Menelusuri Jejak Masjid Paling Kuno di Banten

Tidak banyak tahu kapan Masjid Baitul Arsy di Pandeglang dibangun. Tapi masjid yang dianggap keramat ini sering dikunjungi wisatawan luar daerah.
Masjid Baitul Arsy, salah satu masjid tertua yang ada di Banten, sering dikunjungi wisatawan dari luar daerah, Kamis 21 November 2019. (Foto: Moh. Jumri)

Pandeglang - Suasana hujan deras bertabur membasahi rumah-rumah warga yang telah enam bulan lebih dilanda kemarau. Puluhan anak kecil menyambutnya dengan riang. 

Mereka seakan merayakan dengan bermain air hujan di ruas jalan persis di depan rumah masing-maaing. Menengok ke sebelah kiri dan kanan, terlihat pemandangan rumah yang rapat berjejer. Seolah menandakan tata kota yang tak beraturan saat itu.

Hujan siang itu diiringi suara kentongan dan bedug di Kampung Pasir Angin yang berdentum. Pertanda jarum jam menujukkan waktu salat Duhur sudah tiba. 

Anak lelaki yang tak bekerja atau pengunjung yang hanya sekedar lewat, menyempatkan waktu untuk menjalankan kewajibanya. Mereka salat berjama'ah di Masjid Baitul Arsy, begitu nama masjid kuno nan tua.

Terlihat dari ujung kiri ke kanan, laki-laki yang sedang berjama'ah. Suasana dingin menemani puluhan jema'ah di dalam Masjid. Mereka tampak khusuk menjalankannya, tidak terganggu air hujan menetes di lantai masjid meski sudah berusia tua. Tak terlihat genteng-genteng bocor di sana.

Menurut banyak cerita, berkunjung ke Banten, tentu kurang lengkap jika tidak meluangkan waktu mampir ke Masjid Kuno Baitul Arsy. Masjid ini yang berada di Kampung Pasir Angin, Desa Pagerbatu, Kecamatan Majasari, Kabupaten Pandeglang, Banten ini berdiri di tengah-tengah pemukiman rumah warga.

Kesan kuno sangat terasa di masjid tua ini. Tampak dari luar memang bangunan masji tua menerupai rumah panggung tradisional. Lantai bangunan masih beralaskan papan kayu. Bangunan masjid yang terbuat dari kayu tua ini memiliki ukuran 12 x 10 meter dengan lebar 10 meter. Masjid ini masih berdiri kokoh sampai saat ini.

Memasuki area masjid, terlihat empat tiang besar dari kayu tua. Empat tiang ini menjadi penyangga yang sampai saat ini masih berdiri tegak. Di dalam masjid terlihat dua lubang menghadap kiblat, letaknya persis di tengah bangunan. Satu untuk mihrab dan satu untuk mimbar.

Orang tua di sini juga gak mengetahui kapan masjid ini dibuat.

Sementara tiga pintu dari samping kiri dan kanan dengan jendela persegi yang telah ditutup teralis kayu. Pintu di bagian depan pintu masuk berukuran Karang lebih empat meter.

Sementara, melihat ke belakang masjid terdapat sumber mata air yang keluar mengalir tak pernah habis. Banyak warga dari luar Pandeglang setiap pekan datang ke sini. Mereka hanya sekedar ingin tahu lokasi dan keberadaan masjid yang menghadap ke Gunung Karang ini. 

Tetapi tidak jarang mereka juga mengambil air. Ada yang sebagian menyakini air di sana bertuah, mengambilnya untuk berobat kesembuhan keluarganya yang sedang sakit.

samping masjidKondisi bangunan terlihat dari samping, masjid terbuat dari kayu yang kondisinya masih kokoh berdiri, Kamis 21 November 2019. (Foto: Tagar/Moh Jumri)

Fahmi 48 tahun, warga Cikande yang sempat berkunjung ke Masjid Kuno Baitul Arsy bercerita bahwa setiap ke Gunung Karang selalu menyempatkan diri untuk salat berjamaah di masjid ini. Menurutnya berkunjung ke Gunung Karang tanpa menginjakan kaki di Masjid Tua itu serasa tidak lengkap.

