Medan - Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Medan atau disebut Grammer melakukan aksi damai, di Jalan Pulau Pinang, Kecamatan Medan Barat, Sumatera Utara, Minggu 29 September 2019.
Aksi mereka meminta agar Rancangan Undang Undang (RUU) KUHP yang salah satu pasalnya, yakni Pasal 432 tentang bergelandangan agar tidak disahkan. Negara Republik Indonesia sejauh ini tak pernah memberikan jaminan hidup kepada gelandangan.
"Ada banyak pasal dalam RUU KUHP yang masih tidak berpihak kepada rakyat, di antaranya tentang gelandangan. Itu yang saya tidak sepakat. Karena menurut saya itu ngawur," kata koordinator aksi Grammer, Santi Marsalena.
Menurut dia, bagaimana jika seorang gelandangan yang tidak punya tempat tinggal atau rumah, lalu ditangkap, dipenjara dua bulan dan denda Rp 1 juta.
Sebab cara seperti ini jarang sekali dilakukan, kita tidak mengganggu ketertiban masyarakat, tidak mengganggu lalu lintas
"Itu saya rasa aneh, karena negara kita juga tidak ada jaminan hidup untuk rakyat. Kecuali jika ada jaminan dari negara kepada rakyat dari lahir sampai mati, dibiayai negara, minimal Rp 2 juta per bulan. Barulah kita sepakat. Tapi ini tidak ada jaminan hidup. Sudah tidak ada jaminan, masih dihukum sejatuh-jatuhnya, itu yang kami tidak sepakat," tandas Santi.
Dalam aksinya, Grammer yang kebanyakan mahasiswa dari Kota Medan ini melakukannya lewat seni, menampilkan nyanyian yang sifatnya mengkritik dan membangun.
Di situ massa juga membawa spanduk bertuliskan 'Dewan Penipu Rakyat', kemudian mereka juga menyebut bahwa 'KPK Padam Tikus Berkeliaran', lalu 'Hutan Dibakar KPK yang Dipadamkan'.
Sekretaris Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kota Medan Yunan Habibie ikut dalam aksi, mengapresiasi aksi lewat tampilan seni.
"Sebab cara seperti ini jarang sekali dilakukan, kita tidak mengganggu ketertiban masyarakat, tidak mengganggu lalu lintas, tidak membuat kerusakan, di balik kegiatan ada hobi yang disalurkan," kata Yunan.[]