Opini: Roy Suryo dan Karma yang Tak Pernah Salah Memilih Korbannya

Karma itu nyata, dan di luar nalar dan kemampuan manusia. Karma tidak pernah salah memilih korbannya. Kasus Roy Suryo dan Penistaan Agama Buddha.
Roy Suryo memakai kursi roda ketika diperiksa dalam kasus penistaan agama Buddha. Opini: Roy Suryo dan Karma yang Tak Pernah Salah Memilih Korbannya. (Foto: Tagar/HeadTopics)

Secara pribadi, saya ikut prihatin dan berduka atas musibah yang sedang Roy Suryo alami saat ini, status hukum tersangka atas dugaan Penistaan Agama dan Ujaran Kebencian atas dasar SARA.

Semoga Roy Suryo segera sehat kembali seperti sedia kala, sabar dan tabah menghadapi musibah ini. Dengan langkah kaki mantap dan jiwa perwira, Roy Suryo segera siap menghadapi dan menuntaskan proses hukumnya.

Roy Suryo dan saya, sama-sama alumni SMA Negeri 3 Padmanaba dan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Sudah sepantas dan selayaknya, saya menaruh rasa simpati kepada Roy Suryo atas musibah yang dialaminya saat ini.

Sama sekali tidak ada rasa kebahagiaan atau bergembira ria atas musibah yang sedang dialami Roy Soryo. Saya sangat sedih dan berduka.

Kewarasan otak, adab, tatakrama, etika dan moral adalah hal yang saya junjung tinggi. Sastra jendra hanyuningrat pangruwating diyu.

Teriakan Tangkap Roy Suryo yang banyak menggaung atau menggema di medsos, menurut saya adalah hal yang sangat provokatif. Menangkap Roy Suryo adalah tugas Kepolisian. Polri sudah bekerja sangat profesional.

Hanya orang gila yang bisa ketawa-tawa dan bergembira ria di atas penderitaan orang lain. Apalagi sampai tega menawari perawatan kejiwaan gratis di sebuah Rumah Sakit Jiwa. Ini sangat mengejek dan menghina.

Karma itu nyata, dan di luar nalar dan kemampuan manusia. Karma tidak pernah salah memilih korbannya. Wus tekan titiwancine, kabeh-kabeh ginaris pepesthen. Sapa nandur bakal ngundhuh.

Tidak ada yang menuduh, bahwa Roy Suryo yang membuat foto editan patung Yang Mulia Sang Sidharta Buddha Gautama dengan wajah mirip Presiden Jokowi.

Foto editan tersebut bukan karya Roy Suryo.


Karma itu nyata, dan di luar nalar dan kemampuan manusia. Karma tidak pernah salah memilih korbannya.


Masalahnya, Roy Suryo mengunggah kembali foto editan tersebut, dengan ditambahi caption, yang menurut saya maknanya sangat sadis, melecehkan dan merendahkan simbol Agama Buddha.

Dan juga, melecehkan Simbol Negara, yaitu Presiden Jokowi.

Unggahan Roy Suryo viral dan membuat kegaduhan di tengah masyarakat yang berpotensi menimbulkan permusuhan antar-individu, kelompok dan golongan. Ini sangat berbahaya dan mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.

Sak dawa-dawane lurung, isih luwih dawa gurung.

Foto patung Yang Mulia Sang Sidharta Buddha Gautama dengan wajah mirip Presiden Jokowi adalah hoaks. Tidak pantas disebarluaskan atau diviralkan!

Hanya orang gila yang bisa ketawa-tawa dan bergembira ria atau menganggap lucu melihat foto editan patung Yang Mulia Sang Sidharta Buddha Gautama dengan wajah mirip Presiden Jokowi.

Mengkritik itu tidak sama dengan menghujat/menghina. Jalma tan kena kinira.

Sekali lagi, saya berdoa khusus untuk Roy Suryo, agar segera sehat kembali, dan melanjutkan, menuntaskan proses hukum yang sedang menjeratnya.

Berat memang, namun, itu hal yang harus dihadapi. Roy Suryo masih beruntung, walau kemungkinan besar masuk penjara, namun selalu ditemani banyak pengacara.

Di BAP Polisi sekitar enam kali, tanpa didampingi penasihat hukum, dengan kesadaran penuh, bahwa banyak kemungkinan bisa terjadi, suatu hal yang sangat berat.

Mental harus tangguh, emosi terkendali dan tetap rasional. Banyak hikmah yang bisa dipetik, salah satunya, bisa tahu, mana teman sejati dan mana teman yang mendekat karena kepentingan.

Harapan saya, proses hukum yang menjerat Roy Suryo segera berproses demi rasa keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia khususnya umat agama Buddha.

Tujuan kita mendapatkan keadilan, bukan memenjarakan Roy Suryo. Roy Suryo meringkuk di penjara nantinya, konsekuensi logis karena perbuatannya sendiri.

Saya juga mengimbau pada kedua pihak pelapor untuk fokus pada proses hukum, singkirkan dahulu proses mediasi.

Menurut saya, proses mediasi tidak berguna saat ini, dan secara politik sangat merugikan. Kasusnya sudah/ sedang berproses/ bergulir di ranah hukum.

Belajar banyak dari Kadrun keparat, bahwa permohonan maaf diterima, namun proses hukum harus tetap berjalan. Permohonan maaf adalah bentuk pengakuan bersalah, yang bisa dijadikan bukti hukum.

Kalau tidak salah, hari ini Kamis, 28 Juli 2022, jam 10.00 WIB, Roy Suryo kembali diperiksa Polisi. Apakah akan ditahan? Itu kewenangan Polisi. Seharusnya ditahan!

Bersama-sama umat agama Buddha Nusantara, saya mendukung penuh proses hukum Penistaan Agama dan Ujaran Kebencian. Sayuk sak iyek sak eko proyo, golong gilig, holobis kuntul baris.

Baca Juga: Roy Suryo Hanya Korban dalam Kasus Meme Stupa Buddha Mirip Jokowi, Kata Pengacara

Penistaan agama itu bukan hanya terhadap agama Islam, namun berlaku juga terhadap agama-agama non-Islam.

Islam, Katolik, Kristen Protestan, Hindhu, dan buddha, adalah agama negara yang dilindungi UU.

Tidak ada terminologi Mayoritas-Minoritas di Indonesia.

Pancasila tidak mengenal istilah Mayoritas-Minoritas. Istilah tersebut adalah terminologi Hegemoni Politik kelompok tertentu menindas dan merampas kebebasan kelompok lain.

Suro diro jayaningrat lebur dining pangastuti.

*Akademisi Universitas Gadjah Mada

Berita terkait
Opini: S1 Ijazah Palsu, Bisa Sekolah S2 dan S3, Ketahuan Otomatis Gugur Semua Gelar
Opini: S1 Ijazah Palsu, Bisa Sekolah S2 dan S3, Ketahuan Otomatis Gugur Semua Gelar, kejahatan akademik, tindakan kriminal, cermin sistem amburadul
Opini: Perlindungan Negara Bagi Pekerja Ojek Online
Bagaimana perlindungan negara bagi pekerja ojek online, apakah sudah dijalankan Permenaker No 5 tahun 2021 dan Inpres No 2 Tahun 2021.
Opini: Hasil kerja Ombudsman tentang BPJS Ketenagakerjaan
Ombudsman RI yang bertugas mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik, beberapa hari lalu merilis temuannya terkait pelayanan BPJS Ketenagakerjaan.