Mengapa Kata 'Lonte' Masih Dialamatkan Kepada Perempuan?

Menyambut International Women's Day 2019 .
Bertepatan Hari Perempuan Internasional yang jatuh pada 8 Maret, ratusan massa aksi yang tergabung dalam Panitia International Women Day 2019 Yogyakarta menggelar long march mendesak agar kekerasan fisik dan verbal terhadap perempuan dihapuskan. (Foto: Tagar/Ridwan Anshori)

Yogyakarta, (Tagar 8/3/2019) - Hari Perempuan Internasional tepat dirayakan pada hari ini, 8 Maret. Namun, keberadaan perempuan di Indonesia masih diposisikan rendah. Perempuan masih menjadi korban dari segala macam bentuk diskriminasi, marjinalisasi dengan dilabeli stereotip gender.

Selama 24 jam pemandangan kekerasan verbal seperti berbagai ujaran yang merendahkan perempuan terus berlanjut. "Mengapa kata Lonte terus dialamatkan kepada kami, para perempuan. Itu kosakata yang sangat merendahkan," kata humas aksi International Women's Day 2019 Yogyakarta, Febi, pada Jumat (8/3).

Aksi diikuti ratusan aktivis perempuan dan mahasiswa ini dilakukan dengan long march dari Taman Parkir Abu Bakar Ali menyusuri Jalan Malioboro sampai finis di titik 0 kilometer Yogyakarta.

Menurut Febi, Hari Perempuan Internasional diperingati sebagai bentuk pengakuan dan kesamaan gender. Tapi faktanya, kekerasan fisik dan verbal terus berlanjut.

"Perempuan kerap dilecehkan, dihina dan direndahkan. Pelacur, janda, sudah tidak perawan. Itu adalah kekerasan verbal, sangat menyinggung perasaan perempuan. Kapan perempuan bisa bebas dari kosakota itu," paparnya.

International Women Day 2019Bertepatan Hari Perempuan Internasional yang jatuh pada 8 Maret, ratusan massa aksi yang tergabung dalam Panitia International Women Day 2019 Yogyakarta menggelar long march mendesak agar kekerasan fisik dan verbal terhadap perempuan dihapuskan. (Foto: Tagar/Ridwan Anshori)

Menurut dia, kekerasan seksual terhadap perempuan masih terus terjadi meski itu di lingkungan ilmiah sekali pun. "Kasus Agni (mahasiwi UGM), Anih, Baiq Nuril dan lainnya. Itu adalah potret ketidakadilan terhadap perempuan," tegasnya.

Pada peringatan Hari Perempuan Internasional ini, massa aksi menuntut segera pengesahan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU-PKS). Mereka mengajak semua pihak untuk memperjuangkannya agar kekerasan fisik dan verbal terhadap perempuan bisa dihilangkan.

"RUU itu harus kita perjuangkan oleh massa luas, bukan hanya mengharapkan secara pasif kepada elit politik, apalagi melalui caleg-caleg partai yang mengumbar janji," ujar Aldini, peserta aksi dalam orasinya.

Massa aksi yang tergabung dalam Panitia Bersama International women Day 2019 Yogyakarta ini mendesak segera mengesahkan dua RUU sekaligus. Pertama, penghapusan kekerasan seksual. Kedua, RUU perlindungan pembantu rumah tangga.

"Kami juga meminta agar Peratiran Pemerintah Nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan juga dicabut," kata Dini.

Selain itu, kata dia, massa aksi juga meminta kepada pemerintah menyediakan pendidikan seksual dan kesehatan reproduksi yang komprehensif serta memberi jaminan perlindungan terhadap buruh migran, informal, dan buruh rumahan. "Kaum perempuan berhak mendapatkan upah layak seperti laki-laki," tandasnya.

Baca juga: Kasus Terus Meningkat, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Tak Kunjung Disahkan

Berita terkait
0
Melihat Epiknya Momen Malam HUT DKI Jakarta Lewat Lensa Galaxy S22 Series 5G
Selain hadir ke kegiatan-kegiatan yang termasuk ke dalam agenda perayaan HUT DKI Jakarta, kamu juga bisa merayakannya dengan jalan-jalan.