Melalui Itikaf Meraih Malam Lailatul Qadar

Itikaf adalah salah satu amalan dari sepuluh hari terakhir sebelum Ramadan berakhir guna meraih malam Laitatul Qadar.
Ilustrasi Itikaf. (Foto: islami)

Jakarta - Itikaf adalah salah satu amalan dari sepuluh hari terakhir Ramadan. Sepuluh hari terakhir bulan Ramadan sangatlah istimewa karena adanya malam Lailatul Qodar, yaitu malam yang nilainya lebih baik dari seribu bulan.

Itikaf berasal dari bahasa Arab akafa yang berarti menetap, mengurung diri atau terhalangi. Satu di antara tujuan beritikaf meraih Lailatul Qadar.

Pengertiannya dalam konteks ibadah dalam Islam adalah berdiam diri di dalam masjid dalam rangka untuk mencari keridaan Allah SWT dan bermuhasabah (introspeksi) atas perbuatan-perbuatannya. Orang yang sedang beriktikaf disebut juga mutakif.

Aisyah berkata:

Nabi SAW melakukan itikaf di sepuluh hari terakhir bulan Ramadan sampai beliau meninggal. Kemudian, istri-istrinya yang melakukan itikaf sepeninggal beliau.” (HR Bukhari-Muslim).

Tujuan nabi melakukan itikaf pada sepuluh hari terakhir adalah untuk menghentikan berbagai rutinitas kesibukannya, mengosongkan pikiran, mengasingkan diri demi bermunajat kepada Allah, berdzikir dan berdoa kepada-Nya. 

Itikaf yang disyariatkan ada dua macam, yaitu: itikaf sunat dan wajib.

Itikaf sunat adalah itikaf yang dilakukan secara sukarela semata-mata untuk mendekatkan diri dan mengharapkan ridha Allah SWT seperti itikaf 10 hari terakhir pada bulan Ramadan.

Itikaf wajib adalah itikaf yang dikarenakan bernazar (janji) seperti: "Kalau Allah SWT menyembuhkan penyakitku ini maka aku akan beriktikaf.

Orang yang beritikaf harus memenuhi syarat sebagai berikut

  1. Muslim
  2. Niat
  3. Balig dan berakal
  4. Suci dari hadas (junub), haid dan nifas
  5. Dilakukan di dalam masjid

Rukun itikaf

  1. Niat
  2. Berdiam di masjid (QS. Al Baqarah: 187)

Di sini ada dua pendapat ulama tentang masjid tempat itikaf. Sebagian ulama membolehkan iktikaf di setiap masjid yang digunakan untuk salat berjamaah lima waktu.

Hal itu dalam rangka menghindari seringnya keluar masjid dan untuk menjaga pelaksanaan salat jamaah setiap waktu.

Ulama lain mensyaratkan agar itikaf itu dilaksanakan di masjid yang digunakan untuk membuat salat Jumat sehingga orang yang beriktikaf tidak perlu meninggalkan tempat iktikafnya menuju masjid lain untuk salat Jumat.

Pendapat ini dikuatkan oleh para ulama Syafi'iyah bahwa yang utama yaitu iktikaf di masjid jami', kerana Rasulullah saw itikaf di masjid jami'. Lebih utama di tiga masjid; Masjid al-Haram, Masjid Nabawi dan Masjid Al-Aqsa.

Hal yang boleh bagi mutakif (orang yang beritikaf)

  1. Keluar dari tempat itikaf untuk mengantar istri, sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah saw terhadap istrinya Sofiyah ra. (HR. Riwayat Bukhari dan Muslim).
  2. Menyisir atau mencukur rambut, memotong kuku, membersihkan tubuh dari kotoran dan bau badan.
  3. Keluar untuk keperluan yang harus dipenuhi, seperti membuang air besar dan kecil, makan, minum (jika tidak ada yang mengantarkannya), dan segala sesuatu yang tidak mungkin dilakukan di masjid, tetapi ia harus segera kembali setelah menyelesaikan keperluannya .
  4. Makan, minum, dan tidur di masjid dengan senantiasa menjaga kesucian dan kebersihan masjid.
  5. Menemui tamu di masjid untuk hal-hal yang diperbolehkan dalam agama

Hal-hal yang membatalkan itikaf

  1. Meninggalkan masjid dengan sengaja tanpa keperluan yang dikecualikan walaupun sebentar.
  2. Murtad (keluar dari agama Islam).
  3. Hilangnya akal, karena gila atau mabuk.
  4. Haid atau nifas.
  5. Bersetubuh dengan istri, akan tetapi memegang tanpa syahwat, tidak apa-apa sebagaimana yang dilakukan Nabi dengan istri- istrinya.
  6. Pergi salat Jumat (bagi mereka yang membolehkan itikaf di surau yang tidak digunakan untuk salat Jumat).

Baca juga:

Berita terkait
0
Tinjau Lapak Hewan Kurban, Pj Gubernur Banten: Hewan Kurban yang Dijual Dipastikan Sehat
Penjabat (Pj) Gubernur Banten Al Muktabar meninjau secara langsung lapak penjualan hewan kurban milik warga di Kawasan Puspiptek.