Noni Belanda di Penjara Beteng Pendem Ambarawa Semarang

Penampakan noni Belanda terkadang munc di bekas penjara di zaman kolonial Belanda dan penjajahan Jepang di Ambarawa, Semarang.
Suasana di Beteng Pendem, Ambarawa, Kabupaten Semarang, Minggu, 31 Januari 2021. Benteng ini adalah bekas penjara zaman kolonial Belanda. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Semarang - Tembok yang terbuat dari batu bata itu terlihat kokoh berdiri di antara area pesawahan, tidak jauh dari kawasan permukiman penduduk, di Kelurahan Lodoyong, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.

Sebagian bangunan bekas penjara zaman penjajahan kolonial Belanda tersebut tak lagi utuh. Lumut menempel pada beberapa bagian gedung itu. Pada sejumlah sudut bahkan terlihat akar-akar tumbuhan liar yang menggantung.

Siang itu, Minggu, 31 Januari 2021, pengunjung Beteng Pendem Ambarawa cukup banyak. Sebagian besar berfoto dengan latar belakang bangunan berarsitektur kuno itu. Beteng Pendem dalam bahasa Indonesia berarti benteng yang terpendam.

Beteng Pendem 2Sejumlah pengunjung berpose di kawasan Beteng Pendem, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Minggu, 31 Januari 2021. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Benda cagar budaya yang kini menjadi salah satu destinasi wisata di Kabupaten Semarang tersebut tampak tak terurus. Pengelolaan obyek itu dilakukan oleh warga setempat. Mereka mematok harga tanda masuk sebesar Rp 5 ribu per orang, di luar biaya parkir.

Mahmudi, 60 tahun selaku Ketua RT 07 Kelurahan Lodoyong, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang, terlihat sibuk mengatur para pengunjung yang datang. Dia mengingatkan mereka untuk mengenakan masker dan menjaga jarak, tentu saja tak lupa dia menjelaskan tarif masuk ke area Beteng Pendem.

"Beteng Pendem ini peninggalan Zaman kolonial Belanda. Dibangun pada tahun 1834 sampai 1845. Dulu benteng ini digunakan sebagai penjara zaman Belanda," Mahmudi menjelaskan sejarah pembangunan Beteng Pendem.

Penjara Sekaligus Permukiman

Selain pemerintah kolonial Belanda, Beteng Pendem juga digunakan sebagai penjara untuk para tahanan politik di zaman penjajahan Jepang, tepatnya sekitar tahun 1942.

Tahun 1950 digunakan untuk penjara Indonesia sampai sekarang.

Setelah Jepang hengkang dari tanah air, pemanfaatan Beteng Pendem sebagai penjara masih dilanjutkan oleh Pemerintah Indonesia.

"Tahun 1950 digunakan untuk penjara Indonesia sampai sekarang. Yang digunakan sebagai lapas Ambarawa itu ya ini. Itu bagian depan," kata dia menambahkan.

Beteng Pendem 3Mahmudi, 60 tahun, Ketua RT 07 Kelurahan Lodoyong, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Pemanfaatan Beteng Pendem sebagai penjara hanya pada bagian depannya saja, sementara pada bagian belakang cagar budaya itu, tepatnya di lantai dua, digunakan sebagai asrama tempat tinggal pegawai Lapas Ambarawa.

Dulunya, lantai dua tersebut digunakan sebagai basecamp tentara Belanda.

"Kalau dulu untuk basecamp tentara Belanda. Ini sekarang jadi rumah dinas pegawai lapas, yang lantai atas. Lapas itu masih bagian dari Beteng Pendem," ujarnya menegaskan.

Dijadikannya lantai dua bangunan itu sebagai tempat tinggal membuat pengelola menerapkan larangan naik ke lantai dua. Para pengunjung hanya dibolehkan berswafoto atau berfoto di lantai satu. Tapi pada waktu-waktu tertentu, mereka tetap diperbolehkan untuk naik ke lantai dua.

Kata Mahmudi, larangan naik tersebut untuk menjaga agar warga yang menempati tidak terganggu oleh suara berisik.

"Kalau banyak yang naik nanti berisik, ada yang punya anak kecil, da lain-lain. nanti mengganggu. Jangan sampai warga yang istirahat terganggu. Kalau pas nggak ramai naik nggak papa," dia menjelaskan.

Mengenai perawatan benteng seluas hampir 10 hektare tersebut sebagai obyek wisata, Mahmudi menyatakan bahwa hingga saat ini tidak ada anggaran khusus yang dikucurkan oleh pemerintah. Seluruh biaya perawatan ditanggung oleh pengelola dan warga yang menempati.

Beteng Pendem 4Sejumlah pengunjung Beteng Pendem, Kelurahan Lodoyong, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Minggu, 31 Januari 2021. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

"Sampai saat ini belum ada anggaran dari pemerintah. Ini kan sebenarnya masuk cagar budaya. Kemudian, ini yang dipakai untuk pegawai ya mandiri."

Tak jarang perawatan oleh penghuni hanya dilakukan di ruangan atau tempat yang ditinggalinya saja, sementara untuk bagian luar ruangan dibiarkan saja. "Kalau yang di luar ya seperti itu (kondisinya) karena kan anggarannya besar," ucap Mahmudi melanjutkan.

Meski demikian, fasilitas penunjang sebagai obyek wisata tetap ada, seperti toilet dan musala. Toilet dan musala di sini merupakan bagian dari bangunan asli. Pengelola tidak membangun bangunan baru untuk fasilitas.

