Untuk Indonesia

OPINI: Guru Honorer, Isu Kesejahteraan dan Pembangunan SDM

Namun, kesejahteraan guru masih menjadi isu nasional yang tidak kunjung terselesaikan.
Platform Merdeka Mengajar Bantu Jutaan Guru Tingkatkan Kompetensi. (Foto: Tagar/Kemendikbud)

TAGAR.id, Jakarta - Meski sudah hampir 30 tahun Indonesia memperingati Hari Guru Nasional. Namun, kesejahteraan guru masih menjadi isu nasional yang tidak kunjung terselesaikan. Diketahui bahwa peringatan hari Guru Nasional telah dimulai sejak thn 1994 melalui keputusan Presiden nomor 78 tahun 1994.

Tenaga pendidik merupakan unsur terdepan yang menentukan kemajuan sebuah bangsa. Tenaga pendidik yang kompeten sangat menjamin perbaikan kualitas sumber daya manusia di sebuah negara, sehingga tidak berlebihan jika mengatakan bahwa guru memang harus memiliki kompetensi yang luar biasa. 

Akan tetapi, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa guru belum memiliki kompetensi yang memadai, terutama dalam hal mendesain pembelajaran, penelitian, dan juga penguasaan bahasa asing, khususnya bahasa Inggris

Perlu solusi yang cermat untuk mengatasi permasalahan kompetensi guru, beberapa diantaranya adalah dengan memperbaiki sistem kurikulum perguruan tinggi, khususnya LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan), sehingga dapat mengakomodasi kesenjangan yang dimiliki oleh guru. 

Selain itu, perlu diadakan berbagai model pendidikan dan pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan para guru, serta dilaksanakan secara sistematik dan komprehensif, sehingga target yang diharapkan dapat menjadi Kenyataan.

Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Nunuk Suryani mengatakan bahwa Indonesia akan mengalami kekurangan 1,3 juta guru pada 2024 karena banyaknya guru yang pensiun, dijelaskan, sepanjang 2022-2023, Indonesia memiliki sebanyak 3,3 juta guru di sekolah negeri, namun dari jumlah tersebut akan banyak yang pensiun, bahkan rata-rata jumlah yang pensiun mencapai 70.000 guru per tahun.

Sementara itu, saat ini profesi menjadi seorang guru kurang digemari oleh generasi muda, sehingga berpotensi menyebabkan Indonesia darurat kekurangan guru.

Pada Juli thn 2019 lalu, misalnya, kita dikejutkan dengan kabar seorang guru di Pandeglang dengan honor Rp 350 ribu per bulan, yang terpaksa tinggal di toilet sekolah. Atau guru honorer di Samarinda yang sudah 10 tahun mengajar, namun bertahan dengan gaji Rp 800 ribu per bulan. 

Ada lagi di salah satu SMP di Balikpapan, misalnya, tidak ada guru bahasa Inggris. Kepala sekolah sudah meminta kepada dinas setempat agar dikirimkan guru bahasa Inggris. Karena tidak ada solusi, Kepala Sekolah SMP di Balikpapan tersebut akhirnya menunjuk salah satu guru untuk mengajar bahasa Inggris. Padahal sang guru tidak menguasai bahasa Inggris. 

Sang guru tak bisa menolak perintah. Namun, sudah bisa dibayangkan bagaimana penguasaan siswanya akan mata pelajaran bahasa Inggris jika gurunya pun tidak punya kemampuan memadai.

Sejarah peradaban didunia telah mencatat bahwa SDM merupakan faktor penentu kemajuan suatu negara. SDM adalah aset utama negara karena berperan dalam mengelola Sumber Daya Alam. Pembangunan sebuah negara juga pastinya dibutuhkan SDM yang berperan penting di dalamnya. Dalam pembangunan negara, aspek kualitas lebih penting daripada kuantitas. 

Maka, peningkatan kualitas SDM untuk penanaman modal pembangunan khususnya di negara Indonesia yang berkembang sangatlah dibutuhkan. 

Saat ini, SDM di Indonesia masih kurang dari segi kualitasnya maupun produktivitasnya. Selain dapat menghambat pembangunan, hal ini juga dapat menghambat perkembangan ekonomi nasional. 

Rendahnya kualitas SDM ini dapat disebabkan oleh kesejahteraan sosial, kurangnya sarana dan prasarana yang disediakan oleh pemerintah, faktor kesehatan, masalah pendidikan, dan masih banyak lagi. Namun, hal yang akan ditekankan pada artikel atau opini yang saya tulis ini yaitu masalah pendidikan.

Pendidikan adalah salah satu bentuk investasi SDM. Pendidikan dapat ikut membantu dalam pendapatan nasional melalui keterampilan dan produktivitas kerja. Kualitas atau mutu SDM juga sangat bergantung terhadap pendidikan. Namun di negeri kita yang tercinta ini, masih terdapat beberapa masalah di dalam dunia pendidikannya. 

Masalah-masalah pendidikan yang dialami, yaitu sistem pendidikan yang tidak memadai, peluang pendidikan yang masih kecil dan hanya tersedia di beberapa daerah saja, banyaknya penduduk sehingga terdapat persaingan dalam mendapatkan kesempatan mengenyam pendidikan, serta keterbatasan finansial untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang diinginkan.

Salah satu bentuk mengatasi biaya sekolah ialah adanya sekolah negeri, yang seluruh biayanya sudah ditanggung pemerintah. Namun tenaga kerja yang bekerja disitu tidak mendapatka hak atau fasilitas yang memadai umtuk mendidik. problem kesejahteraan guru honorer-pun yang kerap terkatung-katung juga belum terselesaikan. 

Bangsa yang abai terhadap guru, pasti akan sulit maju. Karena kualitas generasi penerus salah satunya ditentukan oleh bagaimana negara tersebut mengapresiasi profesi guru. Kualitas generasi harusnya sejalan dengan upaya memprioritaskan sumber daya manusia unggulan. Hal ini menunjukkan bahwa masalah pendidikan di Indonesia bukan hanya biaya, fasilitas dan efektifitas melainkan kualitas pendidikan itu sendiri, agar angan-angan menuju 100tahun Indonesia super power, Indonesia emas di tahun 2045 dapat terwujudkan.[]


M Fadil Tegar Syafian, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Wijaya Kusuma Surabaya*

Berita terkait
Inzoni Guru SDN 07 Kota Bengkulu Lulusan PPG Prajabatan Gelombang I Tahun 2022
Bagi kedua orang tua Zoni, cita-cita menjadi guru memang bukanlah hal biasa, melainkan pilihan yang harus diambil dan diperjuangkan
Lirik Lagu Taylor Swift Jadi Kajian Mata Kuliah Sastra di Perguruan Tinggi di Belgia
Elly McCausland, profesor Sastra Inggris di Universitas Ghent di Belgia, mengaku sebagai ‘Swiftie,’ sebutan bagi penggemar penyanyi tersebut
Kurikulum Merdeka Libatkan Guru dan Anak Didik Susun Program Pembelajaran
Dampak positif dari implementasi Kurikulum Merdeka disuarakan berbagai pihak, khususnya pemangku kepentingan di dunia pendidikan.