Untuk Indonesia

Opini: Meneropong Prospek Kopi Binturong

Selain kopi Luwak, peminat kopi Binturong kini semakin banyak. Bahkan respon dari penikmat maupun pelaku usaha kopi internasional cukup bagus.
Ilustrasi - Biji Kopi. (Foto: Tagar/Pixabay)

Zaki Nabiha*

Selain kopi Luwak, peminat kopi Binturong kini semakin banyak. Bahkan respon dari penikmat maupun pelaku usaha kopi internasional cukup bagus. Setidaknya itu bisa dilihat dari antusias delegasi G20 Meeting of Agricultural Chief Scientists (MACS 2022) yang dihelat di Bali bebeapa waktu lalu.

Menurut Kepala Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar (Balittri) Kementerian Pertanian, Tedy Dirhamsyah, para delegasi anggota G20 dan Lembaga International yang mengunjungi coffee corner dimana kopi Binturong disajikan, memberikan respon dan apresiasi positif terhadap salah satu inovasi dari Balittri tersebut..

Kopi Binturong, seperti yang diungkap Tedy dan dimuat di media, merupakan inovasi yang "smart", memiliki potensi ekonomi yang tinggi, dan tentu saja kualitas cita rasa yang tinggi. Ini dibuktikan oleh skor uji tes sensori dengan nilai yang cukup tinggi, 87,25.

Uji tes sensori kopi biasanya dilakukan untuk mengetahui kualitas dan mutu kopi dengan berbagai atribut, diantaranya, flavor, aftertaste, acidity, body, balance, uniformity, sweetness, clean cup, dan overall. Jika hasil akhir uji tes sensori di atas angka 80 dari skala 100, dengan mengacu pada standar Specialty Coffee Association of America (SCAA) maka produk kopi tersebut dapat diklasifikasikan sebagai kopi specialty. 

Menurut Nendyo Adhi Wibwo, Peneliti Balittri, cita rasa kopi Binturong inovasi Balittri yang menggunakan teknologi fermentasi identik dengan kopi yang diolah melalui proses fermentasi alami oleh Binturong.

Fermentasi alami yang dilakukan oleh Binturong sama dengan Luwak. Menurut Pudji Raharjo dalam bukunya Kopi; Panduan Budidaya & Pengolahan Kopi Arabika dan Robusta, fermentasi melibatkan berbagai enzim pencernaan dan dikeluarkan bersama kotoran luwak dalam bentuk biji kopi yang masih terbungkus oleh kulit tanduk. 

Penetrasi asam lambung dan enzim-enzim pencernaan pada saat fermentasi mempengaruhi senyawa-senyawa kimia pada biji kopi dan menyebabkan biji kopi menjadi berpori-pori dan lebih rapuh. Proses fermentasi alami dalam usus oleh asam laktat juga mempengaruhi rasa kopi. Proses fermentasi alami ini terjadi secara langsung di dalam pencernaan hewan luwak selama 12-18 jam.

Secara fisik, Binturong sendiri sebetulnya hampir sama dengan Luwak, hanya dari segi ukuran, Binturong lebih besar dengan ekornya yang panjang. Ekor yang panjang inilah yang menjadikan Binturong lincah, melompat dari pohon satu ke pohon lainnya.

Populasi Binturong tersebar di negara-negara Asia Tenggara, Brunei Darussalam, Kamboja India, Laos, Malaysia, Myanmar, Nepal, Filipina, Thailand, Vietnam, dan di Indonesia terdapat di Jawa, Kalimantan, dan Sumatera.

Di Indonesia, Binturong termasuk satwa yang dilindungi melalui Undang – Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. International Union for Conservation of Nature (IUCN), lembaga internasional yang concern terhadap konservasi satwa dan alam memasukkan Binturong ke dalam status konservasi yang rentan (Vulnerable). 

Selain itu juga, mereka kini telah terdaftar ke Convention on International Trade in Endangered Species (CITES) Apendiks III. Dari berbagai sumber mengatakan bahwa populasi Binturong cenderung mengalami penurunan.

Harga satu ekor Binturong menurut Mudzdalifa, salah satu pengusaha Kopi Binturong dan Luwak asal Malino, Sulawesi Selatan adalah Rp 33 juta, dan untuk Luwak, per ekor Rp 700 ribu. Saat ini, ada 19 ekor Binturong dan 24 ekor Luwak di kebun kopi miliknya. 

