Toba Samosir - Trisna Pardede menggelar diskusi soal bahasa Batak bersama Saut Poltak Tambunan, penulis novel berbahasa Batak 'Si Tumoing Manapu Nipi'.
Diskusi dengan konsep bincang seru dan asyik ini digelar di Hutanta Cafe, di Balige, Kabupaten Toba Samosir, Rabu 13 November 2019 malam dengan tema 'Sastra Batak Zaman Now'.
Bincang asyik ini diikuti oleh belasan orang milenial dan anak-anak sekolah di Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara.
Dalam bincang tersebut, Saut Poltak mengatakan bahwa saat ini kemajuan teknologi telah menggerus bahasa Batak. Misalnya menanak nasi dengan rice cooker.
Jadi memang harus ada semacam dewan bahasa yang menjaga bahasa Batak ini
Kebiasaan orang Batak yang menanak nasi dengan rice cooker telah menghapus banyak bahasa Batak, mulai dari mameari (menampi beras), mangariri (mengurangi air beras saat beras yang dimasak mendidih), purik (air beras yang dikurangi saat mendidih), sipusipu (bara api), dalihan (tungku), soban (kayu bakar) dan beberapa kosa kata lain.
Selain itu, kondisi karakter orang Batak yang mulai malu atau enggan berbahasa Batak dalam keseharian juga menjadi salah satu faktor tergerusnya bahasa Batak.
Misalnya saja daftar menu makanan di beberapa kafe yang menggunakan bahasa Inggris, meski menu yang disajikan menggunakan bahan baku dari Toba.
Saut Poltak mengakui, bahwa memang selain faktor yang menggerus bahasa Batak, faktor lain adalah miskinnya kosa kata bahasa Batak, hal ini terlihat dari beberapa kosa kata yang diambil dari bahasa Indonesia, seperti bunga dan kopi.
"Jadi memang harus ada semacam dewan bahasa yang menjaga bahasa Batak ini. Ya, itu tugas kamilah selaku sastrawan," sebutnya sembari meminta pasa audiens untuk selalu menggunakan bahasa Batak dalam keseharian mereka.[]