Orang Batak Sudah Maju, Tapi Tinggalkan Budayanya

Banyak orang Batak mengaku bangga dengan identitasnya, namun susah untuk menemukan jalan pulang.
Kegiatan “Pollung na Marimpola” YPKB di Rumah Budaya Tonggo, Medan, Jumat 21 Juni 2019, menghadirkan pembicara Prof Dr Albiner Siagian (kiri), Jim Siahaan (kanan), Manguji Nababan (tengah). (Foto: Tagar/Tonggo Simangunsong)

Medan - Bagaimana Batak dulu, kini dan masa depan? Tantangan terhadap budaya Batak kini semakin kuat di tengah arus modernisasi.

Inilah yang menjadi topik diskusi Pollung na Marimpola yang diselenggarakan Yayasan Pelestari Kebudayaan Batak (YPKB) di Rumah Budaya Tonggo, Jalan Letjend Suprapto, Nomor 11, Medan, Jumat 21 Juni 2019 sore.

Pada pollung (diskusi) tersebut hadir tiga narasumber yang peduli dengan kelestarian budaya Batak, di antaranya Prof Dr Albiner Siagian dari Universitas Sumatera Utara, Jim Siahaan penggiat budaya Batak pendiri Rumah Budaya Tonggo, dan Manguji Nababan penggiat literasi Batak dari Universitas HKBP Nommensen dan moderator Dian Purba.

Jim Siahaan, dalam pandangannya melihat dari asal-usul orang Batak yang berasal dari Indocina dan merupakan salah satu kesatuan dari identitas Nusantara.

Namun, budaya Batak sudah mulai terpengaruh ketika masuknya Budha dan Hindu pada awal Masehi. Kemudian, masuknya pengaruh Islam dari Turki Ottoman pada abad ke-15 menggantikan Budha dan Hindu.

Kemudian pada masa Sisingamangaraja memerintah ada Parbaringin, di mana orang Batak menutup diri dengan sistem sosial yang erat berkaitan dengan kebudayaanya. Sehingga, masuknya orang Barat ditentang oleh masyarakat dan Raja Sisingamangaraja XI ketika itu.

"Namun ada beberapa nama seperti Raja Pontas Tobing, Ompu Batutahan, Ompu Salisi Hutauruk yang bekerjasama dan menyediakan kompleks untuk misi pengkristenan. Cekcok dan perang pun terjadi di antara para raja huta di daerah Silindung," papar Jim Siahaan.

Orang Batak sudah terasing dari budayanya sendiri. Dalam pergaulan dunia modern, kurang berlandaskan nilai habatahon

Menurutnya, selama peperangan masyarakat dan Raja Sisingamangaraja XII, pembaratan dan pengkristenan terus berlangsung. Banyak sekolah didirikan. Banyak perlawanan terutama dari Parbaringin sebagai benteng terakhir habatahon.

"Pembaratan dengan sendirinya membuka pandangan orang-orang Batak ke luar. Orang Batak yang dulunya tertutup, sekarang terbuka. Orang Batak mulai mengikuti pendidikan dan gaya hidup Barat. Adat budaya bisa dikatakan hampir semua hilang," jelasnya.

Prof Dr Albiner Siagian, mengemukakan pandangannya mengenai orang Batak masa kini terkait dengan kebudayaan yang mengalami sebuah loncatan sangat jauh, atau dalam bahasa Batak disebut 'mangaljak' tanpa melewati proses perubahan yang semestinya.

"Kita akui Batak sudah sangat maju, terutama dalam hal pendidikan. Namun, dalam kemajuan yang mengalami loncatan sangat jauh itu, terjadi peninggalan terhadap budayanya. Sehingga, sekarang ada orang Batak yang tidak bisa bahasa Batak dan tidak mengetahui filosofi budaya Batak (habatahon) atau adat, tapi tingkat pendidikannya sudah sangat tinggi," katanya Albiner, yang merupakan Guru Besar dari Universitas Sumatera Utara itu.

Argumentasi itu kemudian dikuatkan oleh Manguji Nababan yang mengatakan banyak orang Batak mengaku bangga dengan identitasnya, namun susah untuk menemukan jalan pulang.

Pertanyaan besarnya, kata dia bagaimana kebudayaan pada masa mendatang dan bisa aktual untuk menuntun pemiliknya dan bisa berkompetisi di tingkat global pada masa-masa mendatang.

Pada kenyataannya, Batak tidak bisa lagi terkungkung oleh kebudayaannya sendiri. Sebab, ada adaptasi dari luar yang menerpa.

"Orang Batak sudah terasing dari budayanya sendiri. Dalam pergaulan dunia modern, kurang berlandaskan nilai habatahon," katanya.

Menurut Manguji, Batak boleh belajar dari Jepang yang tetap mempertahankan tradisinya, namun mampu berkompetisi secara global dalam hal kemajuan modernisasi dan teknologi.

Sehingga, dua nilai, tradisi dan modernisasi, dapat berjalan saling beriringan, tanpa harus ada yang ditinggalkan.

Pollung na Marimpola akan menjadi agenda rutin YPKB yang rencananya dijadwalkan sekali dua minggu. Beberapa topik terkait dengan Batak, seperti literasi, seni, musik, arsitektur, keilmuan, tenun, kuliner, adat, etos kerja dan masih banyak lagi, akan diangkat dengan menghadirikan pembicara yang relevan di bidangnya. []

Baca juga:

Berita terkait
0
Hasil Pertemuan AHY dan Surya Paloh di Nasdem Tower
AHY atau Agus Harimurti Yudhoyono mengaku sudah tiga kali ke Nasdem Tower kantor Surya Paloh. Kesepakatan apa dicapai di pertemuan ketiga mereka.