Jakarta - Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu'ti meminta seluruh masyarakat untuk waspadai terhadap politikus 'ikan lele' yang akan memperburuk situasi pandemi Covid-19 di Indonesia.
Istilah politikus Ikan Lele merupakan ungkapan yang dipinjamnya dari Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat PP Muhammadiyah Syafi'I Ma'arif yang menunjuk pada mereka yang senang tampil memperkeruh suasana dan mengadu domba.
"Politikus Ikan Lele itu adalah politisi yang semakin keruh airnya maka dia itu semakin menikmati kehidupannya. Sehingga sekarang ini banyak sekali orang yang berusaha memancing di air keruh dan banyak orang yang tidak sekadar memancing di air keruh tapi juga memperkeruh suasana," kata Mu'ti dalam keterangannya yang dikutip dari laman Muhammadiyah, Kamis, 5 Agustus 2021.
Saya kira pandangan-pandangan spekulatif itu tidak dapat kita benarkan tapi itu juga berseliweran di masyarakat sehingga dalam keadaan yang serba sulit seperti sekarang ini ada kelompok-kelompok seperti demikian.
Ia mengatakan bahwa politikus jenis Ikan Lele itu tidak selalu berstatus sebagai pengurus partai politik. Namun, seseorang yang pikirannya selalu mengaitkan berbagai keadaan itu dengan politik, berbagai persoalan dipolitisasi.
Politikus Ikan Lele, kata Mu'ti, yakni mereka yang bersikap partisan dan menggunakan popularitasnya sebagai pendengung atau buzzer. Di setiap kelompok partisan, kata dia, ditengarai ada beberapa orang yang mengambil peran sebagai politisi ikan lele.
Ia menyebutkan salah satunya, banyak di antara mereka yang mengaitkan teori-teori konspirasi bahwa virus corona adalah buatan China.
"Saya kira pandangan-pandangan spekulatif itu tidak dapat kita benarkan tapi itu juga berseliweran di masyarakat sehingga dalam keadaan yang serba sulit seperti sekarang ini ada kelompok-kelompok seperti demikian," ucapnya.
Melihat hal itu, Mu'ti menegaskan Muhammadiyah tidak ingin masyarakat Indonesia terseret arus oleh tindakan tidak bertanggungjawab oleh para politisi ikan lele tersebut.
Ia juga tidak ingin pandemi Covid-19 menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang sakit, baik sakit secara jasmani maupun sakit secara sosial.
"Bangsa yang sakit secara sosial itu adalah bangsa yang masyarakatnya tidak percaya satu dengan yang lainnya. Di mana masyarakatnya saling mencurigai satu dengan yang lainnya dan itu kita juga melihat tanda-tandanya sebagian ada yang berusaha memancing-mancing dan kemudian menumbuhkan rasa saling tidak percaya," ujarnya. []