Menghitung Jejak Kaki Singa yang Tersisa di Afrika

Sejumlah peneliti berusaha mencari metode yang tepat untuk menghitung jumlah singa di Afrika secara akurat.
Ilustrasi Singa Afrika. (Foto: Tagar/Pixabay)

Jakarta – Sorot matanya tajam menatap dalam gelap. Kaki depan kanannya terlihat cukup kekar, namun taring dan cakarnya tak terlihat. Tertutup oleh mulutnya yang terkatup. Hanya helai-helai putih kumisnya yang tampak.

Singa muda itu tidak sendirian. Setidaknya ada dua binatang sejenis yang sedang menikmati daging waterbuck (sejenis Antelop besar yang tinggal di sekitar sungai atau savana) hasil buruan mereka malam itu. Suasana itu terekam oleh kamera seorang fotografer, Alexander Braczkowski.

Foto lainnya menunjukkan seekor singa yang sedang berbaring di atas dahan pohon euphorbia di Taman Nasional Queen Elizabeth.

Singa-singa itu adalah singa Afrika, yang saat ini mengalami penurunan populasi yang cukup drastis. Jumlah mereka di Afrika berkurang lebih dari 90 persen dalam kurun 120 tahun. Bahkan dalam waktu seperempat abad, populasi mereka telah menurun sekitar setengahnya.

Jumlah Singa di Afrika

Tapi berapa banyak singa yang tersisa di Afrika saat ini? Jawabannya sangat kabur. Perkiraan yang paling sering dikutip adalah 20 ribu ekor, tetapi banyak peneliti singa yang tidak sepenuhnya nyaman dengan angka tersebut.

“Ini sebagian besar didasarkan pada dugaan daripada sains,” kata Nic Elliot, peneliti singa di Universitas Oxford, seperti dilansir National Geographic, Jumat, 4 September 2020.

Kami hanya tidak tahu ada berapa banyak di Afrika.

Menurutnya, jumlah singa sulit dihitung, sebab kepadatan populasi mereka rendah. Sebagian besar singa aktif pada malam hari, berbaur dengan lingkungan sekitar, dan terkadang bersembunyi dari manusia, terutama di tempat yang sering terjadi perburuan.

Menghitung jumlah singa secara akurat sangat penting. Sebab, konservasi yang efektif sangat membutuhkan perkiraan populasi yang dapat diandalkan. Angka-angka tersebut memberikan gambaran tentang tingkat, urgensi, dan lokasi geografis dari penurunan spesies, dan apa yang mungkin menjadi penyebabnya.

Alexander Braczkowski, seorang peneliti di Laboratorium Konservasi Tangguh Universitas Griffith di Queensland, Australia, mengatakan, untuk dapat menyelesaikan masalah, yang pertama kali harus diketahui adalah tentang adanya masalah itu.

Cerita Singa 2Ilustrasi singa Afrika. (Foto: Tagar/Pixabay)

Sebuah teknik yang relatif baru dapat menemukan tanda peringatan dengan lebih baik dan memperkirakan populasi singa dengan lebih akurat, kata Elliot, Braczkowski, dan ilmuwan lainnya dalam makalah di Frontiers in Ecology and Evolution.

Teknik itu disebut dengan spatially explicit capture-recapture (SECR). Alat ini sudah digunakan secara rutin untuk menghitung spesies kucing besar lainnya.

Braczkowski mengatakan, teknik ini menggunakan observasi lapangan untuk menghasilkan potret rinci dari perkiraan ukuran, kepadatan, dan pola pergerakan suatu populasi.

Selain itu, dengan teknik tersebut memungkinkan para ilmuwan untuk melacak lintasan populasi singa dalam tingkat detail yang seringkali tidak mungkin dilakukan dengan metode yang lebih lama.

Namun, teknik ini dikritisi oleh peneliti lain, yang berpendapat bahwa pendekatan dalam teknik tersebut lambat untuk bisa dipahami oleh para peneliti singa.

Cara itu, kata mereka lebih memakan waktu dan hanya berfungsi dengan populasi singa yang berbeda yang dapat difoto.

Tetapi, Baczkowski, Elliot, dan rekannya yang terlibat dalam makalah mempunyai pendapat lain. Menurut mereka, tidak menggunakan SECR sama dengan melewatkan kesempatan.

Metode yang lebih tradisional disebut sering kali dapat menghasilkan tren palsu dalam dinamika populasi singa, yang dapat menyesatkan investasi konservasi.

Menghitung Jejak Kaki

Pada tahun 1970-an dan 1980-an, para peneliti sering kali memancing singa dengan umpan, kemudian menusuk dan menandainya dengan setrika panas, sebagai tanda bahwa mereka telah dihitung dan untuk memudahkan pelacakan di masa mendatang.

"Teknik ini masih tetap menjadi salah satu yang terbaik untuk mensurvei area yang relatif terbatas, tetapi di zaman sekarang ini, hal itu akan cenderung disukai," kata Paul Funston, yang memimpin penelitian singa untuk Panthera, sebuah konservasi kucing liar global organisasi.

