Jakarta - Korea Selatan (Korsel) diperkirakan telah memasuki resesi teknis terburuk sejak 1998. Negara Ginseng itu masuk ke jurang resesi pada kuartal II tahun 2020, setelah mengalami perlambatan ekonomi dua kuartal berturut-turut.
Apa yang menyebabkan Korsel resesi?
Salah satu faktor terbesar yang menyebabkan Korsel mengalami resesi karena mandeknya aktivitas ekspor ekspor yang anjlok 16,6 persen, terburuk sejak 1963. Padahal, aktivitas ekspor impor menjadi penggerak roda perekonomian negara pimpinan Moon Jae-in tersebut.
Meneruskan catatan Trading Economics, produk domestik bruto (PDB) Korsel turun 3,3 persen pada kuartal II 2020 dan turun 1,3 persen pada kuartal I 2020. Jadi, secara tahunan PDB Korsel di kuartal ke II minus 2,9 persen yang merupakan penurunan terbesar sejak kuartal keempat 1998.
Selain itu, investasi konstruksi di sana menyusut 1,3 persen kuartal-ke-kuartal. Pendapatan dari sektor manufaktur dan jasa turun masing-masing sebesar 9,0 persen dan 1,1 persen. Meski begitu, year-on-year (yoy) ekonomi Korsel masih tumbuh di kuartal minus 1,4 persen (-1,4 persen).
Konsumsi Rumah Tangga Positif
Kendati sebagian besar sektor mengalami penurunan, ada beberapa industri yang masih dapat bertahan, seperti konsumsi rumah tangga yang naik 1,4 persen. Sebab, pemerintah setempat memang memberi bantuan uang tunai untuk mendorong konsumsi masyarakat, sehingga mereka ke restoran, kegiatan rekreasi, dan kepentingan lainnya.
Menteri Keuangan Korsel Hong Nam-ki mengatakan seluruh jajaran pemerintah akan bekerja secara maksimal agar perekonomian bisa kembali normal pada kuartal ketiga 2020.
"Adalah mungkin bagi kita untuk melihat rebound seperti Cina pada kuartal ketiga ketika pandemi melambat dan aktivitas produksi di luar negeri," ujar Nam-ki.
Sebagai upaya stimulus pada perekonomian negara yang mandek sejak pandemi Covid-19 mewabah ke sejumlah negara di dunia, pemerintah Korsel pun telah mengucurkan dana sebesar 277 triliun won atau sekitar 231 miliar dolar Amerika Serikat (AS). []