Bukittinggi - Ratusan massa yang tergabung dalam Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama di Kota Bukittinggi dan Kabupaten Agam menggelar aksi damai, Senin 27 Juli 2020.
Prinispnya DPRD Bukittinggi mendukung bahwa tidak boleh ada neo komunisme di Indonesia. Kami akan sampaikan tuntutan ini ke tingkat yang lebih tinggi.
Mereka berorasi sambil menggelar longmarch dari Lapangan Kantin menuju gedung DPRD Bukittinggi sejak pukul 09.00 WIB. Banyak tuntutan yang digaungkan, termasuk meminta DPR RI menurunkan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Sesampainya di gedung dewan, massa disambut perwakilan anggota DPRD Bukittinggi dengan pengawalan dari pihak Kepolisian Resort Bukittinggi dan jajaran Polsek setempat. Terlihat kawanan massa membawa bendera merah putih, dua unit mobil lengkap dengan sound system, serta beragam atribut keagamaan.
Dengan lantunan takbir, perwakilan demonstran membacakan delapan poin tuntutan. Meliputi, penolakan diberlakukannya Rancangan Undang-Undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP), serta mendesak agar DPR RI menghentikan pembahasannya.
Kemudian, massa juga menuntut dicabutnya Keputusan Presiden (Keppres) nomor 24 tahun 2016 tentang penetapan tanggal 1 Juni sebagai hari lahir Pancasila, dan meminta pemerintah mengembalikan pemberlakuan UUD 1945 yang asli.
"Kami juga menuntut agar pemerintah atau kepolisian menangkap aktor perumusan RUU HIP yang terindikasi berbau komunis sebagaimana dilarang dalam TAP MPR No 25 tahun 1966,” tegas orator membacakan tuntutan.
GNPF Ulama juga meminta DPR RI untuk membubarkan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang diduga sebagai wadah nan berfungsi mengutak-atik pancasila. Di sisi lain, jika terbukti memberi peluang bangkitnya komunisme di Indonesia, GNPF Ulama juga meminta DPR RI untuk memakzulkan Presiden Jokowi.
Pada poin ketujuh, massa meminta anggota DPRD Bukittinggi untuk menyatakan sikap dan menandatangani surat penolakan RUU HIP sebagai sebuah sikap resmi. Terakhir, massa meminta DPRD Kota Bukittinggi agar membawa aspirasi umat islam yang berdemonstrasi ke DPR RI pusat.
Terpisah, Ketua MUI Bukittinggi Aidil Alfin menyebut tuntutan massa memilik substansi yang jelas, yaitu mendesak pembatalan RUU HIP sebagaimana sudah disuarakan secara berjenjang oleh MUI dari tingkat pusat, provinsi dan kabupaten kota.
“Tidak hanya ditunda, tuntutannya batalkan saja RUU HIP itu. Begitu juga dengan RUU baru yang diganti dengan istilah RUU BIP. Tidak usah Pancasila itu diutak-atik dengan beragam cara, itu sudah final. Jika diteruskan, hanya akan membuat perpecahan bangsa,” katanya melalui telepon seluler.
Setelah berorasi beberapa jam, sekitar 15 orang perwakilan massa memasuki Gedung DPRD Bukittinggi untuk berdialog dan mencari kata mufakat. Sesaat kemudian, Ketua DPRD Bukittinggi Herman Syofian serta beberapa anggota dewan lainnya berdiri bersama demonstran dan membacakan poin kesepakatan.
“Pada prinispnya DPRD Bukittinggi mendukung bahwa tidak boleh ada neo komunisme di Indonesia. Kami akan sampaikan tuntutan ini ke tingkat yang lebih tinggi,” katanya.
Kapolres Bukittinggi AKBP Iman Pribadi Santoso mengklaim demonstrasi berjalan damai. Pihaknya bersama sejumlah pejabat utama dan tim pengamanan terlihat berbaur dengan massa.
"Massa kami perkirakan berjumlah 200 orang. Sedangkan tim pengamanan ada sebanyak 150 personil termasuk dari Polsek Bukittinggi,” katanya.
Setelah mendapat kepastian sikap dari pimpinan DPRD Bukittinggi, massa pun akhirnya membubarkan diri bertepatan dengan azan salat zuhur.[]