Dia menambahkan, saat ini cara yang lebih umum adalah dengan memancing mereka menggunakan suara spesies mangsanya melalui pengeras suara. Setelah itu para peneliti tinggal mencatat jumlah singa yang datang akibat suara itu. Cara kedua adalah dengan menghitung jejak singa.

Kedua teknik murah ini dapat digunakan di area yang luas, tetapi "sangat tidak tepat", kata Andrew Loveridge, pakar singa di Unit Penelitian Konservasi Margasatwa Oxford.

“Kedua metode tersebut menimbulkan kekurangan metodologis yang serius dan secara statistik cukup lemah,” kata Elliot.

Dengan cara itu, tidak menutup kemungkinan bahwa seekor singa terdata lebih dari satu kali.

Tetapi Frans Radloff, seorang ahli ekologi di Universitas Teknologi Cape Peninsula di Afrika Selatan, mempertahankan penggunaan cara itu dalam keadaan tertentu, seperti halnya yang dilakukan Funston.

Cerita Singa 3Ilustrasi singa Afrika. (Foto: Tagar/Pixabay)

Radloff berpendapat, jika dilakukan dengan benar, misalnya di daerah yang banyak ditemukan jejak singa, mereka dapat memberikan perkiraan yang masuk akal tentang jumlah singa.

Elliot dan Braczkowski berpendapat bahwa SECR lebih baik karena lebih tepat, tidak terlalu rentan terhadap perkiraan berlebihan atau kurang, dan memungkinkan para ilmuwan untuk membangun gambaran yang berubah-ubah dari suatu populasi.

Namun, kata Braczkowski, agar dapat bekerja dengan baik, para ilmuwan membutuhkan cara untuk mengenali setiap hewan.

Pada harimau, misalnya, lanjut Braczkowsi masing-masing memiliki pola garis yang unik, memungkinkan peneliti untuk lebih mudah membedakannya. Tetapi pada singa, peneliti memotret masing-masing singa dan mempelajari bentuk fisik mereka untuk mencari tanda yang khas.

SECR telah beberapa kali sukses saat digunakan untuk menghitung sing. Misalnya, saat Braczkowski bekerja sama dengan Musta Nsubuga, ahli biologi dari Wildlife Conservation Society, dan lainnya untuk memperkirakan jumlah singa di Area Konservasi Queen Elizabeth di Uganda. 2017 dan 2018. Selama tiga bulan mereka berkendara hampir 5.000 mil di seluruh area, mengambil foto wajah singa.

Dengan catatan ilmiah dari lokasi setiap individu pada waktu tertentu, SECR memungkinkan mereka untuk menentukan populasi secara keseluruhan.

Penelitian memberikan informasi baru tentang jangkauan singa. Singa jantan, misalnya, sekarang berkeliaran di wilayah yang luasnya lima kali lebih besar daripada yang mereka lakukan satu dekade sebelumnya. Kemungkinan karena mereka perlu melakukan perjalanan lebih jauh untuk mencari makanan.

“Jumlah hewan mangsa telah menurun sebagai akibat dari peningkatan penjerat hewan buruan di daerah tersebut”, kata Braczkowski. Hasil itu kemungkinan besar tidak akan bisa diperoleh dengan teknik yang lebih lama, lanjutnya.

Sementara, beberapa peneliti mengatakan bahwa teknik tradisional masih bisa berguna jika dilaksanakan dengan benar, dan teknik yang lebih baru tidak sesuai di semua tempat. Namun diakui bahwa SECR merupakan cara termudah jika singa-singa itu dapat didekati dengan kamera atau difoto menggunakan perangkap kamera.

“Ini bukan masalah satu sepatu untuk semua. Singa tidak dapat dihitung dengan cara yang sama di seluruh Afrika karena setiap area unik, ”kata Radloff.

“Satu-satunya cara untuk memperkirakan jumlah singa yang tersisa di Afrika adalah dengan menggunakan semua teknik yang valid secara ilmiah.”

Mengenai jumlah total populasi singa, para peneliti akhirnya menyetujui bahwa mengetahui pertumbuhan atau pengurangan populasi singa lebih penting daripada menghitung jumlah singa dengan sangat akurat.

“Mengenai pertanyaan Anda tentang berapa banyak singa yang tersisa di Afrika, saya dapat menyimpulkan bahwa jumlahnya tidak cukup,” kata Radloff. []

Berita terkait
Kembalinya Sarang Penyu di Pesisir Pantai Koh Samui
Ratusan bayi penyu muncul di kawasan pesisir Pulau Koh Samui, Thailand, sejak pandemi Covid-a9 melanda. Warga setempat juga menemukan sarang.
Pelestarian Budaya di Tempat Suku Batak Bermula
Sejumlah relawan di Kabupaten Samosir mendirikan Rumah Belajar Sianjur Mulamula untuk mengajarkan budaya Batak pada generasi muda.
Pembuat Kasur Kapuk yang Bertahan di Yogyakarta
Cerita tentang seorang produsen sekaligus penjual kasur kapuk yang masih bertahan di antara kasur-kasur busa di Yogyakarta.
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.