Jakarta - Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud Md menyinggung, jika ada kepala daerah yang terpilih saat Pilkada terbukti dibiayai cukong atau penyandang dana, maka ke depan berpotensi melahirkan korupsi kebijakan.
Dia menilai hal ini dampaknya lebih berbahaya ketimbang korupsi, bahkan lebih gawat dari virus corona atau Covid-19, karena akan membuat kebijakan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Bahkan lebih banyak cukong-nya ketimbang calon.
"Korupsi kebijakan ini lebih berbahaya dari korupsi biasa karena sifatnya berlanjut. Kalau korupsi biasa hanya sekali, ada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) lalu dikorupsi, dihukum lalu selesai. Kalau kebijakan tidak seperti itu," ujar Mahfud saat berdiskusi secara daring di Padang, Kamis, 17 September 2020.
Baca juga: Ngotot Formula E, Anies Baswedan Dicap Boneka Cukong
Saat ditanyai lebih jauh apakah terdapat bukti kepala daerah yang dibiayai cukong bakal terlibat tindak pidana korupsi atau Tipikor, Mahfud menegaskan buktinya sudah banyak.
Dia lalu mencontohkan kepala daerah yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang kini mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.
"Banyak tuh yang hasil operasi tangkap tangan oleh KPK datanya lengkap di sana," ucapnya.
Baca juga: Pimpin IKN, Said Didu Curiga Ahok Bayar Utang Cukong
Menurut dia, hal itu juga terkonfirmasi oleh hakim peradilan pilkada saat ia menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), karena terungkap fakta bahwa hampir semua yang terlibat dalam pilkada kemudian berperkara mengatakan mereka dibiayai cukong.
Kemudian Mahfud merujuk terhadap data KPK, yang menyebut sebanyak 82 persen calon kepala daerah yang ikut pilkada dibiayai oleh cukong.
"Cukong itu dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) artinya adalah orang yang membiayai orang lain, bahkan lebih banyak cukong-nya ketimbang calon," kata Menkopolhukam Mahfud Md. []