Krisis Air, Warga Jepara Gunakan Air Sungai

Akibat kekeringan yang menyebabkan krisis air, warga Jepara menggunakan air sungai yang warnanya coklat untuk mandi.
Warga sedang menggunakan aliran air irigasi untuk membersihkan diri. (Foto: Tagar/Padhang Pranoto)

Jepara - Warga Desa Raguklampitan, Kecamatan Batealit, Jepara Jawa Tengah, tengah terlilit krisis air dua bulan belakangan ini. Untuk sekedar mandi, mereka harus rela mengguyur tubuh mereka dengan air sungai yang berwarna cokelat.

Nur Azizah, 27 tahun, yang mengaku air sumur miliknya sudah mengering. Untuk memasak, ia terpaksa menunggu bantuan droping air dari pemerintah, atau membeli satu tong air bersih dengan harga sepuluh ribu rupiah.

Kepada Tagar, ia bercerita, kondisi krisis air terjadi saat musim kemarau tiba. Tahun ini, kemarau terjadi setelah lebaran.

Sejak bulan Mei, setelah lebaran tidak ada hujan, air sumur jadi kering. Kalaupun ada ya cuma setengah ember.

Untuk memenuhi kebutuhan masak, ia menyediakan dua jeriken 30 liter. Sediaan itu, diperuntukan untuk memasak, memandikan bayinya dan minum. Sementara, urusan mandi cuci dan Kakus, dilakukan dengan memanfaatkan air dari sungai.

Hal itu diamini oleh Nur Ayuni, 28 tahun. Ia berujar seringkali harus membeli air jika bantuan dari pemerintah tak kunjung turun. Ia menyebut, bantuan dari pemerintah turun dua kali dalam seminggu.

Air dari tangki Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jepara, dipasok pada drum-drum plastik milik warga, yang antri di ujung-ujung gang. Selanjutnya, warga tinggal mengambil sesuai kebutuhan dan kemampuan membawa ember-ember air.

Jamil, 60 tahun, menyebut kondisi kekeringan itu bisa lebih parah. Saat ini air irigasi pertanian, juga dimanfaatkan untuk mencuci dan mandi.

"Aduse ya nganggo banyu buthek iki, tapi mengko nek esuk rada bening. Mergane saiki ana backhoe (aktifitas tambang) neng dhuwur (Mandinya pakai air keruh ini, tapi kalau pagi airnya agak bening. Karena sekarang ada aktifitas tambang di atas)," tuturnya, sambil bertelanjang dada, di tepian sungai irigasi.

Aktifitas mandi dan cuci warga kampung terjadi saat pagi dan jelang petang. Jika pagi hari mulai pukul 06.00 warga mengantre mandi.

Kepala Desa Raguklampitan, Maskan, membenarkan hal tersebut. Menurutnya krisis air selalu dirasakan warganya, setiap kali kemarau tiba.

Untuk menanggulangi hal itu, pihaknya sejak tahun 2018 menginisiasi pembuatan sumur umum. Ada beberapa rukun tetangga yang dipetakan mendapatkan fasilitas tersebut.

"Seperti RT 20, 21 dan 22 yang dihuni oleh 400 kepala keluarga. Mereka kini sudah mulai menikmati air bersih saat musim kemarau," ucap dia.

Pada tahun 2019, ini pihaknya berusaha untuk menambah sumur dan tower air umum bagi warga. Anggarannya, berasal dari Dana Desa, sekitar Rp 150 juta.

BPBD Jepara meprediksi, kemarau tahun ini, akan berdampak pada 23,975 jiwa yang tersebar di 16 Kecamatan, di Bumi Kartini. Wilayah ini sendiri, memasuki awal musim kemarau pada bulan Mei dasarian I-III. Sementara, puncak musim kemarau diperkirakan datang pada bulan Agustus.

"Potensinya kemarau terjadi pada 37 desa di 16 kecamatan," ujar Kepala Pelaksana Harian (Kalakhar) BPBD Jepara Arwin Noor Isdianto.

Jumlah potensi dampak kemarau tahun ini, jauh lebih besar ketimbang tahun 2018. Tahun lalu, warga terdampak kekeringan mencapai 10.541 jiwa. []

Artikel lainnya:

Berita terkait
0
Surya Paloh Sebut Nasdem Tidak Membajak Ganjar Pranowo
Bagi Nasdem, calon pemimpin tak harus dari internal partai. Ganjar Pranowo kader PDIP itu baik, harus didukung. Tidak ada membajak. Surya Paloh.