Jakarta - Parlemen Irak telah menyetujui surat pengunduran diri Perdana Menteri Adel Abdel Mahdi pada Minggu, 1 Desmber 2019, akibat tuntutan demonstran hingga berujung rusuh yang terjadi selama dua bulan terakhir.
Mahdi mengumumkan pengunduruan dirinya pada pada Jumat, 29 November 2019 setelah banyaka korban yang berjatuhan akibat bentrokan antara pendemo dan aparat keamanan. "Saya akan menyerahkan [jabatan] kepada parlemen. Surat resmi yang meminta pengunduran diri saya dari jabatan perdana menteri," tulis Mahdi dalam sebuah pernyataan.
Kabar mundurnya Mahdi disambut gembira oleh para pengunjuk rasa yang berkumpul di Lapangan Tahrir, Baghdad, Irak. Dengn turunnya Mahdi, saat ini Irak berada di bawah pemerintahan sementara sesuai dengan konstitusi. Juru bicara parlemen mengungkapkan jika pihaknya akan segera menemui Presiden Barham Saleh untuk menanyakan siapa perdana menteri yang akan menggantikan Mahdi.
420 orang dikabarkan meninggal dunia dan ribuan lainnya terluka. Demo dipicu karena semakin meningkatnya angka pengangguran dan dugaan korupsi oleh pemerintah. Protes awalnya digelar di Baghdad dan dengan cepat menjalar ke kota-kota lain di Irak, terutama di bagian selatan. Di Mosul, ratusan siswa berpakaian serba hitam melakukan aksi demonstrasi sebagai ungkapan duka para pedemo yang telah berjatuhan.
Gelombang demonstrasi ini merupakan terbesar setelah invasi Amerika Serikat ke Irak pada 2003 yang menjatuhkan rezim Saddam Hussein dan menerapkan sistem demokrasi di negara kaya minyak itu. Diketahui, Irak merupakan negara penghasil minyak kedua terbesar di dunia. Namun, menurut lembaga non-pemerintah Transparency International, mereka menempati urutan ke-12 negara terkorup di dunia. []
- Baca Juga: Empat Tewas dan 52 Terluka Akibat Protes di Irak
- Irak Cabut Larangan Keluar Rumah di Baghdad