Kubu Moeldoko Cari Pembenaran, Saiful: Komentar Didik Ngawur

DPP Partai Demokrat KLB Deli Serdang Saiful Huda Ems mengatakan bahwa komentar yang dilayangkan oleh Didik Mukrianto adalah ngawur.
Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko. (Foto: Tagar/Antara)

Jakarta - Kepala Departemen Komunikasi dan Informatika Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat KLB Deli Serdang Saiful Huda Ems, mengatakan bahwa komentar yang dilayangkan oleh Didik Mukrianto perihal gugatan AD ART Partai Demokrat era Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang dilakukan Partai Demokrat kubu Moeldoko ke Mahkamah Agung semata-mata untuk mencari pembenaran adalah ngawur.

Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi Demokrat Didik Mukrianto berpendapat, kubu Moeldoko sedang mencari pembenaran ke MA Agar dapat melegalkan upaya begal politik dengan menunjuk Yusril sebagai pengacara. 

Menurutnya, upaya itu sengaja dilakukan oleh kubu Moeldoko hanya untuk mencari pembenaran atas terselenggaranya KLB ilegal dengan peserta abal-abal pada Maret 2021.


Tidak pernah ada mekanisme demokrasi di sana tapi tiba-tiba disodorkan oleh Majelis Tinggi yaitu SBY dan orang diminta sepakat untuk memilih AHY sebagai Ketua Umum Partai Demokrat nah ini cara-cara yang tidak demokratis. 


Saiful Huda EmsSaiful Huda Ems saat diwawancarai Qory Olivia di kanal YouTube Tagar TV. (Foto: Tagar/Risma)

“Saya pikir apa yang dikatakan Didik itu ngawur banget, karena judicial review yang diajukan oleh Yusril Mahendra itu sama sekali tidak ada kaitannya dengan DPP Partai Demokrat hasil KLB dibawah kepemimpinan Pak Moeldoko,” ucap Saiful dalam wawancara di kanal YouTube Tagar TV, Jumat, 24 September 2021.

Yusril mengajukan jucidial review itu atas dasar sebagai kuasa hukum 4 kader Partai Demokrat yang menolak AD ART Partai Demokrat pimpinan AHY tahun 2020. Penolakan ini terjadi karena di dalam AD ART tersebut banyak poin-poin yang bertentangan dengan UU Partai Politik dan juga UUD 1945.

“Jadi itu tidak ada hubungannya dengan konteks dukung mendukung, siapa calon ketum Partai Demokrat, apakah di kubu Moeldooko, ataupun AHY. Sama sekali tidak ada hubungannya. Jadi mereka ini murni ingin menggugat AD ART Partai Demokrat 2020 dibawah pimpinan AHY,” kata Saiful.

Poin-poin yang disorot dalam judicial review mengenai AD ART AHY adalah yang berkaitan dengan penempatan kewenangan-kewenangan yang tidak berlandaskan asas demokrasi.

“Yang bertentangan dengan UU Partai Politik misalkan adanya kewenangan yang penuh pada ketua majelis di partai yang dipimpin AHY, menyerupai raja, sangat bertentangan dengan demokrasi. Nah terus, adanya penguasaan trio Yudhoyono terhadap partai politik (Partai Demokrat). AD ART itu juga tidak diputuskan melalui kongres partai demokrat yang ke-5 tahun 2020 di Jakarta. Tetapi tiba2 ada itu AD ART,” ujar Saiful.

AD ART versi 2020 era AHY ini dapat dikatakan sama sekali tidak menyerap aspirasi para peserta Kongres Partai Demokrat saat itu. Hal-hal hal seperti inilah yang kemudian membuat rekan-rekan Kader Partai Demokrat meminta Yusril untuk menjadi kuasa hukum dalam mengajukan judicial review ke MA.

“Memang ini hal yang baru ya. Sebelumnya hampir nggak pernah ada. Karena sengketa partai politik harusnya diselesaikan oleh Mahkamah Partai, tetapi Mahkamah Partai Demokrat tidak mungkin melaksanakan itu, karena semuanya harus ada persetujuan dari kerua majelis tinggi partai, yaitu SBY,” katanya.

Saiful menilai, seharusnya AD ART dikembalikan lagi ke versi 2015, karena AD ART Partai Demokrat 2020 sangat anti-demokrasi, bahkan bertentangan dengan UU Partai Politik dan UUD 1945. Semua proses itu diputuskan sepihak oleh trio Yudhoyono. Tanpa pernah dibahas dalam Kongres Partai Demokrat.

“Tidak pernah ada mekanisme demokrasi di sana, tapi tiba-tiba disodorkan oleh Majelis Tinggi, yaitu SBY, dan orang diminta sepakat untuk memilih AHY sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. Nah ini cara-cara yang tidak demokratis. Ini beda dengan KLB Partai Demokrat. Di sana ada pembahasan tata tertib pemilihan. Semua diatur, mekanisme pemilihan itu gimana,” katanya.

(Risma Perdana Izzati)

Berita terkait
Respons Kader Demokrat Soal Kuasa Hukum Moeldoko Memilih Netral
Kader Partai Demokrat Rachland Nashidik mengatakan Yusril Ihza Mahendra mengaku netral dalam skandal pembegalan Partai Demokrat oleh KSP moeldoko.
Fernando Emas : Judicial Review AD/RT Demokrat Sangat Tepat
Hal ini menjadi pembelajaran bagi semua partai politik agar jangan sampai AD dan ART partainya melampaui UU Partai Politik.
Demokrat : Pro Moeldoko Cari Pembenaran ke Mahkamah Agung
Tidak puas dengan Dua Gugatan di Pengadilan TUN Jakarta, kini Pro Moeldoko juga mengajukan Uji Materiil di Mahkamah Agung.
0
Kesehatan dan Hak Reproduksi Adalah Hak Dasar
Membatasi akses aborsi tidak mencegah orang untuk melakukan aborsi, hal itu justru hanya membuatnya menjadi lebih berisiko mematikan