Laporan HAM Deparlu Amerika Serikat Terbaru

Laporan tahunan Deparlu AS soroti pelanggaran HAM di Rusia, China, Iran, Venezuela, Mesir dan negara-negara otoriter lainnya
Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, berbicara tentang situasi Rusia dan Ukraina dalam konferensi pers di Washington, 26 Januri 2022 (Foto: voaindonesia.com - Pool via AP/Brendan Smialowski)

TAGAR.id, Washington DC, AS – Laporan tahunan Departemen Luar Negeri (Deparlu) Amerika Serikat (AS) menyoroti kekhawatiran tentang berlanjutnya pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Rusia, China, Iran, Venezuela, Mesir dan negara-negara otoriter lainnya, serta dampak pandemi virus corona terhadap praktik HAM di seluruh dunia.

Dokumentasi laporan tahunan itu juga menggarisbawahi kasus-kasus represi transnasional yang mengkhawatirkan, di mana pemerintah beberapa negara melintasi batas wilayah negara mereka untuk melecehkan, mengintimidasi atau membunuh orang-orang yang dianggap membangkang.

Pada Selasa, 12 April 2022, Menteri Luar Negeri (Menlu) AS, Antony Blinken, mengungkap laporan itu dengan pandangan suram. “Kemunduran (penghormatan hak asasi manusia), sayangnya, terus berlanjut,” ujar Blinken, merujuk pada “perang brutal” Rusia di Ukraina.

“Kita lihat apa yang ditinggalkan gelombang surut ini – mayat-mayat, tangan-tangan yang diikat, ditinggalkan di jalanan; gedung teater, stasiun kereta, gedung apartemen berubah menjadi puing-puing bersama warga sipil di dalamnya,” kata diplomat utama AS itu, seiring berlanjutnya tindak kekejaman skala besar dan sistematis oleh Rusia di Ukraina.

Terkait Rusia, laporan HAM Departemen Luar Negeri AS tahun 2021 menggarisbawahi kekerasan dan pemenjaraan terhadap kritikus Kremlin. Pekan ini, salah satu penentang utama Presiden Rusia Vladimir Putin sekaligus pengkritik keputusan Putin menginvasi Ukraina, Vladimir Kara-Murza, ditangkap dan ditahan di Moskow.

Alexei NavalnyAlexei Navalny turut serta dalam demonstrasi memperingati lima tahun sejak pembunuhan terhadap politisi oposisi Rusia Boris Nemtsov terjadi di Moskow, Rusia pada 29 February 2020 (Foto: voaindonesia.com - Reuters/Shamil Zhumatov)

Lainnya, termasuk Alexei Navalny yang telah diracuni dan dipenjara, menjadi contoh perampasan hidup secara sewenang-wenang oleh Rusia dan contoh pembalasan bermotif politik terhadap individu di dalam dan luar negeri.

“Berbagai pemerintahan memenjarakan lebih banyak kritikus mereka di dalam negeri. Sekarang, ada lebih dari satu juta tahanan politik yang ditahan di lebih dari 65 negara,” ungkap Blinken.

“Kami mendesak Rusia untuk menghentikan penyalahgunaan undang-undang represif” untuk menarget warganya sendiri, pengunjuk rasa damai, serta orang-orang yang memperjuangkan hak-hak universal mereka, kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price dalam konferensi pers pada Selasa, 12 April 2022.

Bahkan sebelum invasi Rusia, Departemen Luar Negeri AS mengatakan bahwa pendudukan dan pencaplokan Semenanjung Krimea, Ukraina oleh Rusia pada tahun 2014 telah menimbulkan dampak negatif yang signifikan terhadap kondisi HAM.

“Pemerintah Rusia terus mempersenjatai, melatih, memimpin dan berperang bersama pasukan separatis pimpinan Rusia di Ukraina timur. Pihak berwenang mereka juga melakukan penangkapan, penahanan dan pengadilan bermotif politik terhadap warga Ukraina di Rusia, di mana banyak di antaranya mengaku telah disiksa,” ungkap laporan itu.

Terkait China, pihak departemen mengatakan bahwa “genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan” terhadap masyarakat Uyghur yang mayoritas Muslim serta kelompok etnis dan minoritas agama lainnya di Xinjiang masih terus terjadi, dengan “penahanan massal lebih dari satu juta warga Uyghur” dan kelompok minoritas Muslim lainnya di kamp-kamp pengasingan di luar hukum, serta dua juta lainnya yang diwajibkan mengikuti pelatihan “pendidikan ulang” pada siang hari.

Pada Januari 2021, AS secara resmi mengklasifikasikan kebijakan China terhadap Uyghur sebagai genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Pejabat pemerintah dan dinas keamanan China kerap melakukan pelanggaran HAM dengan kekebalan hukum, ungkap laporan itu.

“Masalah-masalah HAM signifikan termasuk laporan yang kredibel mengenai pembunuhan sewenang-wenang atau di luar hukum oleh pemerintah; penghilangan paksa oleh pemerintah; penyiksaan oleh pemerintah; kondisi penjara dan tahanan yang keras dan mengancam keselamatan,” menurut Departemen Luar Negeri AS.

Sementara terkait Iran, laporan AS merinci sebuah gambaran yang parah, dengan mengutip pelanggaran HAM termasuk laporan yang kredibel mengenai eksekusi terhadap tindak kejahatan yang tidak memenuhi standar hukum internasional; pembunuhan sewenang-wenang oleh pemerintah dan agennya, penghilangan paksa oleh pemerintah dan agennya; penyiksaan atau perlakuan kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat oleh pemerintah dan agennya; juga penangkapan dan penahanan sewenang-wenang.

Kamp reedukasi Muslim-UighurKamp reedukasi Muslim-Uighur di kota Hotan, Xinjiang, China, yang dikecam oleh negara-negara Barat (Foto: Dok/voaindonesia.com/AFP)

“Kami terus mencari cara, baik di muka umum maupun dengan cara yang sangat hati-hati, untuk mendukung orang-orang yang berupaya memajukan kondisi HAM di Iran,” kata Lisa Peterson, penjabat asisten menteri luar negeri AS bidang demokrasi, HAM dan perburuhan. “Kami juga telah memainkan instrument sanksi,” tambahnya.

Laporan itu juga mencatat tindakan pemerintah Mesir terhadap para pembangkang politik; berlanjutnya tindak korupsi oleh pemimpin Venezuela, Nicolas Maduro, dan para pembantunya; serta pembatasan terhadap kebebasan mengekspresikan pandangan politik oleh berbagai pemerintahan di dunia, seperti Kuba, Ethiopia, Sudan dan Belarus.

Selama hampir lima dekade, Departemen Luar Negeri AS mengeluarkan laporan HAM tahunan. Laporan tahun 2021 itu meliputi praktik HAM di 198 negara dan teritori di seluruh dunia (rd/jm)/voaindonesia.com. []

PBB Didesak Terbitkan Laporan HAM di Xinjiang

Laporan HAM PBB Soroti Pembunuhan di Luar Hukum di Filipina

Negara-negara Pelanggar HAM Dibahas di Sidang Dewan HAM PBB

Arab Saudi Dikabarkan Tekan Indonesia Terkait Resolusi PBB di Yaman

Berita terkait
Perlindungan HAM Warga Lansia Terabaikan
“Kerangka hukum internasional –yang harus melindungi semua orang tanpa diskriminasi– masih mengabaikan kelompok lanjut usia (Lansia)”