Majelis Hakim Tolak Eksepsi Syafruddin

Majelis hakim tolak eksepsi Syafruddin. "Menyatakan keberatan atau eksepsi tim penasihat hukum terdakwa Syarifuddin Arsyad Tumenggung tidak dapat diterima," kata Ketua Majelis Hakim Yanto.
Sidang kasus BLBI yang melibatkan Syafruddin Arsyad Tumenggung. (Foto: Tagar/Rizkia Sasi)

Jakarta, (Tagar 31/5/2018) - Majelis hakim menolak nota keberatan alias eksepsi yang diajukan terdakwa pemberian surat keterangan lunas (SKL) BLBI yakni Syafruddin Arsyad Tumenggung.

"Menyatakan keberatan atau eksepsi tim penasihat hukum terdakwa Syarifuddin Arsyad Tumenggung tidak dapat diterima," kata Ketua Majelis Hakim Yanto di Pengadilan Negeri, Jakarta Pusat, Kamis (31/5).

Dalam penolakannya, majelis hakim memandang dakwaan jaksa penuntut umum yang diterbitkan 2 Mei 2018 telah memenuhi syarat formil dan syarat materil.

Adapun dakwaan tersebut, menurut majelis hakim, telah dibuat berdasarkan pasal 143 ayat 2 dan 3 huruf a dan b KUHAP dan sah dijadikan sebagai dasar pemeriksaan. Majelis pun menyatakan berwenang untuk mengadili perkara Syarifuddin untuk menangani perkara.

Karena eksepsi ditolak kasus penerbitan BLBI untuk pemegang saham Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) ini pun dilanjutkan dengan agenda pembuktian.

Hakim Yanto menambahkan sidang dengan agenda pemeriksaan saksi fakta dari kubu jaksa dilanjutkan pada Rabu (6/5) depan dengan jumlah saksi setidaknya empat orang.

"Sidang dilanjutkan kembali Rabu (6/5/2018) dengan agenda pemeriksaan saksi. Rabu nanti saksinya 3-4 saja ya," singkat Yanto.

Atas ditolaknya eksepsi, di akhir persidangan, Syafruddin menyatakan menghormati dan siap menghadapi sidang pada minggu depan.

"Saya menghormati keputusan sidang ini," ungkap Syafruddin.
Dalam kasus ini, Syafruddin telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi penerbitan SKL BLBI pada 25 April 2017. Syafruddin selaku kepala BPPN mengeluarkan surat keterangan lunas kepada pemegang saham pengendali BDNI tahun 2004.

Pada pendataan pengembalian obligor BLBI, dia menetapkan Rp 1,1 triliun yang wajib ditagihkan kepada obligor. Syafruddin kadung mengeluarkan surat kewajiban pemegang saham atau surat keterangan lunas, padahal masih ada Rp 3,7 triliun yang harus ditagih.

Atas perbuatan tersebut, Syafruddin didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana. (sas)

Berita terkait
0
Hasil Pertemuan AHY dan Surya Paloh di Nasdem Tower
AHY atau Agus Harimurti Yudhoyono mengaku sudah tiga kali ke Nasdem Tower kantor Surya Paloh. Kesepakatan apa dicapai di pertemuan ketiga mereka.