Pasokan Batu Bara Dalam Negeri Harus Diutamakan Sebelum Diekspor

Anggota Komisi VII DPR RI Ratna Juwita Sari menegaskan pasokan batu bara untuk kebutuhan energi dalam negeri harus lebih diutamakan.
Pasokan Batu Bara. (Foto: Tagar/PLN)

Jakarta - Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Negara (DPR RI) Ratna Juwita Sari menegaskan pasokan batu bara untuk kebutuhan energi dalam negeri harus lebih diutamakan, sebelum diekspor ke luar negeri. 

Sebab, menurut Ratna, merujuk kepada data tahun 2021, terlihat jelas realisasi Domestic Market Obligation (DMO) kurang dari 50 persen dari target.

“Sesuai arahan Ketua Umum PKB (Partai Kebangkitan Bangsa), sikap Fraksi PKB jelas mendukung pelarangan ekspor batu bara ini. Sudah sepatutnya pemerintah memastikan kebutuhan energi dalam negeri terpenuhi terlebih dahulu,” ujar Ratna dalam keterangan pers, Rabu, 5 Januari 2022.

Ratna menguraikan realisasi produksi batu bara sampai akhir tahun 2021 sebesar 611,76 juta ton, di mana 304,43 juta ton di antaranya telah diekspor ke berbagai negara. 


Untuk mewujudkan net zero emission pada 2060. Jadi, pemerintah harus segera mempercepat realisasi transisi energi fosil menuju EBT sejak saat ini.


Realisasi ekspor tersebut baru mencapai 62,45 persen dari target yang dipatok yaitu 487,50 juta ton. Meskipun pemerintah memiliki kebutuhan pasokan batu bara untuk memenuhi pembangkit listrik, namun realisasi DMO hanya sebesar 63,47 juta ton atau hanya 46,16 persen dari target sebesar 137,50 juta ton.

“Coba kita lihat, realisasi DMO 2021 hanya 63,47 juta ton dari target 137,50 juta ton. Baru mencapai 46,16 persen. Ini bentuk ketidakpatuhan. Sangat berbahaya bagi jaminan pasokan energi nasional,” ucap Ratna.

Karena itu, Ratna mendorong pemerintah agar meningkatkan pengawasan kepada pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Minerba agar mematuhi aturan pemenuhan DMO minimal 25 persen, sebagaimana telah diatur dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 139.K/HK.02/MEM.B/2021.

“Bagi yang melanggar realisasi DMO kurang dari 25 persen, sebaiknya jangan hanya dilarang ekspor satu bulan, tapi harus dilarang selama satu tahun, biar ada efek jera,” ucapnya.

Selain itu Ratna juga menyampaikan sikap Fraksi PKB yang mendesak pemerintah untuk segera merealisasikan transisi energi fosil menuju energi baru terbarukan (EBT).

Menurutnya, transisi energi ini merupakan bentuk komitmen untuk mempercepat terwujudnya net zero emission pada tahun 2060. 

“Indonesia sudah berjanji di forum-forum internasional, khususnya COP-26 lalu, untuk mewujudkan net zero emission pada 2060. Jadi, pemerintah harus segera mempercepat realisasi transisi energi fosil menuju EBT sejak saat ini. Jangan ditunda lagi,” ujarnya.

Baru-baru ini pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan larangan ekspor batu bara terhitung sejak 1 - 31 Januari 2022. Hal itu tertuang dalam surat Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) bernomor B-1611/MB.05/DJB.B/2021 tertanggal 31 Desember 2021.

Dalam aturan tersebut, larangan ekspor batu bara diberlakukan baik bagi pengusaha pertambangan batu bara yang mengantongi IUP hingga pemilik IUPK. 

Kebijakan ini diambil pemerintah lantaran PLN tengah mengalami defisit batu bara yang dikhawatirkan dapat mengancam ketersediaan listrik bagi 10 juta pelanggan. []

Berita terkait
Ternyata Ini Biang Kerok Krisis Batu Bara PLN
Arifin Tasrif mengungkapkan, salah satu penyebab terjadinya krisis batu bara ini yaitu karena tingginya harga batu bara di pasar internasional
Soal Batu Bara, Aspebindo: Utamakan Kebutuhan Dalam Negeri Dulu!
Aspebindo memberi pernyataan bahwa pihaknya akan mengutamakan pemasokan kebutuhan batu bara dalam negeri. Simak ulasannya berikut.
Dapat Tambahan Batu Bara, PLN Optimalkan Jaga Listrik Tak Padam
PT PLN (Persero) terus berupaya memastikan terpenuhinya pasokan batu bara untuk pembangkit listrik demi menjaga keandalan listrik nasional.
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.