Jakarta - Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Kardaya Wanika menilai, sejatinya tidak hanya direksi PLN saja yang diganti, namun juga komisaris PLN. Mengingat belum lama ini Menteri BUMN Erick Thohir memecat Direktur Energi Primer PT PLN Persero.
Pasalnya kekurangan stok batu bara PLN merupakan kejadian luar biasa dan itu menjadi tanggung jawab bersama atau tanggung renteng direksi, termasuk komisaris. Bahkan hingga muncul aturan larangan ekspor batu bara pada 1-31 Januari 2022, untuk memenuhi kebutuhan batu bara dalam negeri.
“Jika kemudian Menteri BUMN mengganti salah satu direksi atau merombak susunan Direksi PLN itu agak baik. Tapi menurut saya pimpinan tertingginya juga harus diberi punishment, termasuk komisarisnya harus diganti," ucap Kardaya dalam keterangan laman DPR RI, Selasa, 11 Januari 2022.
Jangan sampai perusahaan yang baik menjalankan kewajibannya dengan perusahaan yang melanggar disamakan karena nantinya tidak mendidik dan tidak baik juga untuk iklim investasi ke depan.
"Karena komisaris itu kan pengawas, atau mengawasi. Jika hal itu terjadi, artinya komisaris tidak menjalankan tugas pengawasannya dengan baik. Dan kejadian itu menjadi tanggung jawab bersama, direksi dan komisaris. Kalau Menteri BUMN hanya memberhentikan direktur, maka prinsip tanggung renteng itu tidak jalan. Prinsip pengawasan tidak jalan,” ujarnya.
Anggota Fraksi Partai Gerindra DPR RI ini mengatakan, selama ini PLN dan pemerintah selalu mengatakan kelebihan pasokan (surplus) batu bara, bukan kekurangan stok.
- Baca Juga: Pemerintah Melarang Ekspor Batu Bara 1 - 31 Januari 2022
- Baca Juga: Kementerian ESDM Larang Ekspor Batu Bara hingga 31 Januari 2022
Namun, nyatanya sejak pekan lalu muncul berita bahwa stok batu bara PLN mengkhawatirkan. Dengan kemungkinan akan terjadi blackout atau pemadaman, apakah pemadaman sebagian atau seluruhnya.
Terkait dengan pelarangan ekspor batu bara yang sejak pekan lalu terus menjadi pemberitaan, menurut Kardaya sejatinya hal itu tidak langsung disamaratakan atau diberlakukan untuk seluruh perusahaan batu bara.
Menurut legislator daerah pemilihan (dapil) Jawa Barat VIII itu, aturan tersebut harus diberlakukan kepada perusahaan yang tidak menjalankan kewajiban domestic market obligation (DMO) sebesar 25 persen.
“Jangan sampai perusahaan yang baik menjalankan kewajibannya dengan perusahaan yang melanggar disamakan. Karena nantinya tidak mendidik dan tidak baik juga untuk iklim investasi ke depan," ucapnya.
- Baca Juga: Pasokan Batu Bara Dalam Negeri Harus Diutamakan Sebelum Diekspor
- Baca Juga: Larangan Ekspor Batu Bara Upaya Gotong Royong Nasional Hadapi Krisis Energi
Pasalnya perusahaan atau eksportir itu punya kontrak, kalau sudah kontrak tapi tidak dijalankan, tidak dipenuhi biasanya dia akan kena sanksi atas perjanjian dalam kontrak tersebut.
"Tentu itu tidak adil bagi perusahaan yang sudah menjalankan kewajibannya tadi. Sementara bagi perusahaan yang nakal, menurut saya tidak hanya pelarangan ekspor saja, tapi juga cabut izin usahanya,” kata Kardaya. []