Sektor pariwisata di Bali harus mampu bangkit dengan cara beradaptasi terhadap tatanan hidup baru (new normal) di tengah Covid-19
Denpasar- Industri pariwisata Bali sangat membutuhkan digitalisasi untuk mendukung sektor perekonomian masyarakat, menyambut tatanan hidup baru atau new normal di tengah pandemi Covid-19.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, Trisno Nugroho mengatakan digitalisasi transaksi yang bersifat contactless ini akan menjadi sebuah keharusan. "Dan menjadi salah satu unsur yang penting dalam mendukung industri pariwisata di tata kehidupan baru," ujarnya dalam web seminar yang mengusung tema “What Can Bali’s Tourism Industry Do With Digital Payment In The New Normal Era? di Denpasar, Kamis, 4 Juni 2020.
Baca Juga: Industri Pariwisata Bali Menyongsong Era New Normal
Trisno menambahkan, implementasi digitalisasi transaksi itu tidak hanya terbatas pada industri pariwisata seperti obyek wisata, hotel dan restoran. Namun juga industri pendukungnya, seperti transportasi, pusat perbelanjaan hingga rumah sakit.
Menurutnya, penurunan kinerja sektor pariwisata Bali di masa Covid-19 tidak dapat dibiarkan terus berlangsung lama. Sektor pariwisata harus mampu bangkit dengan cara beradaptasi terhadap new normal di tengah pandemi Covid-19.
Hal senada dikatakan Wakil Gubernur Bali, Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati. Menurutnya, membangun sektor pariwisata Bali pasca pandemi bukanlah hal yang mudah. Untuk itu, implementasi protokol kesehatan pada seluruh sektor, terutama industri pariwisata, menjadi fokus utama.
Salah satu komponen dalam protokol kesehatan adalah metode transaksi non-tunai. Hal ini penting untuk dilakukan karena setidaknya dua alasan. Pertama, uang tunai dapat menjadi media penyebaran virus yang harus kita hentikan.

Kedua, transaksi non tunai sebenarnya merupakan metode transaksi yang efektif dan aman. Hal ini merupakan momentum yang baik bagi semua pihak untuk mulai menggalakkan gerakan masyarakat non-tunai (cashless society).
Cok Ace, sapaan akrab Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati juga mengatakan pemberlakuan transaksi non tunai tentu memiliki tantangan tersendiri. Masyarakat Bali saat ini masih belum terlalu fasih menggunakan alat pembayaran digital. "Mengubah pola perilaku masyarakat membutuhkan suatu pembiasaan yang dapat didorong dengan kemudahan dan manfaat bertransaksi digital," tuturnya.
Untuk membangkitkan pariwisata di era new normal, pelaku industri pariwisata harus siap dengan infrastruktur
Untuk itu, Cok Ace mengharapkan kehadiran Bank Indonesia dengan QRIS atau Quick Response Indonesian Standard mampu mengatasi persoalan ini dengan menyamakan sistem e-money di Indonesia. Bali diharapkan tidak saja dapat menjadi pelopor dalam penggunaan transaksi non tunai, tetapi juga unggul dalam pengembangan inovasi dan penerapan teknologi informasi digital.
Pada bagian lain Trisno mengatakan untuk membangkitkan pariwisata di era new normal, pelaku industri pariwisata di Bali harus siap dengan infrastruktur yang mendukung faktor clean, health dan safety. Termasuk dalam aspek sistem pembayaran yang meminimalkan kontak fisik dalam bertransaksi.
Simak Pula: Covid-19 Landai, Pariwisata di Bali Dibuka Oktober
"Digitalisasi jadi keharusan. Bank Indonesia terus berupaya mendorong transaksi non tunai terutama yang bersifat contactless untuk bertransaksi dibandingkan alat pembayaran menggunakan uang atau kartu," ucap Trisno. []