Laporan Khusus: Selamat Datang Kebiri Kimia

Keluar sudah peraturan tentang kebiri kimia untuk pelaku kejahatan seksual terhadap anak. Akan disuntikkan zat yang meloyokan kelamin.
Laporan Khusus/Selamat Datang Kebiri Kimia

Jakarta - Bayangkan Anda mengalami hal mengerikan ini. Cairan antiandrogen disuntikkan ke tubuh Anda. Lalu, sesaat ia segera menjalankan tugasnya, menurunkan hormon testosteron di tubuh Anda. Kemudian inilah yang akan terjadi: keinginan untuk berhubungan seks meredup, lenyap, ukuran testis Anda menjadi kecil, yang sekaligus membuat alat kelamin sulit ereksi.

Itu saja? Tidak. “Nikmati” dampak lainnya. Rambut Anda sedikit demi sedikit rontok, mood berubah-ubah, dan Anda akan menjadi gampang lupa. Menyedihkan sekaligus tentu membuat sengsara jika beberapa hari atau pekan sebelumnya Anda orang yang sehat walafiat.

Demikianlah kerja kebiri kimia. Dan kebiri kimia inilah yang akan ditimpakan kepada para pelaku kejahatan seksual setelah pengadilan menetapkan hukuman tetap dan memerintahkan pelaksanaan hukuman kebiri tersebut. Tenaga medis akan melakukan tugas mereka dengan pengawasan jaksa sebagai pihak eksekutor putusan pengadilan.

Kamis, 7 Januari lalu Peraturan Pemerintah yang mengatur soal kebiri kimia itu diteken Presiden Joko Widodo. Nama lengkap PP No 70 tahun 2020 itu, “Tata Cara Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Pelaku Kekerasan Seksual.” Peraturan itu, kata Kepala Staf Kepresiden Moeldoko, merupakan upaya Pemerintah merespon kegelisahan publik. “”PP yang mengatur kebiri ini memberikan kepastian dan langkah lebih konkret terhadap kasus kekerasan seksual terhadap anak,” kata Moeldoko.

Sebelum Indonesia, telah banyak negara di belahan dunia menerapkan hukuman semacam ini. Negara-negara itu, antara lain, Amerika Serikat, Rusia, Polandia, Pakistan, dan Korea Selatan. Inggris terhitung negeri dalam jajaran awal yang menerapkan hukuman ini, yakni sejak 1950. Ada pun Korea Selatan negeri pertama di Asia yang memberlakukan hukuman kebiri. Pakistan terhitung, seperti Indonesia, juga baru, yakni sejak Desember 2020 saat Presiden Pakistan Arif Alvi pada 15 Desember 2020 negeri itu menyetujui UU antiperkosaan baru yang mencantumkan hukuman kebiri kimia untuk terpidana pemerkosa,

PP Kebiri ini merupakan “turunan” dari pasal 81 ayat 7 UU Perlindungan Anak yang direvisi pada 2016 -dengan memasukan adanya hukuman kebiri itu. Tujuannya, untuk mengatasi kekerasan seksual terhadap anak, memberi efek jera terhadap pelaku, dan mencegah terjadinya kekerasan seksual terhadap anak.

Dalam catatan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, sepanjang 1 Januari hingga Juni 2020 saja telah terjadi hampir 2.000 kasus kekerasan seksual terhadap anak.

Definisi pelaku kekerasan seksual dalam PP ini, “Pelaku tindak pidana persetubuhan kepada anak dengan kekerasan atau ancaman kekerasan seksual memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain dan pelaku tindak pidana perbuatan cabul kepada anak dengan kekerasan atau ancaman kekerasan seksual, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.”

Dengan adanya PP, maka penegak hukum kini punya dasar hukum melaksanakan hukuman kebiri kepada mereka yang mendapat vonis hukuman itu. Tapi ada kekecualian untuk ini, yakni, jika pelakunya di bawah umur, 18 tahun ke bawah, ia tak akan terkena hukuman kebiri. Aturan itu tertuang pada Pasal 4 PP No.70 Tahun 2020, “Pelaku anak tidak dapat dikenakan tindakan kebiri Kimia dan tindakan pemasangan alat pendeteksi elektronik."

Infografis: Hukuman Kebiri Kimia di Berbagai Belahan Negara

Negara mana saja yang memperlakukan hukuman kebiri kimia. (Infografis: Tagar/Regita Setiawan P)


Penjatuhan hukuman kebiri ini pun melalui sejumlah proses yang terhitung cukup panjang. Yakni sebelumnya harus berdasar putusan pengadilan yang berkekuatan tetap. Lalu, setelah ada kesimpulan penilaian klinis yang menyatakan pelakunya layak dikebiri. Dalam pelaksanaan kebiri itu -yang pelaksanaannya harus dilakukan di rumah sakit milik pemerintah-- mesti dihadiri jaksa, perwakilan dari Kementerian Hukum, Kementerian Sosial, dan Kementerian Kesehatan. Eksekutor yang menyuntikan zat yang akan melumpuhkan “senjata” sang terhukum dokter yang ditunjuk dan memiliki keahlian untuk itu.

Itu untuk kebiri. Ada pun jika putusan pengadilan menetapkan pemberian pendeteksi elekronik bagi pelaku kejahatan seksual, maka pada salah satu bagian tubuh pelaku, misalnya tangan, akan diikatkatkan gelang elektronik yang akan memberikan “signal” di mana posisi atau keberadaan pelaku. Adanya “gelang” ini saja tentu saja sudah membuat sang pelaku “tersingkir” dari pergaulan masyarakat.

