Mahfud MD: Yang Bilang Teror Rekayasa, Mereka Sama Biadabnya dengan Teroris

Mahfud MD mengecam pihak yang menyebut teror rekayasa sama biadabnya dengan teroris. Ia juga mengecam berlarutnya revisi UU Anti Terorisme.
Dewan Pengarah Badan Pembinaan Idiologi Pancasila Mahfud MD. (Foto: Istimewa)

Jakarta, (Tagar 14/5/2018) - Dewan  Pengarah Badan Pembinaan Idiologi Pancasila Mahfud MD mengecam pihak-pihak, netizen atau siapa pun yang menyebut teror adalah rekayasa.

"Sama biadabnya dengan teroris, mereka yang mengatakan teror-teror yang terjadi di Depok, Surabaya, dan Sidoarjo merupakan rekayasa aparat. Mereka tak berempati sama sekali, berhati serigala," tulis Mahfud di akun Twitter pribadinya, Senin (14/5) pagi.

Ia juga mengecam pembahasan revisi Undang-undang Anti Terorisme yang berlarut-larut hingga setahun berlalu tak kunjung selesai.

"Politisi tak boleh menghalang-halangi pengesahan UU Anti Terorisme dengan 'seakan-akan' membela hak asasi manusia. RUU itu sudah setahun lebih dibahas, mestinya semuanya sudah dibicarakan secara komprehensif. Mengesahkan UU Anti Terorisme berarti melindungi hak asasi rakyat dan keselamatan negara," tulis Mahfud.

"Menghalangi pengesahan UU Anti Terorisme dengan alasan untuk melindungi hak asasi manusia orang yang menjadi teroris sebenarnya sama dengan membiarkan hak asasi manusia yang lebih besar (rakyat) untuk dilanggar oleh teroris-teroris biadab," lanjutnya di akun Twitter pribadinya itu.

Sebelumnya di RS Bhayangkara Surabaya, Minggu (13/5) sore, Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan bahwa UU No. 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme ibarat rantai yang mengikat kaki dan tangannya. 

Kapolri Tito tahu ada sel-sel teroris tidur, artinya teroris yang belum melakukan aksi tindak pidana.

Ia mengatakan, Polri ingin memberantas sel-sel teroris yang belum melakukan tindak pidana, tapi terganjal UU No. 15 tahun 2003 yang mengatakan bahwa penindakan tidak bisa dilakukan kalau mereka (orang-orang dalam jaringan sel teroris tidur) belum melakukan aksi tindak pidana.

Revisi UU No. 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana sudah lama diusulkan, tapi kenyataannya prosesnya memakan waktu terlalu lama, hingga satu tahun berlalu belum selesai juga, padahal keadaan sudah sangat mendesak.

"Bila proses revisi terlalu lama, kami mohon Presiden mengajukan Perppu (UU Terorisme)," ujar Tito di RS Bhayangkara Surabaya, Minggu (13/5) sore.

Mahfud MD, Senin (14/5) mengatakan bahwa Presiden bisa membuat Perppu, sementara UU Anti Terorisme belum disahkan. (af)

Berita terkait
0
Sekjen PBB Ingatkan Risiko Nyata Kelaparan Akut Tahun Ini
Tahun 2023 bisa lebih buruk lagi, ini disampaikan Sekjen PBB dalam konferensi internasional tentang ketahanan pangan global di Berlin