Marsinah Pantas Jadi Pahlawan Nasional

Marsinah pantas menjadi Pahlawan Nasional. Perjuangannya membela si lemah menginspirasi secara nasional.
Warga melintas di depan patung Marsinah di Desa Nglundo, Nganjuk, Jawa Timur, Rabu 1 Mei 2019. Ratusan buruh dari berbagai daerah melakukan ziarah di makam pejuang buruh Marsinah guna memperingati Hari Buruh Internasional. (Foto: Antara/Prasetia Fauzani)

Jakarta - Pakar pendidikan Universitas Gadjah Mada (UGM) Bagas Pujilaksono Widyakanigara menyatakan Marsinah pantas mendapat penghargaan sebagai Pahlawan Nasional.

Bagas menyatakan hal tersebut saat dimintai tanggapan terkait permintaan kalangan aktivis buruh pada peringatan Hari Buruh 1 Mei 2019 yang menyerukan agar Marsinah dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional.

"Marsinah pantas menjadi Pahlawan Nasional. Perjuangannya membela si lemah menginspirasi secara nasional," ujar Bagas dalam keterangan tertulis kepada Tagar, Minggu malam 12 Mei 2019. 

Bagas menjelaskan, walaupun Marsinah tidak turut berjuang merebut kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, Marsinah pantas mendapatkan gelar Pahlawan Nasional.

"Tidak harus berjuang melawan penjajah untuk digelari Pahlawan Nasional," kata Bagas. 

Berkaitan Pahlawan Nasional diatur dalam UU No 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan. 

Pasal 1 angka 4 menjelaskan, pahlawan nasional adalah gelar yang diberikan kepada warga negara Indonesia atau seseorang yang berjuang melawan penjajahan di wilayah yang sekarang menjadi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang gugur atau meninggal dunia demi membela bangsa dan negara.

Atau yang semasa hidupnya melakukan tindakan kepahlawanan atau menghasilkan prestasi dan karya yang luar biasa bagi pembangunan dan kemajuan bangsa dan negara Republik Indonesia.

Pengajuan nama untuk dijadikan pahlawan nasional melalui beberapa tahapan, di antaranya pengajuan dari masyarakat, tingkat kabupaten/kota, hingga provinsi. Dari sana, akan ada sosialisasi terkait nama yang yang diusulkan, sekaligus melakukan kajian lebih lanjut terkait sosok sang kandidat.

Setelah lolos seleksi tingkat provinsi, nama kemudian diajukan ke Kementerian Sosial untuk dilakukan peninjauan ulang. Kemensos akan membentuk tim penilai dan pengkaji untuk memastikan penetapan nama pahlawan tidak menimbulkan kontroversi.

Proses dan tahapan dilakukan dengan ketat oleh pihak independen. Sehingga benar-benar menghasilkan keputusan yang objektif dan tepat.

Marsinah pantas menjadi Pahlawan Nasional. Perjuangannya membela si lemah menginspirasi secara nasional.

Hari BuruhSejarah Hari Buruh di Indonesia

Perjalanan Hidup Marsinah

Marsinah tokoh pergerakan kelas pekerja yang dihormati. Ia ditemukan meninggal secara misterius saat menuntut kenaikan gaji untuk rekan-rekan sejawatnya.

Lahir di Nglundo, Nganjuk, Jawa Timur, 10 April 1969 dan meninggal dunia pada 8 Mei 1993 saat usianya baru 24 tahun, nama Marsinah abadi dalam ingatan kelas pekerja hingga kini.

Anak nomor dua dari tiga bersaudara ini merupakan buah hati pasangan Sumini dan Mastin. Ia ditinggal mati oleh ibunya sejak usia tiga tahun. Marsinah kecil diasuh oleh neneknya, Pu’irah dan tinggal bersama bibinya, Sini, di tanah kelahirannya.

Marsinah mengenyam pendidikan di SD Karangasem 189, Kecamatan Gondang, kemudian melanjutkan ke SMPN 5 Nganjuk. Hidupnya sudah getir sedari muda. Perempuan berambut ikal itu harus berjualan makanan kecil demi membantu perekonomian nenek dan bibinya yang kekurangan.

Marsinah kemudian pindah dan menetap di kota Nganjuk, untuk melanjutkan sekolahnya di SMA Muhammadiyah. Namun, kesulitan ekonomi membuatnya tidak sanggup melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya.

