Yogyakarta - Delapan tahun yang lalu, tepatnya 31 Agustus 2012, pemerintah bersama DPR RI resmi mengesahkan Undang-undang Nomor 13 tahun 2012 tentang Keistimewaan Yogyakarta. Dalam sewindu Undang-undang Keistimewaan ini, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta sekaligus Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X akan menyapa rakyatnya.
Paniradya Pati Kaistimewaan Aris Eko Nugroho, mengatakan pada peringatan sewindu UUK DIY akan digelar acara bertajuk Sapa Aruh Sultan Hamengku Buwono (HB) X Menyambut Sewindu disahkannya UUK DIY di Bangsal Pagelaran Keraton Yogyakarta pada 31 Agustus 2020 mendatang.
Dia mengatakan, Sapa Aruh merupakan bentuk kehadiran negara pada saat sewindu UUK DIY. Harapannya dengan Sapa Aruh, masyarakat bisa merasakan kehadiran negara. "Besok yang akan menjadi pembicara dalam Sapa Aruh adalah Sri Sultan Hamengku Buwono X," katanya, Jumat, 28 Agustus 2020.
Selain itu juga untuk menegaskan filosofi Keistimewaan yakni Manunggaling Kawulo Gusti, Sawiji, Greget, Sengguh, dan Ora Mingkuh. Manunggaling Kawulo Gusti memiliki arti manusia menyerahkan seluruh hidup untuk Tuhan. Sementara Sawiji (berkonsentrasi), Greget (semangat), Sengguh (percaya diri), dan Ora Mingkuh (berani bertanggung jawab).
"Masyarakat Yogyakarta tidak sendirian dalam menghadapi pandemi Covid-19. Masyarakat tidak sendiri karena ada negara, Sultan, dan kadipaten," kata Aris.
Besok yang akan menjadi pembicara dalam Sapa Aruh adalah Sri Sultan Hamengku Buwono X.
Aris mengatakan, bahwa selama delapan tahun terakhir Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Yogyakarta terus meningkat, indeks demokrasi, serta akuntabilitas. Terkait penggunaan Dana Keistimewaan (Danais) yang mencapai Rp 6,1 triliun, ke depan Danais akan difokuskan untuk kasultanan, kadipaten, kampung, kampus, dan Paniradya Pati Kaistimewaan.
Namun demikian, untuk mewujudkan hal tersebut butuh kerja sama dari semua pihak. "Kami harus berkolaborasi, tidak bisa jalan sendiri," ujarnya.
Dia mengakui, menjelang peringatan sewindu UU Yogyakarta ini masih menyisakan persoalan bagi pemerintah daerah (Pemda) DIY. Persoalan yang dimaksud ialah meningkatkan kesejahteraan warga Yogyakarta. "Kami masih berusaha mengurangi ketimpangan ekonomi antara yang kaya dan miskin," ungkapnya.
Perlu Diukur Secara Statistik
Pengamat Sejarah Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Profesor Suhartono mengungkapkan, delapan tahun setelah disahkannya UU No13/2012 tentang Status Keistimewaan DIY, berbagai pencapaian yang diraih oleh Pemda DIY perlu diukur secara statistik.
Hal yang perlu diukur secara statistik meliputi kenaikan kebutuhan primer, sekunder, dan tersier masyarakat Yogyakarta. Dari tiga pengukuran kebutuhan itu dapat diketahui apakah ada kenaikan yang signifikan atau tidak. "Secara kualitatif bisa diukur dari itu," katanya.
Profesor Suhartono menilai penggunaan Danais sebaiknya digunakan untuk pengembangan serta kesejahteraan masyarakat. Menurutnya, Pemda DIY diimbau untuk menyelesaikan persoalan ketimpangan antara masyarakat yang miskin dan kaya.
Upaya yang bisa dilakukan ialah meningkatkan taraf ekonomi masyarakat dengan penghasilan rendah. "Ekonomi masyarakat kelas bawah perlu dinaikkan. Sementara kebijakan ekonomi yang menguntungkan kelas menengah ke atas dikurangi," jelas dia.
Kala ditanya ihwal penanganan Covid-19 di DIY, katanya, pandemi korona sangat kompleks. Sehingga berimbas pada sektor kesehatan serta ekonomi di Yogyakarta. "Yang penting bagaimanaa penanganan Covid-19 sesuai protokol kesehatan benar-benar dilakukan," kata dia. [] (PEN)