Negara-negara G-7 Kecam Kudeta Militer di Myanmar

Menlu negara-negara anggota G-7 mengecam kudeta di Myanmar dan prihatin atas penahanan pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Ky
Bendera negara-negara yang tergabung dalam G7 (Foto: voaindonesia.com/AFP)

Jakarta - Menteri luar negeri dari negara-negara anggota G-7 mengecam kudeta di Myanmar dan menyatakan keprihatinan mendalam mengenai penahanan pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi, dan para pemimpin politik lainnya.

“Kami sangat prihatin atas penahanan para pemimpin politik dan aktivis masyarakat madani, termasuk Penasihat Negara Aung San Suu Kyi dan Presiden Win Myint, dan penargetan media,” sebut menteri luar negeri Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang dan AS dalam suatu pernyataan Rabu, 3 Februari 2021.

jenderal minJendral Min Aung Hlaing (kiri) bersama pemimpin Myanmar, Aung San Suu Kyi (Foto: dw.com/id - Reuters)

Mereka meminta militer Myanmar untuk mengakhiri pernyataan keadaan darurat dan memberi akses bantuan kemanusiaan yang tidak dibatasi untuk mendukung masyarakat paling rentan di negara itu. “Hasil pemilu November 2020 harus dihormati dan parlemen harus bersidang sesegera mungkin,” sebut para menteri G-7 itu.

Pada Rabu, 3 Feburuari 2021, juga ditandai dengan pemogokan staf di 70 rumah sakit dan departemen kesehatan di 30 kota untuk memprotes kudeta itu.

Sebuah pernyataan dari Gerakan Pembangkangan Sipil Myanmar yang baru dibentuk menyatakan militer mengedepankan kepentingannya sendiri di atas kepentingan rakyat yang menghadapi kesulitan selama pandemi yang telah menewaskan lebih dari 3.100 orang di Myanmar.

Seorang pejabat Departemen Luar Negeri AS, 2 Februari 2021, mengatakan kepada wartawan bahwa pemerintah secara resmi telah menyatakan pengambilalihan oleh militer awal pekan ini sebagai kudeta, suatu penetapan yang “memicu restriksi tertentu terhadap bantuan asing untuk pemerintah.”

pemimpin myanmarPemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi (kanan) dan Menlu China Wang Yi dalam pertemuan di Naypyitaw, Myanmar, 11 Januari 2021 (Foto: Dok/voaindonesia.com/AP).

Pejabat itu mengatakan AS “akan mengambil tindakan terhadap mereka yang bertanggung jawab,” tetapi akan melanjutkan berbagai program untuk membantu rakyat Myanmar, termasuk bantuan kemanusiaan dan prakarsa yang mendukung demokrasi.

Militer Myanmar menyatakan pengambilalihan itu, yang ditetapkan berlaku satu tahun, diperlukan karena pemerintah tidak mengambil tindakan atas klaim mengenai kecurangan pemilih dalam pemilu November 2021 lalu yang dimenangkan partai Aung San Suu Kyi, Liga Nasional untuk Demokrasi. Sidang parlemen baru seharusnya dimulai Senin, 1 Desember 2021 (uh/ab)/voaindonesia.com. []

Berita terkait
70 Rumah Sakit di Seluruh Myanmar Setop Beroperasi
Sebagai protes terhadap kudeta militer di Myanmar dan penangkapan Aung San Suu Kyi 70 rumah sakit di Myanmar stop beroperasi
Setelah Kudeta Pengungsi Rohingya Semakin Takut ke Myanmar
Pengungsi Myanmar semakin takut kembali ke Myanmar setelah kudeta militer karena pengalaman buruk mereka berhadapan dengan militer
Ironi Aung San Suu Kyi Sebagai Pejuang Demokrasi Myanmar
Aung San Suu Kyi, pejuang demokrasi Myanmar, memiliki komunitas global yang mendukungnya ketika dia menjadi tahanan politik belasan tahun
0
Tinjau Lapak Hewan Kurban, Pj Gubernur Banten: Hewan Kurban yang Dijual Dipastikan Sehat
Penjabat (Pj) Gubernur Banten Al Muktabar meninjau secara langsung lapak penjualan hewan kurban milik warga di Kawasan Puspiptek.