Pangkas Subsidi Dorong Inflasi dan Gerus Daya Beli

Kebijakan pemerintah memangkas subsidi energi dinilai akan mendorong inflasi dan menggerus daya beli masyarakat
Ilustrasi Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET). (Foto: Pixabay)

Jakarta - Kebijakan pemerintah memangkas subsidi energi dinilai akan mendorong inflasi dan menggerus daya beli khususnya masyarakat menengah ke bawah. Pengamat ekonomi dari Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal memprediksi rencana pemangkasan subsidi energi akan memicu perlambatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga tahun 2020. "Konsumsi rumah tangga yang menjadi penopang utama ekonomi nasional berpotensi tertahan atau bahkan sedikit melambat," katanya dalam seminar Economic Outlook di Jakarta, Rabu, 20 Oktober 2019.

Beberapa kebijakan itu antara lain rencana penghapusan subsisi listrik golongan 900 VA yang diprediksi berdampak kepada 6,9 juta pelanggan. Kemudian pemangkasan subsidi solar sebesar 50 persen dari Rp 2.000 per liter menjadi Rp 1.000 per liter dan pemangkasan subsidi LPG 3 kilogram sebesar 22 persen dari Rp 69,6 miliar tahun 2019 menjadi Rp 54,4 miliar tahun 2020.

Selain pemangkasan subsidi BBM, pemerintah juga menaikkan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan hingga 100 persen untuk kategori bukan penerima bantuan iuran. Kebijakan itu, kata Faisal, akan meningkatkan pengeluaran layanan kesehatan bagi 89,7 juta jiwa atau 41 persen dari total peserta BPJS Kesehatan.

Kenaikan cukai rokok sebesar 23 persen pada 1 Januari 2020, menurut Faisal, juga berpotensi menaikkan harga eceran rokok hingga 35 persen. CORE Indonesia mencatat indikasi konsumsi masyarakat melemah sudah mulai terlihat sejak triwukan ketiga 2019.

Indeks penjualan riil yang dirilis Bank Indonesia (BI) menunjukkan pertumbuhan hanya mencapai 1,4 persen, padahal triwulan pertama dan kedua tumbuh masing-masing 9,4 persen dan 4,2 persen. "Kenaikan biaya hidup tersebut diperkirakan memberi dampak lebih besar terhadap daya beli dibandingkan lima faktor yang berpotensi memperbaiki pendapatan masyarakat," kata Faisal seperti dikutip dari Antara.

Lima faktor itu yakni potensi peningkatan tipis harga komoditas sawit, alokasi anggaran bantuan sosial yang naik tahun 2020 yakni Kartu Sembako Murah naik 35 persen, Kartu Indonesia Pintar naik 37 persen dan penerima bantuan jaminan kesehatan nasional naik 83 persen.

Selain itu, kenaikan upah minimun provinsi sebesar 8,5 persen tapi dampaknya terhadap pendapatan riil tidak signifikan karena terbatasnya kepatuhan regulasi dan kondisi ekonomi yang belum kondusif. Kemudian, penyelenggaraan Pilkada di sembilan provinsi dan 261 kabupaten/kota akan mendorong peningkatan konsumsi dan pelonggaran kebijakan moneter tahun 2019 diperkirakan akan berlanjut tahun 2020.

"Kebijakan moneter itu diharapkan berdampak kepada sektor riil, seperti kenaikan permintaan kredit, perumahan, kendaraan bermotor dan modal kerja," ucap Faisal.[]


Berita terkait
Elpiji Subsidi Ukuran 3 Kg Langka di Taput
Sudah tujuh hari gas elpiji ukuran 3 kilogram sangat langka di wilayah Tapanuli Utara, Sumatera Utara.
Solar Bersubsidi Dijebol, DPR Minta BPH Migas Evaluasi
Ketua DPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) meminta BPH Migas lakukan evaluasi terkait dugaan penyimpangan penyaluran solar bersubsidi.
Gas Elpiji Bersubsidi Langka dan Mahal di Sidrap
Gas elpiji subsidi 3 Kg makin langka di Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan.
0
Anak Elon Musk Mau Mengganti Nama
Anak CEO Tesla dan SpaceX, Elon Musk, telah mengajukan permintaan untuk mengubah namanya sesuai dengan identitas gender barunya