Dia mengatakan masjid itu mempunyai sejarah yang panjang terutama di Kampung Pasir Angin. "Kampung pertama di Gunung Karang, yaitu Pasir Angin. Dulu sejarahnya kampung di sini tempat berkumpulnya para syekh dan Sultan Banten," kata Fahmi, Kamis, 21 November 2019.

Fahmi berharap agar bangunan masjid ini tidak diubah modelnya. Alasannya bangunan yang sudah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya di Kampung Pasir Angin banyak menyimpan sejarah terutama masyarakat di Pagerbatu. 

"Harus tetap ditawarin menjadi cagar Budaya, Masjid ini sudah terkenal di Kampung saya. Ini saya mau ke Sumur tujuh juga, lelakunya harus terlebih dulu ke sini," ungkap Fahmi.

Sementara itu, saat ditemui Tagar di Masjid Kuno Baitul Arsy, Bagus Ramadhan 23 tahun mengaku kagum dengan arsitektur bangunan masjid yang sampai sekarang belum diketahui kapan didirikan. Dia menyukai bangunan tradisional terutama mempunyai nilai sejarah.

Konon katanya, masjid ini dulunya sebagai tempat persembunyian warga dari pasukan Belanda. Sejumlah papan kayu di masjid itu terlihat berlubang diyakini bekas tembakan peluru penjajah saat itu. Lobang di papan kayu itu masih ada hingga saat ini.

"Saya senang melihat bangunan yang punya sejarahnya. Apa lagi ini di daerah sendiri. Kalau bisa jangan diubah. harus kita pertahanan adan rawan masjid ini," ungkap Bagus.

Pria berkacamata ini mengatakan masjid yang ada di Pasir Angin ini tidak ada tulisan kapan berdirinya, begitu juga arsip pembuatannya juga tidak ada termasuk siapa yang meresmikannya. Dia mengaku sudah mengelilingi lingkungan masjid ini, namun tidak menemukan tanda-tanda yang menyebutkan kapan masjid itu dibangun.

"Sudah muter nyari tahun pembuatan, tapi tak ketemu. Orang tua di sini juga gak mengetahui kapan masjid ini dibuat," kata dia.

Peninggalan Syekh Karan

Saat ditemui Tagar di lokasi, salah seorang penjaga Masjid Baitul Asry, Busro 69 tahun mengakui tidak ada yang mengetahui persis kapan bangunan tua ini didirikan. Sejak dia lahir masjid ini sudah lama berdiri.

Menurut Busro, warga di Pasir Angin sendiri tidak ada satu orang pun yang bisa menjelaskan kapan bangunan ini berdiri. "Saya lahir tahun 1949 masjid ini sudah ada. Belum ada yang bisa menjelaskan sampai sekarang kapan masjid ini dibangun," ujar dia.

Busro mengatakan, dari cerita orang tua dahulu, masjid ini merupakan peninggalan dari Syekh Karan yang makam keramatnya berada di Paku Aji. Warga mempercayai Syekh Karan merupakan orang pertama yang ada di Gunung Karang. Syekh Karan dikenal sebagai salah satu ulama besar pada masa Kasultanan.

Dia mengatakan, dari cerita-cerita leluhurnya menyebutkan masjid ini merupakan yang tertua di Banten. Bisa dilihat dari bangunan-bangunan kuno yang ada di sini. 

"Syekh Karan itu leluhur di sini. Jadi warga di Gunung Karang mengetahuinya beliau salah satu tokoh yang menggerakkan masyarakat Banten untuk melawan Belanda," ujarnya sambil menujuk ke arah Kampung Paku Aji.

Busro mengatakan mungkin sejumlah ulama sepuh di Banten mengetahui kapan masjid ini berdiri. Yang jelas para ulama sepuh Banten sering berkunjung ke masjid ini setiap tahunnya. 

