Kookmin Kuasai 51% Saham Bank Bukopin

Dengan mengakuisisi 51% saham Bank Bukopin, Kookmin Korea Bank menjadi pengendali di bank itu.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memberikan restu kepada Kookmin Korea Bank untuk mengambil alih kendali PT Bank Bukopin Tbk. sebagai pemegang saham pengendali. (Foto: Youtube.com).

Akuisisi ini merupakan wujud dari komitmen Kookmin untuk mendukung likuiditas dan permodalan Bank Bukopin

Jakarta - Setelah mendapat restu dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kookmin Korea Bank mengakuisisi 51% saham Bank Bukopin. Hal ini membuat bank terbesar di Korea Selatan itu menjadi pengendali Bank Bukopin. Kookmin menambah kepemilikan saham dari 22 persen menjadi 51%.

“Efektif hari ini (Kamis), Kookmin Bank telah menyetorkan dana segar ke Bank Bukopin,” kata Direktur Operasi dan TI Bank Bukopin, Adhi Brahmantya dalam keterangan tertulis, Jumat, 12 Juni 2020.

Baca Juga: OJK Restui Kookmin Korea Ambil Alih Bank Bukopin

Menurut Adhi, akuisisi ini merupakan wujud dari komitmen Kookmin Bank untuk mendukung likuiditas dan permodalan Bukopin. Langkah ini akan diteruskan dengan berkomunikasi dengan regulator di masing-masing negara.

"Kerja sama ini menjadi bukti, kondisi pasar perbankan dan perekonomian Indonesia masih mampu memberikan kepercayaan kepada investor asing untuk mengalirkan dananya ke dalam negeri," tuturnya.

Bank Bukopin pun akan menggunakan suntikan modal ini untuk memperkuat bisnis perusahaan, khususnya di bidang kredit retail, seperti untuk UMKM dan konsumer. Selain itu, diharapkan nasabah semakin yakin bertransaksi keuangan dengan Bank Bukopin.

Berdasarkan data, Kookmin Bank menjadi salah satu pemegang saham Bank Bukopin melalui Penawaran Umum Terbatas IV (rights issue) yang dilaksanakan pada Juni-Juli 2018. Bank ini menjadi standby buyer setelah mendapatkan pernyataan efektif dari OJK pada 29 Juni 2018.

Sebelumnya, Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Logistik OJK, Anto Prabowo mengatakan pihaknya telah memberikan restu kepada Kookmin Bank untuk mengambil alih kendali Bank Bukopin sebagai pemegang saham pengendali. 

Bank Bukopin masuk ke dalam 21 besar bank dengan aset terbesar nasional

Mengutip siaran resmi OJK, lembaga pimpinan Wimboh Santoso itu mengkonfirmasi bahwa telah tercapai mufakat antara kedua lembaga jasa perbankan beda negara tersebut dalam hal keberlanjutan usaha di masa mendatang.

“OJK menerima informasi dari Bank Bukopin yang telah mencapai kesepakatan dengan calon investor yaitu Kookmin Bank untuk menjadi pemegang saham pengendali Bank Bukopin,” ujar Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Logistik OJK, Anto Prabowo, Senin, 18 Mei 2020.

Sebagai informasi, Bank Bukopin masuk ke dalam 21 besar bank dengan aset terbesar nasional. Adapun, portofolio kreditnya didominasi oleh usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dengan 57 persen.

Dari sisi kinerja, hingga kuartal I/2020 bank ber-tagline woke itu berhasil membukukan laba bersih secara konsolidasi sebesar Rp166 miliar. Aset juga diketahui terus terkerek menjadi Rp100,8 triliun dari posisi sebelumnya Rp100,2 triliun pada penutupan 2019.

Simak PulaBukopin Masih Woke, Isu Tarik Rp 10 Juta Cuma Hoax

Meski demikian, rasio kredit bermasalah (non-performing loan - NPL) Bukopin pada triwulan pertama 2020 agak mengkhawatirkan dengan catatan 5,3 persen secara gross dan 3,4 persen secara net. Torehan tersebut sudah berada dalam batasan yang ditetapkan oleh OJK dengan 5 persen plus minus satu persen.[]

Berita terkait
Bukopin Masih Woke, Isu Tarik Rp 10 Juta Cuma Hoax
Bank Bukopin mengeluarkan pernyataan resmi terkait informasi palsu (hoax) yang menimpa perseroan
OJK Restui Kookmin Korea Ambil Alih Bank Bukopin
OJK telah memberi restu kepada Kookmin Korea Bank untuk mengambil alih kendali Bank Bukopin sebagai pemegang saham pengendali.
OJK Jamin Perbankan dalam Kondisi Stabil dan Terjaga
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjamin bahwa industri perbankan saat ini dalam kondisi stabil dan terjaga.
0
Elon Musk Sebut Pabrik Mobil Baru Tesla Rugi Miliaran Dolar
Pabrik mobil baru Tesla di Texas dan Berlin alami "kerugian miliaran dolar" di saat dua pabrik kesulitan untuk meningkatkan jumlah produksi