Medan - Membiarkan kehancuran Danau Toba melalui Keramba Jaring Apung (KJA) dan memenjarakan aktivis Sebastian Hutabarat, adalah pelanggaran serius di era Presiden Jokowi dan Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan berkuasa.
Ketua Bidang Hukum Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT) Sandi Eben Ezer Situngkir, dalam keterangan tertulisnya mengatakan, Sebastian Hutabarat dihukum semat-mata karena judicial by crime, yakni kejahatan yang dilakukan negara melalui peradilan.
"Jangan katakan Sebastian Hutabarat dihukum karena putusan pengadilan. Itu semata-mata judicial by crime, kejahatan yang dilakukan negara melalui peradilan. Jangan katakan PT Aquafarm dan PT Suri Tani memiliki izin dari pemerintah, itu juga sama melakukan pembiaran. Negara melakukan pelanggaran baik karena tindakan langsung, melakukan pembiaran, serta melakukan kejahatan melalui peradilan," kata Sandi, Rabu, 6 Januari 2021.
Dia kemudian mempertanyakan makna kehadiran pemerintah di Danau Toba. Presiden Jokowi dan Luhut Binsar Pandjaitan, dia sebut ambigu dalam menetapkan Danau Toba sebagai tujuan pariwisata. Karena pada sisi lain merusak Danau Toba sebagai tujuan wisata prioritas.
"Saatnya negara tidak membangun framing kebaikan padahal fakta sebaliknya tidak," tukasnya.
Menurut Sandi, sebagai orang yang lahir di pinggiran Danau Toba, dua kali Pilpres mendukung Jokowi.
Tahun 2014, kata Sandi, dia sebagai Ketua Seknas Advokat Indonesia dan tahun 2019 sebagai Ketua Advokat Indonesia Maju, kelompok relawan yang terdiri dari ratusan advokat mendukung Jokowi agar ada perbaikan tata kelola penegakan hukum di Indonesia.
"Jadi Relawan Jokowi itu kita secara sadar tidak mengharapkan apa-apa, kecuali ada perbaikan yang pasti terhadap penegakan hukum. Kalau begini, negara justru malah melakukan tindakan langsung dan tindakan tidak langsung merusak Danau Toba," ungkapnya.
Sebastian pada ujungnya masuk penjara, KJA tetap berjaya oleh perusahaan asing yang ada di Danau Toba
Sandi menyebut, Sebastian Hutabarat dalam kejadian 15 Agustus 2017 di Desa Silimalombu, Kabupaten Samosir, hanya menanyakan perizinan usaha Jautir Simbolon, yang merupakan abang kandung Bupati Samosir Rapidin Simbolon yang membuka tambang batu di kawasan Danau Toba.
Baca juga:
- Ditahan Jaksa, Aktivis Lingkungan di Toba Ini Layak Terima Award
- Danau Toba Tak Perlu Hotel Berbintang, Benahi Rumah Batak
- Jika Indonesia Masih Waras, Sebastian Hutabarat Harus Dibebaskan
Sebastian Hutabarat dan rekannya saat itu Jhohannes Marbun ke Kabupaten Samosir dilengkapi surat tugas dari YPDT untuk melakukan pemantauan dan kampanye penyelamatan Danau Toba.
"Sebastian pada ujungnya masuk penjara, KJA tetap berjaya oleh perusahaan asing yang ada di Danau Toba," tandasnya.
Diketahui, Kejaksaan di Sumatera Utara menangkap Sebastian Hutabarat pada Selasa, 5 Januari 2021. Sebastian adalah aktivis lingkungan di kawasan Danau Toba.
Penahanan Sebastian dilakukan tim kejaksaan setelah dia dibawa dari rumahnya di Kecamatan Balige, Kabupaten Toba.
Kasus yang menjerat Sebastian bermula dari peristiwa kekerasan yang dilakukan seorang pengusaha bernama Jautir Simbolon di lokasi tambang di Silimalombu, Kabupaten Samosir pada 15 Agustus 2017.
Jautir yang juga kerabat Bupati Samosir Rapidin Simbolon, sudah menjalani hukuman penjara karena terbukti melakukan penganiayaan terhadap Sebastian.
Dalam rilisnya, kejaksaan menyebut penangkapan Sebastian sesuai surat perintah pelaksanaan putusan pengadilan (P-48) Nomor: Print 433 tanggal 21 Desember 2020 guna melaksanakan putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor: 167/Pid/2020/PT.Medan tanggal 8 April 2020 dengan amar putusan menyatakan Sebastian Hutabarat bersalah melakukan tindak pidana penistaan dengan hukuman penjara selama satu bulan.
Disebut, bahwa Sebastian sudah dipanggil secara patut sebanyak tiga kali namun tidak memenuhi panggilan jaksa eksekutor. Selanjutnya Sebastian dibawa ke Lapas Kelas III Pangururan, Kabupaten Samosir.[]