Kudeta & Kekacauan yang Bunuh Harapan Ekonomi Myanmar

Kudeta yang terjadi sejak 1 Februari di Myanmar terus membawa polemik permasalahan ini memicu penurunan ekonomi negara Myanmar.
Ilustrasi - Aksi unjuk rasa masyarakat Myanmar. (Foto: Tagar/Unsplash/Saw Wunna)

Jakarta – Kudeta yang terjadi sejak 1 Februari di Myanmar terus membawa polemik. Permasalahan kudeta yang tiada habisnya ini tentu memicu penurunan ekonomi, ditambah dengan kerusakan dan kekacauan yang terus-menerus terjadi.

Aksi mogok yang dilakukan oleh para buruh hingga Pegawai Negeri Sipil (PNS) juga menjadi penyebab lain ekonomi negara tersebut mengalami penurunan secara drastis. Banyak investor asing yang mulai menangguhkan atau meninggalkan operasi dan pengeluaran mereka, membuat keuangan Myanmar semakin dipukul.

Menurut Monitor Ekonomi Myanmar Bank Dunia, ekonomi di sana mengalami kontraksi sebesar 18% pada periode Oktober 2020 hingga September 2021. Bank memperkirakan jumlah orang yang hidup dalam kemiskinan kemungkinan akan meningkat lebih dari dua kali lipat pada awal 2022 dibandingkan dengan tahun 2019.

United Nations Development Programme (UNDP) pernah memberikan perkiraannya pada bulan April 2021. Jika pandemi Covid-19 dan ketidakstabilan politik terus terjadi hingga tahun depan, hampir setengah dari 54 juta penduduk Myanmar akan masuk ke dalam kemiskinan, membalikkan keuntungan yang telah dibuat selama 16 tahun terakhir.

Kesulitan ekonomi Myanmar lainnya dapat dilihat dari mata uang Myanmar, kyat, yang telah kehilangan lebih dari 60% nilainya sejak kudeta terjadi. Nilai tukar resmi pada 1 Februari adalah 1.395 kyat per dolar AS, tetapi penukaran uang yang masih beroperasi sekarang meminta antara 2.700 hingga 3.000 kyat per dolar.

Tekanan ekonomi tersebut meningkatkan kekhawatiran terhadap stabilitas sektor perbankan yang sudah sarat dengan kredit macet sebelum kudeta dan runtuhnya ekonomi. Terlebih rezim baru telah memberlakukan batasan keras pada jumlah dana yang dapat ditarik oleh pemegang rekening setiap harinya, termasuk di ATM.

Aung Naing Oo, Menteri Junta untuk Investasi dan Hubungan Ekonomi Luar Negeri pernah menyalahkan sabotase yang didukung asing atas tercekatnya keadaan ekonomi Myanmar dalam sebuah wawancara pada 19 Oktober dengan Reuters.

Namun, Aung Naing Oo sendiri tidak merinci kekuatan asing mana yang diduga menyabotase ekonomi atau bagaimana caranya. Menteri juga mengklaim bahwa cadangan devisa Myanmar mencapai $6,04 miliar, sementara Bank Dunia memperkirakan cadangan devisa mereka sebesar $7,70 miliar pada bulan Maret.

Meskipun junta digadang-gadang memiliki sumber daya, senjata, dan uang yang cukup untuk bertahan hidup di bulan-bulan mendatang, hal ini tetap dapat berubah saat pundi-pundi junta mulai mengering, yang berarti berkurangnya sumber daya untuk perwira menengah serta pangkat dan arsip.

Semangat di dalam Tatmadaw, Angkatan Bersenjata Myanmar, dilaporkan lebih rendah dari sebelumnya karena tentara tidak hanya berperang melawan pemberontak etnis di daerah perbatasan, tetapi juga etnis Bamar di jantung Myanmar.

(Rana Maheswari Ummairah)

Berita terkait
Bank Dunia Proyeksi Ekonomi di Asia Tumbuh 7,7 persen 2021
Bank Dunia memproyeksi bahwa pertumbuhan ekonomi di negara Asia akan tumbuh dan menguat di angkat 7,7 persen di tahun 2021.
Peluang Indonesia di Sektor Ekonomi Syariah dan Industri Halal Dunia
Presiden Jokowi sampaikan dari tahun 2018 ekonomi syariah Indonesia terus naik peringkat hingga terakhir di tahun 2020 berada di peringkat 4 dunia
Krisis Ekonomi Lebanon yang Terburuk di Dunia Sejak 1850-an
Bank Dunia mengtakan krisis ekonomi dan keuangan yang sangat parah di Lebanon salah satu yang terburuk di dunia dalam lebih dari 150 tahun
0
Elon Musk Sebut Pabrik Mobil Baru Tesla Rugi Miliaran Dolar
Pabrik mobil baru Tesla di Texas dan Berlin alami "kerugian miliaran dolar" di saat dua pabrik kesulitan untuk meningkatkan jumlah produksi