"Terkadang datang pada bulan tertentu seperti menjelang Ramadan. Ada juga ulama yang berasal dari luar daerah hanya untuk sekedar salat dan berziarah," ungkapnya.

air masjidSumber mata air yang ada di Masjid Baitul Asry, posisinya persis berada di belakang Masjid, Kamis 21 November 2019. (Foto: Tagar/Moh Jumri)

Busro mengaku ilmunya masih terbatas. Konon katanya, nama masjid ini diambil dari bahasa Arab, Baitul Asry berarti tempat beribadah di puncak. Hal ini tentu sama dengan posisi masjid ini berada. Kampung Pasir Angin, tempat masjid ini berada, posisinya di puncak gunung di antara wilayah lain yang ada di Pandeglang.

Menurut dia, ada sejumlah cerita aneh seputar keberadaan masjid ini. Konon pada 1945 pernah mengalami kejadian di luar nalar. Saat itu warga akan merehab bagian tiang dan papan kayu di dekat tempat duduk imam. Papan kayu akan diganti oleh kayu baru dari hutan. Warga sudah menyiapkan peralatan yang berbahan besi.

Entah ada kekuatan apa, tiba-tiba besi linggis untuk mencungkil papan tersebut tumpul bahkan patah tidak bisa digunakan. Dari kejadian itu, warga meyakini bahwa masjid ini merupakan tempat keramat. Untuk itu keberadaannya harus dilestarikan.

Sementara itu, Syekh Karan yang dipercaya sebagai pendiri masjid ini, makamnya tidak berada di kompleks masjid. Makamnya berjarak kurang lebih satu kilometer dari masjid. 

Saat ini, makam Syekh Karan salah satu dianggap tempat keramat yang sering dikunjungi para peziarah kubur dari berbagai kota. Warga banyak yang melakukan wisata religi di makam Syekh Karan.

"Ada dua makam di sini, Syekh Karan dan Syekh Rako. Dua-duanya ramai dikunjungi oleh peziarah. Tapi di hari-hari tertentu," ungkap Busro.

Pria berusia setengah abad ini mengatakan, Syekh Karan selain dikenal sebagai pendiri masjid, juga dikenal sebagai salah satu pendiri pesantren tertua di Banten. Warga di Pasir Angin meyakini bahwa Syekh Karan merupakan Waliyullah yang memang diutus Allah SWT untuk menyebarkan ajaran Islam pada masa kolonial Belanda.

Menurut dia, dahulu dalam menyebarkan ajaran agama Islam dengan berdakwah kepada para santri maupun warga setempat. Tak hanya itu, lewat kegiatan lain seperti perkawinan dan politik juga memang dianjurkan.

Seiring waktu berjalan, masjid yang dianggap tertua di Banten ini sudah mengalami pengembangan. Bangunan depan masjid ditambah bangunan permanen oleh warga tanpa mengubah bangunan aslinya.

Tampak terlihat papan bertuliskan cagar budaya di depan Masjid yang dipasang oleh Pemerintah Kabupaten Pandeglang melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. []

Baca Juga:

Lihat Foto:


Berita terkait
Cerita di Balik Masjid Megah di Tengah Hutan Gowa
Putra pemilik masjid megah di tengah hutan angkat bicara terkait pembangunan masjid tersebut oleh ayahnya.
Masjid Megah di Hutan Gowa Milik Juragan Kopi
Masjid yang berdiri megah dan mewah berada di tengah hutan di kabupaten Gowa, belakangan diketahui ternyata masjid tersebut milik juragan kopi.
Beredar Video Pria Rusak Fasilitas Masjid di Aceh
Sebuah video seorang pria yang tengah melakukan perusakan di salah satu masjid di Kabupaten Bireuen, Aceh viral di media sosial.
0
Penduduk Asli Pertama Amerika Jadi Bendahara Negara AS
Niat Presiden Joe Biden untuk menunjuk Marilynn “Lynn” Malerba sebagai bendahara negara, yang pertama dalam sejarah Amerika Serikat (AS)