Oleh: Delis Julkarson Hehi
Pada 9 Desember 2020 kemarin, pemilihan umum kepala daerah secara serentak digelar di 270 wilayah di Indonesia. Agenda tersebut dilaksanakan meliputi 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota. Morowali Utara salah satu dari 224 kabupaten yang bersiap menyongsong pemimpinnya. Masyarakat jangan hanya lenyap dalam euphoria pilkada, melainkan harus menyelami dasar pemikiran serta pokok-pokok program prioritas pembangunan daerah yang hendak dijalankan pasang calon (paslon) kepala daerah saat terpilih.
Kehadiran paslon lewat visi dan misi yang jelas, berpihak kepada rakyat, serta terukur layak diberikan kesempatan guna memimpin daerah. Di samping itu, perjalanan historis perjuangan paslon yang pernah mendampingi rakyat di kala susah dengan menyuarakan kesulitan rakyat agar didengar dan ditindaklanjuti oleh pemerintah baik di tingkat daerah maupun nasional, layak untuk dipilih. Dari itu terlihat jelas upaya keberpihakan bagi mereka yang lemah dan terlemahkan.
Merengkuh Pekerjaan Layak
Isu pengangguran selalu menjadi topik menarik, baik dibincangkan oleh masyarakat maupun di dalam ruang debat kandidat pemimpin daerah. Di samping itu indeks pembangunan manusia yang menginterpretasikan capaian dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan ekonomi turut memiliki relasi erat dengan akses terhadap pekerjaan yang layak. Lebih lanjut, indikator yang disajikan oleh Forum Ekonomi Dunia (WEF) menerangkan aspek kesehatan dan pendidikan dasar, pendidikan yang lebih tinggi dan pelatihan bagi pekerja adalah beberapa determinan penyusun global competitiveness index (GCI).
Pendidikan di Morowali Utara belum cukup membanggakan dalam memberikan sumbangan secara nasional atas peningkatkan GCI. Ada 38,68 persen penduduk yang memiliki ijazah Sekolah Menengah Atas (SMA) sederajat, dan 10.77 persen (Susenas, 2019) penduduk tidak memiliki ijazah Sekolah Dasar (SD). Tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan penduduk pada suatu daerah mencerminkan kualitas sumber daya manusia (SDM) daerah tersebut. Jelas bahwa, agenda pembangunan di Morowali Utara mesti banyak difokuskan pada peningkatan dan kemudahan akses pendidikan bagi seluruh warga.
Bila kita lihat data Sakernas (2019) tingkat pengangguran terbuka di Morowali Utara pada tahun 2019 meningkat sebesar 1 persen (y-on-y). Selain karena peningkatan angka pemutusan hubungan kerja, data ini menegaskan ada diskrepansi antara pertumbuhanan investasi di Morowali Utara dengan penyerapan tenaga kerja. Mengapa ini terjadi? Ternyata pendidikan dan kesehatan di Morowali Utara bertumbuh kurang signifikan. Tercatat morbidity indeks masih berada pada level
Dengan merujuk beberapa indikator diatas yang memerlukan perbaikan, seyogianya Morowali Utara bisa berkontribusi dalam pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) poin 8, khususnya indikator 8.6 yaitu mengurangi proporsi usia muda yang tidak bekerja, tidak menempuh pendidikan atau pelatihan.
Lingkungan dan Sumber Pangan
Agenda pembangunan Morawali Utara ke depan mutlak didorong dengan pendekatan inklusif. Tidak menampik aspek kelestarian alam, juga pertumbuhan eknomi. Beranjak ke aspek lingkungan, kasus degradasi kualitas air berujung pada kesulitan masyarakat medapatkan air bersih, fly ash yang mengancam sistem pernapasan warga, merupakan fragmen penyusun wajah lingkungan yang tengah dihadapi.
Jika lama diabaikan, kelak mengancam keberlangsungan hidup warga, pun berdampak terhadap biota perairan, tanaman pangan yang selama ini kerap jadi sumber makanan bagi warga. Nantinya, tata kelola industri yang ramah lingkungan mesti disusun rigid dan aplikatif agar tidak mencemari lingkungan serta mencemaskan warga. Seperti yang dijelaskan oleh Jared Diamond dalam bukunya bertajuk Collapse (2014) telah mengingatkan kita bahwa salah satu faktor yang menyebabkan runtuhnya peradaban yang telah dibangun manusia adalah kerusakan lingkungan. Jangan sampai Morowali Utara berjalanan sempoyongan di antara kerusakan lingkungan yang berjalan cepat dan rehabilitasi lingkungan. Dinamit pemicu kerutuhan harus segera dijinakan melalui kerja pemangunan yang berorientasi pada kelestarian sumber daya dan pertumbuhan ekonomi.
Sektor pertanian, kehutanan dan perikanan sejak tahun 2015 sampai 2018 turut mendominasi penciptaan nilai tambah yang signifikan terhadap Morowali Utara. Kemudian di tahun 2019 disusul oleh sektor pertambangan dan penggalian sebesar 4,284,692 juta rupiah (BPS, 2020). Harmonisasi ke dua sektor unggulan tersebut dalam mendukung pertumbuhan ekonomi perlu diturunkan dalam bentuk program yang jelas.
Peningkatan kapasitas masyarakat, penerapan prinsip smart (sustainable, market oriented, thematic) dalam tata kelola sumber daya, good agriculture practices (GAP) dalam mengorkestrasi potensi sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan layak dijalankan. Petani, nelayan, dan pelaku ekonomi lainnya diarahakan untuk memproduksi produk olahan yang memiliki value added secara ekonomi lebih tinggi bila dibandingkan dengan menjual bahan mentah (raw material).
Kemudian, pengelolaan sumber daya perikanan di Morowali Utara memerlukan keterlibatan multi-sektoral dan multi-pemangku kepentingan untuk dapat diimplementasikan secara optimal. Konsep Sustainable Blue Economy (SBE), sebagai konsep pemanfaatan sumber daya laut untuk pertumbuhan sosial ekonomi yang berfokus pada keberlanjutan laut. Upaya kolaboratif ini diperkuat oleh ketentuan pro-poor, pro-job, dan pro-environment sebagai landasan untuk mencapai pembangunan sektor perikanan yang berkelanjutan di Morowali Utara. Seluruh gagasan segar ini pasti dinantikan untuk terwujud oleh seluruh lapisan masyarakat. Semoga. []
*Delis Julkarson Hehi, Pemerhati Sustainable Development Goals