Mataram - Tim Advokasi penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan menuntut dua polisi pelaku penyiraman air keras terhadap kliennya harus dipecat secara tidak hormat. Hal tersebut merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia Kapolri.
"Harus segera memecat dengan tidak hormat dua orang pelaku penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan dan mengumumkan hal tersebut melalui media massa," kata Andi Muhammad Rezaldy melalui keterangan pers yang diterima Tagar, Rabu, 1 Juli 2020.
Penyerangan terhadap Novel Baswedan sudah dipersiapkan jauh-jauh hari sebelumnya.
Tuntutan tersebut juga berdasarkan pada temuan Tim Pemantau Proses Hukum (TPPH) yang dibentuk oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang menyebut penyerangan terhadap Novel Baswedan dengan menggunakan cairan asam sulfat (H2SO4) telah dipersiapkan dengan matang.
"Penyerangan terhadap Novel Baswedan sudah dipersiapkan jauh-jauh hari sebelumnya. Hal ini dapat terlihat saat para pelaku mempersiapkan secara matang teknis penyerangan," ujarnya.
TPPH juga meyakini adanya beberapa oknum lain yang terlibat dalam kasus tersebut yang belum berhasil diungkap oleh pihak kepolisian.
"Tindakan dua orang pelaku yang merupakan anggota Polri aktif ini harus dianggap sebagai pembangkangan atas sumpah sebagai anggota kepolisian, melanggar hukum, bertentangan dengan HAM serta merusak citra dan martabat institusi penegak hukum," kata Andi.
Selain itu, luka fatal yang dialami Novel Baswedan juga dinilai dapat mengganggu kinerja lembaga KPK, khususnya dalam penyelidikan dan penindakan terhadap para pelaku korupsi.
"Tindakan keji dari dua pelaku bukan hanya berdampak pada Kepolisian semata, akan tetapi juga pada kerja-kerja penindakan KPK," ucapnya.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Utara menuntut kedua pelaku kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan, Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis, dengan pidana satu tahun penjara.
Keputusan tersebut sempat menuai polemik dan kritik dari berbagai pihak. Sejumlah kalangan menilai persidangan yang dilakukan terhadap kedua pelaku terkesan penuh sandiwara.
"Penuntut pada Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta hanya menuntut dua terdakwa penyerang Novel Baswedan satu tahun penjara. Tuntutan ini tidak hanya sangat rendah, akan tetapi juga memalukan serta tidak berpihak pada korban kejahatan," ujar Kurnia Ramadhana, Kamis, 11 Juni 2020.[]