Untuk Indonesia

Operasi Narkoba Resahkan Penghuni Apartemen Makassar

Anjuran aktivis antinarkoba agar polisi dan BNN melakukan operasi secara intensif di apartemen di Makassar bisa meresahkan penghuni apartemen
Ilustrasi: Apartemen (Foto: flaticon.com)

Oleh: Syaiful W. Harahap

Pihak kepolisian maupun Badan Narkotika Nasional (BNN) kata Arman (Ketua Granat Makassar, Arman Mannahawu-pen.), lebih mengintesifkan lagi operasi di apartemen yang ada di Kota Makassar, sehingga pabrik pembuatan tembakau sintetis maupun narkotika jenis lainnya dapat dicegah peredarannya di Kota Makassar. Pernyataan ini ada dalam berita “Aktivis Makassar Minta Polisi Gencar Razia Apartemen” di Tagar, 27 Februari 2020.

Apartemen adalah ranah privasi yang beroperasi dengan izin resmi dari berbagai instansi terkait sehingga tidak bisa dengan seenaknya aparat keamanan melakukan razia ke apartemen tanpa alasan yang sesuai dengan hukum. Lagi pula ada standar operasi yang baku sehingga razia tidak dilakukan secara intensif.

Jika operasi yang dimaksud aktivis antinarkotika dengan adalah penggeledahan, maka hanya bisa dilakukan berdasarkan perintah penyidik pada tahap penyelidikan atas sebuah kasus untuk mendapatkan alat bukti dan tersangka dalam kasus pidana. Penggeledahan diatur dalam Pasal 5 ayat 1 KUHAP.

Terkait dengan kegiatan pengolahan narkoba, disebut juga sebagai laboratorium, di apartemen di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, yang perlu dilakukan polisi dan BNN adalah meningkatkan fungsi intelijen, dalam hal ini reserse (polisi yang bertugas mencari informasi yang rahasia; polisi rahasia). Bukan dengan melakukan razia ke apartemen, tapi berdasarkan informasi yang diperoleh reserse dilanjutkan dengan penyelidikan.

Anjuran aktivis antinarkotika Makassar agar polisi dan BNN rutin melakukan razia ke apartemen tentu saja meresahkan penghuni apartemen dan juga mengabaikan kemampuan reserse. Polisi dan BNN tidak perlu merazia semua kamar di apartemen karena reserse bisa menemukan kamar yang dipakai untuk memproduksi narkotika.

Memang, sudah sering diungkap polisi dan BNN pembuatan berbagai jenis narkotika dilakukan di apartemen di beberapa kota di Indonesia. Ini terjadi karena ada anggapan bahwa penyewa dan penghuni apartemen adalah orang-orang yang mempunyai penghasilan yang besar. Maklum, sewa apartemen jutaan rupiah per bulan.

Celakanya, pengelola dan petugas keamanan apartemen juga memakai kacamata kuda yaitu menempatkan penyewa apartemen sebagai ‘orang baik-baik’ dengan penghasilan besar. Keluar masuk apartemen dengan mobil (mewah). Pakaian bagus, dll. Begitu ada mobil masuk dengan tanda-tanda khusus sebagai pemilik atau penyewa apartemen petugas keamanan hanya manggut-manggut dan menunduk menyilakan masuk.

Padahal, bisa saja yang baru mereka silakan masuk itu membawa zat-zat untuk memproduksi narkotika atau membuat uang palsu. Tapi, karena asumsi yang mengaitkan pemilik dan penyewa apartemen orang berada dengan penampilan bagus tidak ada kecurigaan.

Di sebuah bandar udara di Eropa petugas dilatih memperhatikan tas tentengan yang dibawa penumpang. Mereka bisa memastikan isi tas tidak wajar melalui pengamatan sehingga kalau ditangkap atau digiring ke ruang pemeriksaan tidak akan terjadi tuntutan balik.

Agaknya, petugas keamanan di apartemen perlu juga diberdayakan dengan pelatihan agar bisa mengenali orang-orang melalui penampilan dan tingkat laku secara objektif dan tentu saja harus akurat. []

Berita terkait
Ketakutan, Bandar Narkoba Tewas Terjun dari Apartemen
Pelaku loncat dari unit apartemen itu karena ketakutan ditangkap polisi yang telah mengepungnya.
0
Massa SPK Minta Anies dan Bank DKI Diperiksa Soal Formula E
Mereka menggelar aksi teaterikal dengan menyeret pelaku korupsi bertopeng tikus dan difasilitasi karpet merah didepan KPK.