Ombudsman Cek Rangkap Jabatan, Pak Erick BUMN Sehat?

Ombudsman mencatat 397 orang penyelenggara negara/pemerintahan yang terindikasi rangkap jabatan di BUMN dan anak perusahaan BUMN.
Menteri BUMN Erick Thohir. (Foto: Instagram/@erickthohir)

Jakarta - Ombudsman mencatat banyaknya jumlah komisaris yang terindikasi rangkap jabatan di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan anak perusahaan BUMN. Berdasarkan data yang diperoleh pada 2019 dan masih diverifikasi ulang berdasarkan status keaktifannya, ada 397 orang penyelenggara negara atau pemerintahan terindikasi rangkap jabatan di BUMN dan 167 orang di anak perusahaan BUMN. 

Anggota Ombudsman Alamsyah Saragih menilai polemik rangkap jabatan yang meningkat dipicu oleh regulasi yang membuka peluang lebih longgar untuk pengabaian etika. Salah satunya perubahan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS) melarang PNS rangkap jabatan menjadi direksi dan komisaris perusahaan swasta.

PP tersebut direvisi menjadi PP Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS dan tidak ada lagi larangan merangkap jabatan menjadi komisaris, kecuali menjadi anggota Partai Politik

"Logika yang berkembang kemudian adalah, jika menjadi komisaris perusahaan swasta tak dilarang, apalagi menjadi komisaris BUMN maupun anak perusahaan," tutur Alamsyah Saragih seperti dikutip Tagar dalam siaran pers Ombudsman, Senin, 6 Juli 2020.

Tapi, kata dia di sisi lain ada juga regulasi yang melarang rangkap jabatan juga berlaku, misalnya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik yang melarang pelaksana pelayanan publik merangkap jabatan sebagai komisaris atau pengurus organisasi badan usaha. 

Dalam implementasinya, argumentasi yang sering digunakan adalah perbedaan istilah jabatan yang melekat pada penyelenggara sebagai alasan rangkap jabatan, bukan pada etika atau kepatutannya.

"Ombudsman berpendapat bahwa pembiaran benturan regulasi tersebut telah menghasilkan ketidakpastian dalam proses rekrutmen, pengabaian etika, konflik kepentingan, diskriminasi, dan akuntabilitas yang buruk," ujarnya.

Dalam tatanan operasional, Ombudsman melihat beberapa hal krusial yang berpotensi maladministrasi dalam rekrutmen Komisaris BUMN, seperti konflik kepentingan, penghasilan ganda, masalah kompetensi, jual beli pengaruh, proses yang diskriminatif, transparansi penilaian, dan akuntabilitas kinerja komisaris. 

Hal krusial tersebut, pada gilirannya jelas dapat memperburuk tatakelola, menurunkan kepercayaan publik, dan mengganggu pelayanan publik yang diselenggarakan oleh BUMN.

Ombudsman memandang proses rekrutmen Komisaris BUMN ini akan terus mengundang polemik kecuali pemerintah melakukan perbaikan secara fundamental.

"Untuk itu, terkait perbaikan hal-hal yang bersifat fundamental Ombudsman akan menyampaikan saran tertulis kepada Presiden RI, dan sejumlah masukan di tataran operasional kepada Menteri BUMN," ucap Alamsyah.

Berdasarkan data yang diperoleh pada 2019, ada 397 orang penyelenggara negara atau pemerintahan terindikasi rangkap jabatan di BUMN dan 167 orang di anak perusahaan BUMN.

Dari 397 orang dimaksud, komisaris yang terindikasi rangkap jabatan berasal dari kementerian sebanyak 254 orang (64 persen), dari Lembaga Non Kementerian mencapai 112 orang (28 persen), dan dari Perguruan Tinggi 31 orang (8 persen).

Untuk instansi asal kementerian, ada lima kementerian atau 58 persen mendominasi rangkat jabatan, di antaranya Kementerian BUMN sebanyak 55 orang, Kementerian Keuangan sebanyak 42 orang, Kementerian Perhubungan sebanyak 17 orang, Kementerian PUPR sebanyak 17 orang, dan Kementerian Sekretaris Negara sebanyak 16 orang.

Sedangkan instansi asal Lembaga Non Kementerian, 65 persen didominasi oleh lima instansi, yaitu Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebanyak 27 orang, Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) sebanyak 13 orang, Kejaksaan sebanyak 12 orang, pemerintahan daerah sebanyak 11 orang, Badan Intelijen Negara (BIN) sebanyak 10 orang, dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebanyak 10 orang. 

Sementara untuk instansi asal perguruan tinggi, tercatat seluruhnya berasal dari 16 Perguruan Tinggi dengan rincian terbanyak dari Universitas Indonesia sebanyak 9 orang dan Universitas Gajah Mada sebanyak lima orang.

Catatan rangkap jabatan ini sebenarnya sudah diungkap Ombudsman sejak 2017. Bahkan Ombudsman telah melaporkan kepada pemerintah dan melalui Kantor Staf Presiden pemerintah menyampaikan akan memberikan opsi pengaturan kepada Presiden RI. 

"Namun belum diketahui perkembangan terkait hal tersebut hingga saat ini," kata dia.

Dalam perkembangannya persoalan tersebut tak kunjung tuntas, dan kembali menuai polemik di publik. Saat ini persoalan yang menjadi perhatian juga bertambah, hingga mencakup isu-isu sebagai berikut dominasi jajaran direksi dan komisaris yang berasal dari Bank BUMN tertentu, kompetensi komisaris yang berasal dari relawan politik, penempatan anggota TNI/Polri aktif, penempatan ASN aktif sebagai komisaris di anak perusahaan BUMN hingga Pengurus Parpol diangkat menjadi Komisaris BUMN. []

Berita terkait
Ombudsman Sumbar Warning Sekolah Jual Seragam Siswa
Ombudsmand Perwakilan Sumatera Barat menemukan sejumlah sekolah di Padang yang menjual seragam sekolah saat proses pendaftaran ulang siswa SMP.
Ombudsman Duga dr Reisa Akan Didepak Gugus Covid-19
Komisioner Ombudsman RI Adrianus Meliala menduga dokter Reisa Broto Asmoro akan didepak dari Gugus Tugas Covid-19 karena masih terima endorsement.
Ombudsman Temukan Permasalahan Selama PSBB di Jabar
Temuan Ombudsman, al. peraturan, regulasi dan kebijakan terkait penanganan Covid-19 bidang perhubungan dan transportasi bingungkan masyarakat
0
Anak Idap Lumpuh Otak, Sang Ibu Perjuangkan Ganja Medis Legal di CFD
Seorang Ibu Viral setelah melakukan aksinya dalam berjuang melegalkan Ganja Medis di Indonesia demi anaknya yang mengidap lumpuh otak.