikan penyobekan secara massal mulai Jumat-Senin kemarin.

Dosen Universitas Islam Negeri Sunan Ampel itu menjelaskan, pemilihan kalimat radikal dalam buku pelajaran tersebut salah besar karena memiliki konotasi negatif. Penggunaan kalimat radikal saat ini sudah populer di masyarakat dan selalu diartikan tindakan negatif.

"Namanya kajian semantik dari sebuah data. Tapi kalau dikaitkan dengan konteks penggunaan kata itu yang menimbulkan penekanan kata tertentu dalam dinamika sosial, maka penggunaan kata radikal dalam buku itu jelas salah," jelasnya.

Muhibbin menegaskan, penulisan yang bener adalah organisasi non kooperatif seperti buku sejarah tempo dulu. PCNU Surabaya mempertanyakan perubahan pemilihan kata menjadi radikal untuk buku pelajaran kurikulum sekarang.

"Yang benar adalah penggunaan kalimat yang bener bahwa NU, PNI, PKI, PI adalah organisasi non kooperatif, itu yang betul. Bukan organisasi radikal. Tapi organisasi non kooperatif. Dulu sudah bener kenapa sekarang dinamai organisasi radikal," paparnya.

Untuk diketahui, beredar buki pelajaran yang memuat bahwa NU, PKI, PI, dan PNI sebagai organisasi radikal dalam melawan penjajah. []

Berita terkait
Polda Jatim Kesulitan Periksa Anak Kiai di Jombang
Polda Jawa Timur mengaku kesulitan memeriksa anak Kiai di Jombang dalam kasus dugaan tindak asusila terhadap santri karena dihalangi warga.
Bocah di Malang Hilang Diduga Hanyut di Sungai Bodo
Tim SAR gabungan Kabupaten Malang masih melakukan pencarian bocah 3,5 tahun yang hanyut di Sungai Bodo, Kabupaten Malang.
8,15 Kg Sabu Asal Malaysia Dimusnahkan BNNP Jatim
Kepala BNNP Jatim, Brigjen Pol Bambang Priyambada mengatakan sabu ini didapat dari penangkapan dua tersangka ZA dan IP tanggal 28 Desember 2019.