Novel tentang Dayak, Novel Rumah di Atas Kahayan

Novel Rumah di Atas Kahayan bercerita tentang petualangan remaja sekolah katolik Palangka Raya. Menampilkan sejumlah fakta sejarah menarik.
Buku Novel Rumah di Atas Kahayan.

NOVEL  berjudul Rumah di Atas Kahayan merupakan novel langka jika dikaitkan sebagai “novel dengan latar belakang budaya Dayak.” Penulisnya, seorang wartawan, Lestantya R. Baskoro, melakukan sejumlah riset untuk mengumpulkan apa dan bagaimana budaya Dayak, khususnya Dayak di Kalimantan Tengah untuk memberikan detail cerita dalam novel setebal 311 halaman ini. Novel dengan latar belakang budaya Dayak, apalagi Dayak Kalimantan Tengah, terhitung memang jarang.

Rumah di Atas Kahayan tidaklah sebuah novel dengan segmentasi orang dewasa. Ia ditujukan untuk semua umur, atau lebih tepatnya remaja. Inti cerita utama novel ini adalah pesan tentang pluralisme. Keberagaman yang ditunjukkan melalui berbagai cerita dalam 13 bab yang terdapat dalam novel yang terbit awal 2019.

Novel Rumah di Atas Kahayan berpusat pada cerita sekelompok remaja yang bersekolah di sebuah SMP Katolik di kota Palangka Raya, kota yang pernah disebut-sebut sebagai calon “ibu kota baru Republik Indonesia.” Perihal kota ini, penulisnya dengan detail melukiskan bagaimana kota Palangka Raya dibangun dan berisi “simbol-simbol persatuan dan semangat NKRI.” Misalnya tentang jumlah ruas jalan yang berjumlah lima atau garis tengah sebuah bundaran di pusat kota sepanjang 45 meter.

Lewat sejumlah tokohnya, dengan tokoh sentral seoraang anak Dayak bernama Sadnes dan teman-temannya, antara lain Karyanto dan Gatot dari Jawa; Susianto dari Madura; Kudet dan Yunang dari Dayak, dan lain-lain, pembaca diajak untuk menyelami berbagai budaya dan kelebihan suku Dayak serta kekayaan  flora dan fauna di provinsi tersebut. Juga keindahan dan suasana kota Palangka Raya pada sekitar tahun 70-an. Setting cerita novel ini memang sekitar tahun 1970-an. “Pada suatu ketika saat pekik orang utan dan uwak-uwak terdengar di pinggiran kota,” demikian novel dibuka.

Tokoh yang juga menarik dalam novel ini adalah kepala sekolah, seorang suster yang digambarkan cantik dan tegas. Lewat penggambaran figur Suster Remonik dan bagaimana suster tersebut menerapkan disiplin kepada para muridnya, kita diajak untuk “menikmati” model pendidikan sekolah katolik yang terkenal disiplin dan maju itu. (Hal. 71)

Kuyang Hantu Dayak

Salah satu bab menarik dalam novel ini adalah perburuan para remaja yang dipimpin Sadnes untuk membunuh hantu kuyang. Bagi mereka yang belum pernah mengenal nama ini -kuyang- inilah hantu paling mengerikan seantero Kalimantan. Wujudnya kepala perempuan berambut panjang yang terbang mencari mangsanya, bayi, untuk diisap darahnya.

Novel Rumah di Atas Kahayan
Ilustrasi Hantu Kuyang dalam  Novel Rumah di Atas Kahayan

Hantu ini jika siang berupa wanita dengan leher dibebat untuk menutup pertanda ia kuyang. Lantaran curiga ada wanita yang jika malam sebagai kuyang, para remaja itu kemudian menjebak perempuan itu dengan berbagai barang yang diyakini bisa membuat perempuan kuyang itu tewas. Tapi, hasilnya membuat mereka tercengang. (hal. 171)

Jalan Rusia atau Jalan Tangkiling

Novel ini memang kaya dengan sejarah kota Palangka Raya. Salah satunya, dalam jalinan ceritanya, mengisahkan tentang pembuatan jalan di atas tanah gambut oleh para insinyur Rusia. Pembuatan jalan ini adalah kisah nyata dan jalan itu, yang dulu dikenal sebagai “jalan Rusia,” kini bernama Jalan Cilik Riwut, nama seorang tokoh Kalimantan Tengah yang juga membangun kota Palangka Raya dan namanya kini diabadikan sebagai nama bandara di Palangka Raya.

Jalan Rusia atau Jalan Tangkiling dan sekarang bernama Jalan Cilik Riwut tersebut dibuat pada 1960-an, saat mesra-mesranya hubungan Indonesia-Rusia. Ketika pecah Peristiwa G-30-S, proyek jalan ini pun bubar. Hanya mencapai sekitar 27-an km. Padahal rencananya akan tembus hingga kota Sampit. Di Novel ini penulis tampaknya telah menggunakan berbagai sumber cukup banyak dan lengkap untuk menulis perihal jalan tersebut. (Hal. 221)

Puncak novel Rumah di Atas Kahayan adalah pada sebuah lomba renang yang diadakan Pak Gubernur dalam rangka meresmikan kolam renang pertama di kota itu. Di sini penulis menceritakan tentang sungai Kahayan dan bagaimana para murid sekolah berlatih menghadapi perlombaan itu di bawah seorang guru beretnis Batak yang keras tapi sangat piawai dalam mengajar pelajaran sejarah –hal yang membuat para siswanya demikian mencintai pelajaran tersebut.

Berlomba menghadapi perenang terbaik dari seluruh daerah di Kalimantan Tengah, Sadnes, yang awalnya tidak dijagokan dan ogah-ogahan ikut lomba -terpaksa ikut lomba karena diancam teman-temannya rahasianya, tempat sembunyinya jika membolos sekolah di sebuah hutan akan dibongkar, ternyata keluar muncul sebagai juara.

Ia berenang seperti kesetanan, seakan terbang, dan membuat para penonton terperangah. Kenapa? Dalam novel ini pembaca bisa jadi akan tersenyum melihat kenapa ia bisa berenang demikian. Pesan novel ini, persahabatan adalah keindahan dan pluralisme hal yang mesti dirawat, rasanya akan terus relevan untuk bangsa ini.[] (Suryanti, penulis dan penggiat sosial, tinggal di Palanga Raya)

Berita terkait
Rekomendasi 10 Novel Indonesia Temani Aksi #diRumahAja
Berikut hitung mundur rekomendasi 10 Novel yang layak untuk dibaca selama menjalankan aktifitas karantina mandiri di rumah dalam aksi #diRumahAja.
Sastra Jawa di Tengah Laju Tekno Era Milenial
Sastrawan Jawa Trinil S Setyowati mengungkapkan progres Sastra Jawa di tengah pesatnya laju teknologi digital.
Wisata Palangkaraya Kalteng, Ya Danau Sebangau!
Danau Sebangau di Palangkaraya merupakan destinasi yang wajib dikunjungi jika berlibur ke kota ini. Keindahan yang tak terlupakan.
0
Surya Paloh Sebut Nasdem Tidak Membajak Ganjar Pranowo
Bagi Nasdem, calon pemimpin tak harus dari internal partai. Ganjar Pranowo kader PDIP itu baik, harus didukung. Tidak ada membajak. Surya Paloh.