Orangtua Santriwati Korban Perkosaan Menangis Saat Disodori Bayi 4 Bulan oleh Anaknya

Para orangtua korban bukan orang-orang yang tergolong mampu.
Ilustrasi. (Foto: Tagar/Ist)

Jakarta - Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) turut mendampingi 12 santriwati yanng menjadi korban pemerkosaan HW (36), guru pesantren di Bandung. Akibat perbuatan HW, sebgaian besar korban kini telah melahirkan, 2 diantarnya sedang hamil, sudah ada 9 bayi yang dilahirkan oleh korban-korban HW. Hal ini tentu melukai perasaan orang tua korban. 

Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Garut, Diah Kurniasari Gunawan, merasakan betul dan sangat memahami rasa kecewa, marah, dan perasaan yang berkecamuk dari para orangtua santri dari Garut yang anaknya menjadi korban perkosaan HW di Cibiru, Bandung, Jawa Barat

Bahkan, belasan korban HW tersebut, 11 di antaranya dari Garut, Jawa Barat yang ternyata masih ada pertalian saudara serta bertetangga. 

Diah sendiri menyaksikan momen pilunya saat para orangtua bertemu dengan anak-anaknya yang sebelumnya dianggap tengah menuntut ilmu di pesantren ternyata telah memiliki anak setelah dicabuli guru ngajinya yang mereka percayai sebelumnya. 

"Rasanya bagi mereka mungkin dunia ini kiamat, ada seorang bapak yang disodorkan anak usia 4 bulan oleh anaknya,  semuanya nangis," kata k Diah mengenang pertemuan itu.

Orangtua korban juga berat untuk menerima kenyataan ini. Diah menceritakan, kesedihan ini sangat terlihat saat dirinya mengawal pertemuan para orangtua dengan anak-anaknya di kantor P2TP2A Bandung, setelah dibawa keluar dari lingkungan pondok pesantren oleh penyidik Polda Jabar.

Menurut Diah, kondisi yang sama juga terjadi di kantor P2TP2A Garut saat para orangtua yang tidak tahu anaknya menjadi korban pencabulan guru ngajinya diberi tahu kasus yang menimpa anaknya sebelum akhirnya mereka dipertemukan pertama kali di kantor P2TP2A Bandung sebelum dibawa ke P2TP2A Garut.

Selain berat menerima kenyataan anaknya jadi korban, para orangtua juga kebingungan membayangkan masa depan anak-anaknya dan lingkungan tempat tinggal anak yang dikhawatirkan tidak bisa menerima. 

"Di kecamatan ini (lingkungan rumah korban), saya sampai datang beberapa kali nengok yang lahiran, ngurus sekolahnya, ketemu tokoh masyarakatnya," ujar Diah.

Karena itulah, orangtua dan korban sama-sama diberi terapi psikologi. Menurut Diah, peristiwa ini sangat menguras emosi semua pihak, apalagi saat dilakukan terapi psikologi terhadap anak-anak dan orangtuanya yang dilakukan tim psikolog P2TP2A

"Sama, kita semua juga marah pada pelaku setelah tahu ceritanya dari anak-anak, sangat keterlaluan, kita paham," ujarnya.

Diah menjelaskan, orangtua korban kebanyakan bukan orang mampu yang berharap  mereka bisa sekolah gratis di pesantren. Karena itulah, P2TP2A menawarkan berbagai solusi kepada anak-anak dan orangtuanya terkait posisi anak yang dilahirkan dari perbuatan cabul guru ngajinya. 

Bahkan, jika para orangtua tidak mau mengurusnya, P2TP2A siap menerima anak tersebut. Sebab,  para orangtua korban bukan orang-orang yang tergolong mampu. Mereka kebanyakan adalah buruh harian lepas, pedagang kecil, dan petani yang tadinya merasa mendapat keuntungan anaknya bisa pesantren sambil sekolah gratis di pesantren tersebut. 

"Alhamdulillah, yang rasanya mereka (awalnya) tidak terima, namanya juga bayi, cucu darah daging mereka, akhirnya mereka rawat, walau saya menawarkan kalau ada yang tidak sanggup, saya siap membantu," kata Diah.

Begitu pula dengan orangtua korban yang anaknya memiliki dua anak dari HW. Diah menceriyakan, anak pertamanya berusia 2,5 tahun dan beberapa bulan lalu melahirkan anak kedua, orangtua dan anaknya mau merawatnya.

"Saya nengok ke rumahnya, menawarkan bantuan kalau enggak sanggup merawat, ternyata mereka tidak ingin dipisahkan anaknya, dua-duanya perempuan," tuturnya.

Korban yang melahirkan paling akhir pada November lalu usianya masih 14 tahun. Setelah melahirkan, dirinya pun menawarkan bantuan jika orangtuanya tidak sanggup mengurus. Namun, orangtuanya mau mengurusnya.

"Setidaknya, mereka sudah menerima takdir ini, nanti saya berencana mau nengok juga ke sana," kata Diah. []


Baca Juga 

MUI Bandung Minta Pemerkosa 12 Anak Dihukum Berat

Portugis Akan Investigasi Pelecehan Seksual di Gereja Katolik

Gereja Katolik Jerman Rilis Laporan Soal Pelecehan Seksual

Kegagalan Gereja Katolik Lindungi Anak Korban Pelecehan Seksual







Berita terkait
Bunda Forum Anak Jabar Minta Pelaku Pemerkosaan 12 Santriwati Dihukum Berat
Tindakan pelaku sangat tidak manusiawi dan mencoreng lembaga pendidikan di Jawa Barat.
Kementerian PPPA: Pemerkosa 12 Santriwati Harus Dijerat Pasal Eksploitasi Anak
Pelaku tidak cukup jika hanya diancam hukuman kebiri saja.
Mengapa Polda Jabar tak Ekspos Kasus Pemerkosaan Belasan Siswi Sejak Awal?
Saat kasus itu dilaporkan pada Mei 2021, ternyata sudah ada beberapa korban yang sudah melahirkan.