Noni Belanda

Sebagai bangunan yang usianya sudah mencapai ratusan tahun, Mahmudi menyatakan wajar jika tempat itu memiliki kesan sedikit mistis dan angker.

"Karena ini bangunan sudah ratusan tahun, ibaratnya di sini itu kerajaannya (jin). Kalau orang yang bisa melihat, misalnya indigo, dia bisa lihat total," tuturnya.

Penampakan yang pernah muncul, lanjut Mahmudi, adalah sosok berwujud manusia dengan wajah yang tidak seperti manusia. Selain itu ada juga penampakan sosok tentara Jepang maupun tentara Belanda.

Sosok hantu lain yang sering menampakkan diri di lokasi itu adalah hantu perempuan Belanda atau noni Belanda, serta sosok tinggi besar.

Beteng PendemFasilitas musala di kawasan Beteng Pendem, Kelurahan Ladoyong, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Minggu, 31 Januari 2021. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Noni Belanda tersebut kadang-kadang dilihat sedang berjalan, baik di lantai satu maupun do lantai dua Beteng Pendem.

"Itu di lantai satu maupun lantai dua sama saja, kadang muncul. Sama aja seperti alam kita, dia juga kepingin jalan-jalan. Jadi nggak satu tempat tapi dia pindah-pindah," Mahmudi melanjutkan.

Para penunggu di tempat itu menurutnya tidak pernah mengganggu warga yang tinggal di situ. Orang-orang yang sudah lama tinggal di tempat itu pun sudah terbiasa dengan mereka.

"Kalau orang yang sudah lama di sini ibaratnya sudah menyatu dengan alamnya. Yang penting kita tidak mengganggu mereka, kita juga nggak diganggu. Kalau orang baru ya kadang ada istilahnya diweruhi (dikasih lihat), atau mbagekke, (membagikan)" kata dia lagi.

Beberapa pengunjung pernah kerasukan di tempat itu meski tidak sering. Oleh karenanya, lanjut Mahmudi, dirinya sering mengingatkan pada pengunjung agar tidak mengosongkan pikiran saat di area Beteng Pendem. Mereka juga dilarang melakukan hal negatif atau mesum.

"Ada aturan tertentu yang tidak boleh dilanggar, misalnya nggak boleh pikiran kosong, nggak boleh melakukan hal negatif dll."

"Mau selfi, foto dll ya silakan tapi jangan mengganggu. Kalau ada perasaan yang nggak baik ya lebih baik keluar," Mahmudi melanjutkan.

Walaupun lokasi Beteng Pendem cukup angker, tempat itu tidak digunakan sebagai lokasi ritual atau bertirakat. Tirakat justru dilakukan di belakang area benteng, tepatnya di makam Mbah Mahfud Salam.

"Kalau yang tirakat justru di sini, di makam Mbah Mahfud Salam. Beliau adalah pejuang zaman Belanda dulu, wafat tahun 1942, pas zaman Jepang. Beliau seorang kyai," kata Mahmudi.

Biasanya tirakat rutin dilakukan pada Malam Jumat Kliwon, diisi dengan tahlilan dan doa-doa.

Beteng Pendem 6Salah satu sudut di kawasan Beteng Pendem, Kelurahan Lodoyong, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Minggu, 31 Januari 2021. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Suwarny Dammar, 41 tahun, seorang wisatawan dari Kota Makassar, Sulawesi Selatan, mengaku cukup terkesan dengan bangunan Beteng Pendem tersebut.

Tapi Warny menyayangkan kondisi benteng yang merupakan cagar budaya itu. Dia menilai obyek wisata seeksotis itu seharusnya dikelola dan diperhatikan dengan baik.

"Bagus sih sebenarnya, tapi sayangnya tidak terawat. Itu kan cagar budaya, tempat bersejarah, seharusnya pengelolaannya lebih bagus," kata perempuan yang datang bersama rombongan ini.

Mengenai digunakannya lantai dua cagar budaya itu sebagai tempat tinggal, Warny menilai hal itu sebaiknya tidak dilakukan, karena dikhawatirkan akan merusak atau mengubah bangunan aslinya.

Warny juga berpendapat bahwa arsitektur Beteng Pendem sangat cocok digunakan sebagai tempat melakukan foto pranikah atau prewedding.

"Padahal itu kan bagus sekali untuk foto prewedding. Fotografer-fotografer yang suka motret bangunan-bangunan klasik juga pasti senang kalau ke situ," ucapnya. []

Berita terkait
Tingkatkan Harga Besek dengan Ornamen dan Warna di Bantul
Seorang warga Bantul membuka usaha besek (tempat makanan dari anyaman bambu) hias untuk meningkatkan harga jual. Dia mengekspornya ke Amerika.
Sedang Memetik Daun Teh Saat Gunung Merapi Erupsi
Seorang warga Dusun Turgo, Desa Purwobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, bernama Sartini, sedang memetik teh saat Gunung Merapi erupsi.
Abdi Dalem Keraton Yogyakarta Pelestari Seni dan Budaya
Seorang abdi dalem Keratoon Yogyakarta, KRT Purwodiningrat mengalihaksarakan naskah kuno keraton agar bisa dipelajari khalayak umum.
0
Tinjau Lapak Hewan Kurban, Pj Gubernur Banten: Hewan Kurban yang Dijual Dipastikan Sehat
Penjabat (Pj) Gubernur Banten Al Muktabar meninjau secara langsung lapak penjualan hewan kurban milik warga di Kawasan Puspiptek.