Jakarta - Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) meminta Wakil Kepala Kepolisian RI (Wakapolri) Komisaris Jenderal Gatot Eddy Pramono meninjau kembali dampak terkait wacana digandengnya preman pasar menjadi pengawas sekaligus penegak disiplin masyarakat dalam hal penerapan protokol kesehatan Covid-19.
"Menyarankan Polri mempertimbangkan dan menghitung secara cermat dampak dan ekses yang akan muncul jika preman pasar dilibatkan, termasuk dampak psikologis bagi masyarakat secara luas khususnya pedagang di pasar," kata Bamsoet kepada wartawan di Jakarta, Selasa, 15 September 2020.
Menurut Bamsoet, pemahaman publik selama ini bahwa hadirnya preman untuk beberapa kondisi sangat meresahkan dan mengganggu kamtibmas.
Ia meminta Polri sebaiknya menggandeng pimpinan PD Pasar Jaya, tokoh masyarakat dari berbagai kalangan, tokoh agama, tokoh adat, dan tokoh-tokoh organisasi masyarakat untuk mengawasi serta menyosialisasikan protokol kesehatan.
"Guna mendongkrak kedisiplinan masyarakat mengingat peran tokoh-tokoh dinilai lebih efektif dan dibutuhkan di kalangan masyarakat," ucap Bamsoet.
Mantan Ketua DPR ini juga mengatakan agar Polri tetap objektif dan selalu terukur dalam setiap mengambil langkah dan kebijakan untuk melayani serta mengayomi masyarakat.
Namun, Ketua Harian Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Benny J. Mamoto menanggapi berbeda soal gaduhnya efek pernyataan Wakapolri Komisaris Jenderal Gatot Eddy Pramono, yang berencana memberdayakan jeger-jeger pasar untuk membantu pengawasan protokol kesehatan terhadap pengunjung pasar.
Menurut Benny, pernyataan Wakapolri dipelintir atau ditafsirkan sendiri oleh penulisnya. Sepengetahuannya, Gatot Eddy memang bermaksud memberdayakan seluruh elemen masyarakat, termasuk di lingkungan pasar tradisional agar mengajak warga mematuhi protokol kesehatan yang telah ditetapkan pemerintah.
Dia menilai, kepolisian memang memiliki tugas berat untuk menangkal klaster Covid-19 dari pasar tradisional. Maka itu tidak bisa bekerja sendirian, perlu rasanya melibatkan semua komponen. Seperti tokoh masyarakat, tokoh informal, sesepuh, tokoh tertua yang ada di pasar tersebut juga memiliki pengaruh.
Benny menegaskan, hal yang Wakapolri maksud semata bertujuan agar masyarakat mematuhi protokol kesehatan, sehingga mereka terhindar dari virus Covid-19 atau menularkan virus berbahaya itu ke orang lain.
"Masing-masing pasar tradisional memiliki ciri khas sendiri sesuai kearifan lokalnya. Sehingga, pendekatannya pun perlu disesuaikan. Penggunaan istilah preman (oleh si penulis) justru menyesatkan dan menyinggung perasaan orang yang dituju," kata Benny dalam keterangan tertulis yang diterima Tagar, Minggu malam, 13 September 2020. []