Jakarta - Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira menilai tidak tepat jika dalam pembenahan Indeks Kompleksitas Bisnis periode 2020 menggunakan Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja.
Menurutnya, kondisi demikian akan justru membuat keadaan semakin rumit kalau dipaksakan. Pasalnya, dalam UU Cipta Kerja masih memerlukan 516 turunan peraturan turunan.
"Bukan dengan omnibus law, bayangkan omnibus law ada 516 peraturan turunan. Ini makin ruwet," kata Bhima saat dihubungi Tagar, Jumat, 16 Oktober 2020.
Sebaiknya presiden tegas untuk membatalkan dulu peraturan menteri yang menyebabkan tumpang tindih.
Baca juga: Pemerintah yang Buat RI Jadi Negara Paling Rumit Berbisnis
Bhima menyebut membenahi masalah ini dengan omnibus law bukan cara yang solutif. Bagi dia, akar masalahnya yang dihadapi pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin saat ini adalah buruknya koordinasi antar kementerian atau lembaga.
"Sebaiknya presiden tegas untuk membatalkan dulu peraturan menteri yang menyebabkan tumpang tindih, itu kan tidak perlu omnibus law cukup regulasi yang ditanda tangani presiden. Tertibkan menteri-menteri yang terlalu bersemangat membuat regulasi," ucapnya.
Sebab, kata dia, posisi Indonesia di urutan pertama Indeks Kompleksitas Bisnis periode 2020 karena kebijakan yang diterapkan pemerintah pusat. Jumlah regulasi, kata dia, yang terlalu banyak dibuat oleh pemerintah menjadikan hal tersebut terjadi.
"Kan sebelumnya Indonesia sudah punya paket kebijakan 1-16, banyak peraturan pemerintah yang ingin disimplifikasi. Tapi faktanya jumlah peraturan di level teknis pada periode Jokowi 2015-2018 mencapai 6.300 regulasi, lebih banyak 1.300 peraturan dibandingkan era presiden sebelumnya yakni 5.000 regulasi (data Bank Dunia). Ini jelas artinya yang menciptakan keruwetan adalah internal pemerintah pusat sendiri," ujar Bhima.
Baca juga: Perbedaan Cipta Kerja dan UU Ketenagakerjaan Nomor 23/2003
Sebelumnya, lembaga riset dan konsultan TMF Group merilis Global Business Complexity Index Rankings 2020, dan Indonesia menduduki urutan pertama pada indeks tersebut. Artinya, kemudahan berusaha di Indonesia menjadi yang paling rumit dibandingkan negara lainnya. []