Kulon Progo - Kabupaten Kulon Progo, DI Yogyakarta (DIY), merupakan salah satu bagian wilayah rawan bencana di DIY. Bahkan, potensi bencana di kabupaten paling barat di DIY ini cukup lengkap, mulai dari tanah longsor, banjir hingga bencana tsunami.
Kabupaten Kulon Progo memiliki garis pantai yang cukup panjang, mulai dari Kawasan Pantai Trisik di Kecamatan Galur hingga Pantai Congot di Kecamatan Temon. Selain itu, terdapat pula sejumlah bangunan atau fasilitas vital serta pemukiman penduduk yang cukup padat yang pastinya menjadi perhatian tersendiri.
Terkait dengan kerawanan ini, Kepala Seksi Pencegahan dan Kesiapsiagaan, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kulonprogo, Hepy Eko Nugraha, mengatakan kerawanan potensi bencana yang ada ini harus diantisipasi. Salah satu caranya, yaitu dengan menggencarkan sosialiasi terkait teknis antisipasi dan penanggulanan bencana ditengah masyarakat melalui pembentukan desa tangguh bencana (Destana).
Dari total 87 desa dan 1 kelurahan di Kulon Progo, ada 40 desa atau hampir separuhnya, sudah menyandang status desa tangguh bencana.
"Pada akhir tahun 2019 kami targetkan Destana meningkat jadi 43 desa, dan pada tahun 2022, target total ada 75 desa yang sudah menyandang status tersebut," kata Hepy di sela-sela Simulasi Bencana di Desa Karangwuni, Kecamatan Wates, 23 September 2019.
Dijelaskannya, desa dengan potensi tsunami berjumlah 10 desa, dimana sembilan di antaranya sudah berstatus desa tangguh bencana, dan salah satunya adalah Desa Karangwuni di Kecamatan Wates. Semuanya terletak di kawasan pesisir selatan Kulonprogo yang berbatasan langsung dengan laut.
"Desa Karangwuni berpotensi tsunami, karena berjarak sangat dekat dengan pantai. Karena itu, penting dilakukan simulasi untuk meningkatkan kapasitas dalam penanggulangan bencana," ujar Hepi.
Sementara itu, Kepala Desa Karangwuni, Wasul Khasani mengatakan, Desa Karangwuni memang wilayahnya sangat dekat dengan pantai. Saking dekatnya, Karangwuni masuk zona merah tsunami, karena jarak dengan pantai hanya 800 meter hingga 1 kilometer. Karena itu, simulasi penting untuk diadakan karena menyangkut keselematan hajat hidup orang banyak.
Pemerintah Desa lanjutnya, telah mengalokasikan anggaran khusus untuk kegiatan simulasi bencana.
"Pesan yang ingin disampaikan dalam kegiatan simulasi, yaitu agar masyarakat paham apa yang harus dilakukan jika benar terjadi gempa dan tsunami," ujar Wasul Khasani kepada media senin 23 September 2019. []