Keluarnya “PP Kebiri” ini disambut lega Komisi Perlindungan Anak Indonesia. “Peratuan itu akan memberi kepastian hukum implementasi kebiri kimia yang diamandatkan UU No. 17 tahun 2016 tentang Perlindungan Anak,” kata Komisioner KPAI, Retni Listyarti. Kendati demikian, Retno menyatakan tindakan kebiri kimia tidak akan efektif jika motif pelaku kejahatan karena faktir psikhologis, bukan lantaran dorongan libido atay hormon tubuhnya.

***

Pelaku kejahatan seksual di Indonesia yang pertama kali mendapat hukuman kebiri kimia adalah Muhammad Aris bin Syukur. Pada 18 Juli 2018 Pengadilan Tinggi Jawa Timur menguatkan putusan Pengadilan Negeri Mojokerto pada 2 Mei 2019 yang memvonis Aris 12 tahun penjara. Aris terbukti melakukan kejahatan seksual terhadap sembilan anak selama rentang waktu dua tahun.

Hukuman ini lebih ringan ketimbang tuntutan jaksa yang menuntut Aris penjara 17 tahun. Tapi, yang menarik, Pengadilan Negeri menambahkan hukuman yang selama ini belum pernah terjadi: kebiri kimia. Hukuman kebiri ini juga dikuatkan Pengadilan Tinggi - hukuman yang mengacu UU Perlindungan anak Pasal 81. Dengan adanya PP baru ini, maka, Aris bisa adalah orang pertama yang bakal menjalani hukuman kebiri kimia - diluar hukuman pidana itu.

Kekerasan seksual terhadap anak di Indonesia terbilang tinggi. Dalam catatan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, sepanjang 1 Januari hingga Juni 2020 saja telah terjadi hampir 2.000 kasus kekerasan seksual terhadap anak. Kasus terakhir yang memprihatinkan menimpa seorang remaja perempuan di Deli Serdang. Selama dua tahun sejak kelas V SD ia mendapat kekerasan seksual dari kakak dan ayahnya. Ditangkap polisi, Kamis pekan lalu, di kediamannya, kedua orang itu kini mendekam di tahanan Polres Deli Serdang.

Salah satu kasus kejahatan seksual paling menghebohkan terjadi pada 1996. Pelakunya Siswanto atau yang dikenal dengan nama “Robot Gedek.” Pria pengangguran ini ditangkap karena menyodomi tak kurang sepuluh anak. Pengadilan memvonis hukuman mati untuk Siswanto dan ia “dibuang” ke Nusakambangan. Gedek meninggal pada Maret 2007 di RS Cilacap karena sakit.

Kendati mendapat apresiasi banyak pihak, PP Kebiri ini juga mendapat kritik keras dari ICJR -Institute for Criminal and Justice Reform, lembaga yang antara lain mengkaji masalah-masalah pidana. Erasmus Napitupulu, direktur eksekutif ICJR menunjuk PP itu lebih bersifat populis. Erasmus menegaskan sampai saat ini komitmen Pemerintah untuk penanganan korban masih minim, bahkan cenderung mundur.

Menurut Erasmus PP Kebiri itu memuat banyak permasalahaan karena tidak detail. Misalnya, bagaimana mekanisme pengawasan, pelaksanaan, hingga pendanaan. “Sampai detik ini efektivitas keburu kimia dengan penekanan angka kekerasan seksual juga belum terbukti,” ujarnya.

Kritik sama dilontarkan Komisi Nasional Perempuan. Sehari setelah munculnya pengumuman resmi Pemerintah perihal keluarnya PP itu, Komnas mengeluarkan press release, menyatakan hukuman kebiri kimia itu mengalihkan perhatian dari persoalan laten dan kronis yang ada dalam upaya penghapusan kekerasan seksual, termasuk pada anak. Komisi ini mencatat kekerasan terhadap anak perempuan, berbentuk kekerasan seksual mengalami lonjakan 65% pada 2019 dibanding 2018. Pada 2018 terdapat 1.417 kasus sedang 2019 naik menjadi 2.341 kasus.

Suara paling keras muncul dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Menurut Komnas, hukuman kebiri kimia ini tidak sesuai prinsip HAM.”Komnas HAM berpendapat penghukuman kebiri kimia bentuk penyiksaan yang tak sesuai prinsip HAM,” ujar Sandra Moniaga, salah satu komisioner Komnas HAM. []

Berita terkait
Ayah dan Abang Pelaku Cabul di Sumut Terancam Kebiri
Ayah dan anak warga Kabupaten Deli Serdang, Sumut, yang merupakan pelaku cabul, selain hukuman pidana, juga terancam hukuman kebiri.
PM Pakistan Dukung Hukuman Kebiri Bagi Pelaku Pemerkosaan
PM Pakistan, Imran Khan, dilaporkan telah menyetujui prinsip dasar UU baru tentang pengebirian dan hukuman gantung terhadap pemerkosa
Kak Seto Minta Pemerintah Setujui Hukum Kebiri
Ketua LPAI Seto Mulyadi meminta pemerintah segera memutuskan tindakan hukum kebiri. Mengingat banyaknya kejadian kekerasan seksual terhadap anak.
0
Tinjau Lapak Hewan Kurban, Pj Gubernur Banten: Hewan Kurban yang Dijual Dipastikan Sehat
Penjabat (Pj) Gubernur Banten Al Muktabar meninjau secara langsung lapak penjualan hewan kurban milik warga di Kawasan Puspiptek.