Kookmin dan Kiprah Bank Asing di Indonesia

Kookmin Bank menambah panjang deretan bank asing yang mencari ceruk bisnis di Indonesia. Bagaimana kiprah bank asing di Indonesia?
Bank Indonesia. (Fot: indonesia.go.id)

Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merestui KB Kookmin Bank menjadi pengendali baru di PT Bank Bukopin Tbk. Bank terbesar di Korea Selatan ini telah menyetorkan ke Bank Bukopin sebesar US$ 200 juta melalui penempatan dana di escrow account per tanggal 11 Juni 2020, untuk meningkatkan kepemilikan saham dari semula 22% menjadi 51%.

Kookmin Bank menambah panjang deretan bank asing yang mencari ceruk bisnis di Indonesia. Bagaimana kiprah bank asing di Indonesia?

Baca Juga: Kuasai Bank Bukopin, Kookmin Penetrasi Pasar ASEAN

Krisis Moneter dan Kejatuhan Perbankan Nasional

Sejak Juli 1997, Indonesia mengalami krisisi finansial yang mengguncang sendi-sendi ekonomi dan politik nasional. Krisis finansial yang berlanjut pada krisis monter pada 1998 menjadi sejarah buram bagi industri perbankan nasional.

Perbankan nasional mengalami kesulitan likuiditas yang luar biasa akibat hancurnya pasar uang antar bank (PUAB). Sebagai lender of the last resort, Bank Indonesia (BI) harus membantu mempertahankan kestabilan sistem perbankan dan pembayaran guna kelangsungan perekonomian nasional.

Nilai tukar rupiah terus merosot tajam sehingga mendorong pemerintah melakukan pengetatan mata uang nasional itu dengan menaikkan suku bunga yang sangat tinggi dan pengalihan dana BUMN/yayasan dari bank-bank ke Sertifikat Bank Indonesia (SBI) serta pengetatan anggaran pemerintah. Ternyata kebijakan tersebut menyebabkan suku bunga pasar uang melambung tinggi dan perbankan mengalami kesulitan likuiditas.

OJKGedung Otoritas Jasa Keuangan (OJK). (Foto: ojk.go.id)

Masyarakat mengalami kepanikan dan kepercayaan mereka terhadap perbankan mulai menurun. Ini memicu terjadi penarikan dana perbankan secara besar-besaran (rush) yang sekali lagi menimbulkan kesulitan likuiditas pada seluruh sistem perbankan. Akibatnya sistem pembayaran terancam macet dan kelangsungan ekonomi nasional tergocang.

Pada Oktober 1997, pemerintah mengundang Dana Moneter Indoneaia (IMF) untuk membantu program pemulihan krisis di Indonesia. Pada 31 Oktober 1997 disetujui LoI (Letter of Intent) pertama yang merupakan program pemulihan krisis ekonomi di Indonesia dengan bantuan IMF. Dokumen LoI itu antara lain mencakup pemerintah akan menjamin pembayaran kembali kepada para deposan perbankan yang mengalami kesulitan likuditas.

Memasuki 1998, keadaan perekonomian nasional semakin memburuk, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tertekan hingga Rp 16.000, karena pasokan barang menurun tajam. Pada 15 Januari 1998, pemerintah mempercepat program stabilisasi dan reformasi ekonomi dengan ditekennya LoI kedua. LoI kedua diikuti dengan LoI ketiga 8 April 1998 yang mencakup program stabilisasi rupiah, pembekuan 7 bank, serta penyelesaian utang swasta dengan pemerintah sebagai mediator. Kemudian LoI keempat pada 25 Juni 1998 yang mencakup revisi atas target-target ekonomi dan penyediaan Jaring Pengaman Sosial (JPS).

Program penyehatan ekonomi dari IMF berfokus pada restrukturisasi sektor perbankan. Namun resep dari IMF justru membuat perbankan menjadi tambah sakit dan banyak yang menjadi pasien program penyehatan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Lembaga ini dibentuk dengan tugas pokok untuk penyehatan perbankan, penyelesaian aset bermasalah dan mengupayakan pengembalian uang negara yang tersalur pada sektor perbankan.

