Menkominfo: Kebebasan Pers dan Hoax Punya Konsekuensi Hukum

Menkominfo Rudiantara mengatakan kebebasan pers dan penyebaran berita bohong atau hoax di Indonesia sama-sama memiliki konsekuensi hukum sesuai undang-undang.
Wapres Jusuf Kalla (tengah) didampingi Director General UNESCO Irina Bokova (kedua kanan), Menkominfo Rudiantara (kiri), Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo (kedua kiri) dan anggota Dewan Pers Jimmy Silalahi (kanan) memberikan keterangan pers usai membuka World Press Freedom Day 2017 di Jakarta Convention Center, Jakarta, Rabu (3/5). (Foto: Ant/Sigid Kurniawan)

Jakarta, (Tagar 3/5/2017) - Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan kebebasan pers dan penyebaran berita bohong atau hoax di Indonesia sama-sama memiliki konsekuensi hukum sesuai undang-undang.

"Kebebasan pers dijamin UU 40/1999 yang di Indonesia tidak ada PP dan Permennya, artinya tidak ada intervensi pemerintah terhadap landscape pers Indonesia," kata Rudiantara usia pembukaan acara peringatan Hari Kebebasan Pers Se-dunia 2017 di Balai Sidang Jakarta (JCC), Rabu (3/5).

Undang-undang No 40 Tahun 1999 tentang Pers di Indonesia terdiri atas 10 bab dan 21 pasal yang mengatur kerja jurnalistik pers dan media massa, termasuk tentang Dewan Pers sebagai lembaga pengawas.

Sementara terkait hoax, Menkominfo mengatakan pelakunya, baik yang membuat maupun yang menyebarkan melalui media sosial dapat dikenai tuntutan pelanggaran Undang-Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

"Sebetulnya di internet boleh apa saja kecuali yang dilarang sebagaimana pasal 27, 28, 29 UU ITE, seperti hate speech, penipuan, pornografi, perjudian, dan sebagainya," kata dia.

Rudiantara menjelaskan bahwa kebebasan pers tanpa intervensi pemerintah tersebut harus diiringi produk-produk jurnalistik yang sesuai kode etik dan sensor internal yang berpengaruh pada kredibilitas.

Sejalan dengan itu, penggunaan media sosial secara bijak juga sangat diharapkan untuk memberantas hoax, dan Menkominfo mengatakan pihaknya terus mempromosikannya, salah satunya dengan menggandeng Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk sosialisasi di sekolah-sekolah.

"Jadi, jika ada berita yang mengadung unsur yang dilarang UU ITE itu mengacunya pelanggaran UU ITE, bukan kategori produk jurnalis," kata dia. (Fet/Ant)

Berita terkait
0
Ini Alasan Mengapa Pemekaran Provinsi Papua Harus Dilakukan
Mantan Kapolri ini menyebut pemekaran wilayah sebenarnya bukan hal baru di Indonesia.