Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyebut bahwa peningkatan aktivitas konsumsi dan produksi masyarkat mampu menjadi bekal Indonesia dalam memasuki tahun berikutnya.
“Aktivitas konsumsi dan produksi masyarakat yang telah meningkat akan terus menjadi bekal untuk masuk ke Tahun 2022 yang lebih kuat lagi dari sisi pemulihan ekonomi,” ujar Sri Mulyani dalam Keterangan Pers Menteri Keuangan di kanal YouTube Sekretariat Kabinet RI, dilihat, Selasa, 30 November 2021.
Sri mengungkapkan bahwa Purchasing Managers Index (PMI) telah mengalami kenaikan berkat kemampuan Indonesia dalam mengelola virus Delta varian. Bahkan, Consumer Confidence Index Indonesia pun juga kembali pulih dan beberapa indikator pada ekspor-impor dan konsumsi listrik pun tumbuh dengan cukup kuat.
Kita juga terus bersama Bank Indonesia melakukan koordinasi baik dalam menjaga stabilitas ekonomi nilai tukar inflasi maupun dari sisi sustainbilitas pembiayaan kita di masa depan.
“Di sisi lain kita juga harus tetap menjaga terutama stabilitas di pasar keuangan yang saat ini sangat kondusif,” katanya.
Sementara itu, untuk menggencarkan proses pemulihan Indonesia, Sri meminta Indonesia untuk tetap menggunakan APBN sebagai instrument dengan melakukan countercyclical secara terukur.
- Baca Juga: Menkeu: APBN Fokus Capai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
- Baca Juga: Indonesia Presidensi G20 2022, Menkeu: PDB Potensi Naik
“Ini terlihat dari pemulihan ekonomi yang cukup kuat dibandingkan pear group kita, baik di Asean maupun di G20. Di sisi lain, dari sisi defisit APBN kita yang relative kecil, serta level tingkat utang publik terhadap GDP yang juga relatif rendah dibandingkan pear group, baik di G20 maupun di ASEAN 6,” ujar Sri.
Sri menyebut Outlook Indonesia tahun 2021 masih berada di 3,5 – 4 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Angka ini tumbuh, tidak hanya di dukung oleh sisi permintaan saja, namun juga dari sisi produksi yang telah dilakukan.
“Untuk investasi, konsumsi, dan eksport untuk sisi permintaan. Sisi produksi terutama dari sisi manufaktur, perdagangan, dan bahkan sektor pertambangan,” katanya.
Berdasarkan pernyataan Joko Widodo, Sri menyampaikan bahwa Indonesia harus melakukan reformasi struktural untuk mengakselerasi pemulihan ekonomi dan memperkuat fondasi perekonomian Indonesia.
“Kita juga terus bersama Bank Indonesia melakukan koordinasi, baik dalam menjaga stabilitas ekonomi, nilai tukar, inflasi, maupun dari sisi sustainbilitas pembiayaan kita di masa depan,” katanya.
Dengan deficit 4,85 persen dari PDB, Sri menekankan untuk terus menjaga pembiayaan secara hati-hati karena akan terjadi beberapa dinamika global yang harus diwaspadai ke depannya.
“Inflasi tinggi, tapering, dan juga harga komoditas, serta dari sisi perekonomian, baik RRT maupun Amerika kemungkinan akan menghadapi tekanan dengan dinamika ini,” ujar Sri.
- Baca Juga: Pemerintah Bisa Minta Negara Lain Untuk Tagih Pajak WP Indonesia
- Baca Juga: Peningkatan Produksi dan Konsumsi Bekal untuk Pulih di 2022
Di sisi lain, pelelangan Surat Berhaga Negara juga akan dilakukan secara hati-hati dengan menyesuaikan dinamika pasar yang terjadi. Selain itu, untuk memperkuat retail investor Indonesia dan di dalam negeri, Sri menyebut pemerintah akan menggunakan optimalisasi penerbitan SBN ritel.
“Kita akan mengandalkan sumber pembiayaan non utang, seperti saldo kas dari BLU, SAL, dan SiLPA dan tentu kita terus melakukan koordinasi dengan Bank Indonesia dan otoritas terkait,” katanya.
(Eka Cahyani)