Jakarta, (17/11/2017) - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menyatakan akan untuk terus menggali pembiayaan pembangunan infrastruktur yang bersumber dari pasar modal. Sehingga pasar modal diharapkan menjadi alternatif pembiayaannya melalui berbagai produk yang sudah ada.
“Pemerintah memperkirakan biaya pembangunan program strategis 2015-2019 sebesar Rp 4.197 triliun. Perbankan tidak akan kuat membiayai pembangunan infrastruktur. Jadi kami akan alihkan pembiayaan infrastruktur dari pasar modal saja," jelas Wimboh di Jakarta, Jumat (17/11).
Di tahun 2017, penghimpunan dana di pasar modal sudah mencapai Rp 220 triliun, sementara pada 2018 ditargetkan penghimpunan dana mencapai Rp 673,94 triliun yang terdiri dari SBN Rp 414,5 triliun dan IPO, right issue, RDPT, DIRE, sukuk/obligasi korporasi Rp 259,44 triliun.
“Perkembangan teknologi finansial (fintech) yang tumbuh pesat dan membutuhkan regulasi yang tepat seperti dengan pembentukan fintech center,” ujarnya.
Hingga September 2017, perkembangan Fintech peer to peer lending dari total agregat pemberi pinjaman sebanyak 63.869 orang atau naik 344,68 persen. Sedangkan total agregat peminjam sebanyak 157.276 orang atau meningkat 208,8 persen. Sementara total akumulasi pendanaan per September sebanyak Rp 1,66 triliun atau meningkat 632,58 persen, dengan rasio pinjaman macet 2016 (0,44 persen) dan 2017 (0,84 persen).
“Sampai September sudah 24 (16 lokal dan 8 asing) perusahaan P2P lending telah terdaftar dan berijin di OJK. Sementara 31 perusahaan P2P lending dalam proses pendaftaran,” tuturnya.
Selanjutnya Wimboh menjelaskan, dalam mendorong pembangunan nasional dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pembangunan infrastruktur harus diutamakan karena akan membangkitkan ekonomi di sekitar sarana infrastruktur itu dibangun.
"Infrastruktur jelas akan bermanfaat bagi masyarakat karena perekonomian di kawasan akan bergerak, apalagi kalau dilanjutkan dengan pembangunan industri di sekitarnya," ucapnya. (ard)