Menyadari kondisi keluarganya yang miskin, membuat Marsinah memutuskan untuk merantau ke kota besar. Setelah mengirimkan sejumlah lamaran ke berbagai perusahaan di Mojokerto, Surabaya dan Gresik, ia akhirnya diterima di pabrik sepatu BATA di Surabaya tahun 1989 dan memulai kehidupannya sebagai buruh.

Kalau melawan langsung dinyatakan PKI. Kami sangat ketakutan dicap sampai sejauh itu.

MarsinahMarsinah pahlawan buruh Indonesia, lahir 10 April 1969, wafat 8 Mei 1993. (Foto: Istimewa)

Setahun bekerja di pabrik sepatu, Marsinah pindah ke pabrik arloji Empat Putra Surya di Rungkut Industri. Kemudian dimutasi ke Sidoarjo lantaran perusahaannya membikin pabrik cabang di sana.

Malapetaka hidup gadis berkulit sawo matang itu bermula pada pertengahan April 1993. Saat itu, Gubernur Jawa Timur mengeluarkan surat edaran berisi imbauan kepada para pengusaha untuk menaikkan upah buruh sebesar 20 persen dari upah pokok.

Sayangnya, PT. Catur Putra Surya (CPS), tempat Marsinah dan ribuan buruh lain bekerja, seolah tak peduli dengan surat edaran tersebut. Buruh yang dibuat resah, kemudian berjejaring dan berkumpul untuk merencanakan pergerakan demi memperjuangkan hak mereka. Marsinah menjadi salah satau buruh yang aktif terlibat menggelorakan aksi, termasuk mencari data-data upah pokok minimum regional ke kantor Depnaker Jawa Timur.

Demonstrasi pecah pada tanggal 3 dan 4 Mei 1993. Mulanya, aksi hanya dilakukan oleh sebagian kecil pekerja demi menuntut kenaikan upah sesuai surat edaran. Peserta aksi kemudian mengajak buruh lain untuk melakukan demo pada keesokan harinya. Hasilnya, mogok total dilakukan pekerja pabrik sembari mengajukan 12 tuntutan.

"Tuntutan kami berikutnya adalah bubarkan SPSI, tapi Depnaker langsung berdiri dan menyatakan, 'ini ciri-ciri dari PKI'. Alasannya, SPSI itu bentukan pemerintah dan legal. Kalau melawan langsung dinyatakan PKI. Kami sangat ketakutan dicap sampai sejauh itu," kata Klowor pemimpin aksi ketika itu.

Klowor mengatakan hal tersebut pada peringatan malam kebudayaan 'Marsinah Menggugat' di pelataran kantor Lembaga Bantuan Hukum Jakarta dilansir VHRMedia.

Usai demonstrasi pada tanggal 5 Mei 1993, sebanyak 13 buruh dipanggil Kodim Sidoarjo. Di sana, mereka dipaksa menandatangani surat pemberhentian atau PHK tanpa alasan jelas. Siksaan fisik dan ancaman dilaporkan menyertai pemaksaan oleh aparat.

Marsinah sejatinya dikenal sebagai pribadi pendiam dan lugu. Namun, di sisi lain ia juga memiliki rasa kesetiakawanan dan solidaritas yang tinggi. Ia pun mendatangi Kodim Sidoarjo untuk mempertanyakan penahanan 13 rekannya, hari itu juga.

Sekitar pukul 10 malam, Marsinah hilang. Tidak satupun rekannya tahu keberadaan perempuan yang ramah dan supel itu. Hingga pada tanggal 9 Mei 1993, ia ditemukan tak bernyawa di pinggiran hutan jati Wilangan.

Dari jasadnya, ditemukan banyak tanda bekas kekerasan. Bahkan tulang duduk dan kemaluannya dilaporkan terkoyak seperti dihajar benda keras. Dari hasil autopsi yang dilakukan Kepala Bagian Forensik RSUD Soetomo Surabaya Prof Dr Haroen Atmodirono ditemukan penyebab kematian Marsinah adalah penyiksaan berat.

Penyelesaian kasus kematian Marsinah mangkrak hingga kini. Status hukum atas tragedi itu juga sumir tanpa kejelasan yang pasti. Kendati demikian, saat ini kasus Marsinah masih terdaftar di organisasi buruh Internasional (ILO) dengan kasus 1713 lainnya.

Atas perjuangannya, Marsinah dianugerahi penghargaan Yap Thiam Hien. []

Baca juga:

Berita terkait