KPI Sebut UU Penyiaran Saat Ini Sudah Kuno, Kenapa?

Komisioner KPI Pusat, Yuliandre Darwis, menilai UU Penyiaran saat ini sudah kuno.
Komisioner KPI Pusat, Yuliandre Darwis. (Foto: unand.ac.id)

Jakarta - Komisioner KPI Pusat, Yuliandre Darwis, menilai Undang-undang (UU) Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran sudah sangat tertinggal dengan kemajuan teknologi alias kuno.

Media baru yang belum ada payung hukum justru bebas bergerak tanpa pengawasan.

Menurut dia, aturan dalam Undang-Undang Penyiaran sekarang tidak dapat mengakses dan menindak tegas jika ada permasalahan di media baru yang banyak dipertanyakan publik dan dikeluhkan media penyiaran atau media mainstream.

"Rasanya tidak adil jika siaran media penyiaran diperlakukan ketat atau berbeda karena ada pengawasan dan naungan regulasi yang memayungi. Sedangkan media baru yang belum ada payung hukum justru bebas bergerak tanpa pengawasan. Apalagi sudah banyak negara yang masuk ke media baru," kata Andre melalui keterangan tertulisnya, Rabu 10 Juni 2020.

Andre menegaskan, KPI siap melakukan pengawasan terhadap media baru jika diamanahkan dalam UU Penyiaran baru nanti. Selain terlebih dahulu diberi penguatan pada kelembagaan KPI dan KPID secara sistematis, utuh, dan tegas.

KPI juga akan mengalami perubahan menjadi AI (artificial intelligence) ketika masuk dalam teknologi baru tersebut.

Baca juga:

Menurut dia, pengawasan terhadap media baru sangatlah krusial, selain memberi perlakuan yang sama dengan media yang sudah ada, konten dalam media baru belum sepenuhnya aman, yang dikhawatirkan justru berdampak lebih buruk terhadap publik, khususnya anak dan remaja.

"Kita tahu ada layanan tontonan streaming yang menyediakan film-film berkualitas, tapi apa sudah sesuai dan pantas dengan budaya dan adat kita. Apa yang mereka sampaikan belum disaring sesuai dengan kultur bangsa kita. Kami apresiasi Komisi 1 DPR yang sudah menstimulasi perkembangan RUU Penyiaran,” ujarnya.

Karenanya, lanjut Andre, jika KPI diberi kewenangan oleh UU baru, pihaknya bakal membuat batasan untuk konten asing terhadap konten lokal. “Batasan ini agar tidak terjadi dominasi siaran asing. Minimal 60 persen untuk ketersediaan konten lokal dalam siaran,” ucap dia.

Terkait produksi konten ini, Andre memandang penting keterlibatan pemerintah terhadap usaha-usaha pembuat konten lokal. Menurut dia, konten agregrator atau penyedia diberikan dukungan berupa subsidi berkesinambungan dari pemerintah.

"Kami sangat peduli dengan urusan konten. The King is Konten. Ini menjadi konklusi industri ke depan," tutur dia.

Berita terkait
Bintang Film dan Atlet Hadiri Pemakaman George Floyd
Sejumlah bintang film hingga atlet menghadiri pemakaman George Floyd, yang tewas ditindih lehernya oleh polisi.
Sehun EXO Pikir-pikir 'Nyemplung' di Dunia Film
Personel boyband EXO, Sehun sedang mempertimbangkan mendapat tawaran nyemplung di dunia film.
Film Si Doel Comeback, Rano Karno Siapkan Miniserinya
Kabar baik bagi penggemar sinetron dan film seri Si Doel. Sang sutradara, Rano Karno mempersiapkan kelanjutan kisahnya lewat miniseri terbaru.
0
Menkeu AS dan Deputi PM Kanada Bahas Inflasi dan Efek Perang di Ukraina
Yellen bertemu dengan Freeland dan janjikan kerja sama berbagai hal mulai dari sanksi terhadap Rusia hingga peningkatan produksi energi