Sampai saat ini, produk kopi-nya sudah diekspor ke beberapa negara dengan harga jual yang sangat kompetitif. Untuk kemasan 1 kg kopi Binturong dalam bentuk roasted bean dihargai Rp 2,3 juta, sementara kopi Luwak Rp 2 juta per kg. Untuk mengetahui kondisi Kesehatan dan lainnya, setiap tiga bulan, Badan Konservasi Sumber Daya Alam akan datang memeriksa dan mendata.

Menurut Mudzdalifa, permintaan kopi Binturong dan Luwak terus meningkat. Namun, peluang tersebut belum bisa dipenuhi karena terkendala faktor produksi. Pasalnya, dari 50 liter biji kopi siap petik atau yang biasa disebut ceri merah, yang bisa diolah setelah dikonsumsi oleh Binturong dan Luwak yang telah melewati proses fermentasi alami hanya sekitar 1 kg.

Satu cangkir kopi Luwak di coffee shop di Eropa atau di AS bisa mencapai $100. Jika melihat tren, tidak menutup kemungkinan secangkir kopi Binturong bisa lebih dari itu. Apalgi didukung oleh pemasaran yang massif sehingga kopi Binturong bisa diterima kalangan luas. Karena, diduga, kopi Luwak pun mulai dikenal penikmat kopi global dikarenakan pernah muncul di film The Bucket List.

The Bucket List disutradari Rob Reiner, rilis akhir tahun 2007. Film drama komedi yang menceritakan persahabatan dua pengidap kanker paru-paru, Carter Chambers, sang mekanik yang diperankan Morgan Freeman dan Konglomerat, Edward Cole diperankan Jack Nicholson.

Dalam film tersebut, beberapa kali kopi Luwak disebut. Pertama, ketika Edward Cole hadir dalam rapat manajemen membahas rumah sakit miliknya. “Kopi Luwak. Minuman terlangka di dunia,” kata Edward di hadapan peserta rapat. Pada adegan berikutnya, ketika Carter bersama Edward di ruang perawatan, Edward menunjukkan sebungkus kopi Luwak berwarna emas. 

Kepada Edward, Carter mengatakan, “Namanya Kopi Luwak. Aku tahu Namanya”, Carter menceritakan sejarah kopi sampai tumbuh di pulau Sumatera. Walaupun seorang mekanik, Carter berpengetahuan luas.

Pada saat Edward membacakan sebuah catatan di depan Carter jelang tindakan operasi yang akan dilakukannya, menurut saya, inilah bagian penting yang memancing rasa penasaran bagi siapa saja yang menontonnya, “"Kopi Luwak adalah kopi paling mahal di dunia’, kata Edward. Terlepas kebenaran apakah film tersebut telah mendongkrak popularitas kopi Luwak, tapi setidaknya hal tersebut pernah diulas The Guardian 9 tahun silam.

Standar konsumen kopi internasional yang sangat tinggi dan permintaan pasar yang besar hendaknya dijadikan peluang untuk terus meningkatkan kualitas dan produksi kopi nasional terutama kopi Luwak dan Binturong melalui pendekatan teknologi fermentasi inovasi dari Balittri. 

Tuntutan kopi Luwak pun Binturong yang ‘bebas sangkar’ oleh World Society for the Protection of Animals (WSPA) harus dipenuhi yang dibuktikan dengan sertifikat sebagi bukti komitmen pelaku usaha Indonesia terhadap upaya konservasi alam dan satwa.

Rangkaian pertemuan G20, yaitu Agriculture Ministers’ Meeting (AMM) yang akan dihelat tanggal 27 sampai 29 September di Bali nanti bisa dioptimalkan lagi sebagai ajang promosi kopi Binturong.

Dan, agar popularitas kopi Binturong semakin melejit, tidak salahnya mengikuti jejak kopi Luwak, tampil dalam adegan film-film produksi Hollywood, Marvel misalnya. Semoga.[]


*ASN di Kementerian Pertanian

Berita terkait
Catat 7 Khasiat Mengejutkan Minum Kopi Bagi Kesehatan Tubuh
Selain untuk mencegah kantuk, ternyata kopi memiliki beragam khasiat untuk kesehatan.
7 Cara Menyeduh Kopi agar Lebih Sehat
Ada banyak cara yang bisa kita gunakan agar kopi yang kita konsumsi menjadi minuman sehat.
Efek Kebanyakan Minum Kopi dan Teh Bagi Ibu Hamil
Kebanyakan ibu hamil pasti belum mengetahui efek yang ditimbulkan akibat konsumsi minuman berkafein, seperti kopi dan teh. Berikut penjelasannya.
0
Opini: Meneropong Prospek Kopi Binturong
Selain kopi Luwak, peminat kopi Binturong kini semakin banyak. Bahkan respon dari penikmat maupun pelaku usaha kopi internasional cukup bagus.