BukopinBukopin. (Foto: Tagar/Nurul Yaqin)

BPPN dan Jatuhnya Bank ke Tangan Asing

Krisis Ekonomi ternyata berimplikasi besar pada perubahan struktur industri perbankan di Indonesia. Divestasi, aliansi strategis dan akuisisi lintas negara menjadi tren baru dalam perbankan nasional.

Ketika krisis ekonomi terjadi di tahun 1997, perekonomian dan industri perbankan nasional hampir kolaps, Pemerintah mengambil langkah strategis dengan membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Badan Penyehatan Perbankan Nasional didirikan pada tanggal 26 Januari 1998 dan direncanakan untuk menjalankan tugasnya dalam lima tahun.

BPPN yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 27 Tahun 1998 bertugas melakukan menyelamatkan industri perbankan nasional yang saat itu mengalami penarikan dana besar-besaran oleh masyarakat, sehingga pemerintah harus menalangi terlebih dahulu dana-dana yang ditarik tersebut. Konsekuensinya, saham milik pemegang saham lama dialihkan ke pemerintah, dan melalui BPPN.

Pemerintah menempatkan sejumlah profesional untuk mengendalikan operasional bank yang diambil-alih tersebut. Bank Indonesia sebagai otoritas perbankan melakukan klasifikasi seluruh bank untuk menentukan tingkat kesehatan bank-bank tersebut. Sejumlah bank dikategorikan tidak sehat dan masuk dalam daftar untuk mengikuti program rekapitalisasi atau program penyehatan.

Selama beroperasi, BPPN melakukan serangkaian kegiatan komprehensif yang terdiri dari program liabilitas bank, restrukturisasi bank, restrukturisasi pinjaman bank, penyelesaian pemegang saham, dan pemulihan dana negara. Hal tersebut dilakukan oleh unit-unit operasi utama dalam BPPN (Restrukturisasi Bank, Kredit Manajemen Aset (AMC), Investasi Manajemen Aset (AMI), Manajemen Risiko, dan Dukungan dan Administrasi).

Kredit Manajemen Aset menangani kredit bermasalah dari bank-bank yang ditutup atau diambil pemerintah. Sementara Investasi Manajemen Aset aset bank atau pemilik bank.

Untuk tahap awal, BPPN melakukan restrukturisasi kredit macet dengan menjual aset-aset perusahaan maupun individu yang dialihkan ke BPPN. Aset-aset tersebut dijual dengan harga relatif murah untuk mengejar target pemasukan dana untuk APBN yang ditetapkan oleh Pemerintah.

Selanjutnya pemerintah melalui BPPN melakukan divestasi saham dan merger terhadap bank-bank yang masuk dalam program BPPN . Bank-bank tersebut yakni Bank Mandiri, BCA, Bank Danamon, Bank Lippo, Bank International Indonesia (BII), Bank Niaga, Bank Permata dan Bank Bumiputera.

Program divestasi saham perbankan menarik minat investor asing. Mereka bersaing untuk bisa membeli saham bank-bank papan atas Indonesia. Investor asing tidak hanya terpincut pada bank yang masuk program penyehatan BPPN saja. Beberapa bank yang tidak termasuk program rekapitalisasi seperti Bank Buana dan Bank NISP juga melakukan aliansi global dengan masuknya sejumlah investor asing ke dalam struktur kepemilikan. Termasuk juga BII yang dibeli investor asal Malaysia, Maybank. Program divestasi saham perbankan ini sejalan dengan program Arsitektur Perbankan Indonesia (API).

API mensyaratkan bahwa bank yang bisa dianggap berkriteria baik adalah bank yang memiliki modal inti lebih besar dari Rp 100 miliar. Saat ini masih banyak bank yang memiliki modal inti di bawah Rp 100 miliar. Bank-bank tersebut bisa melakukan langkah-langkah seperti merger atau mengundang investor asing untuk berinvestasi. Animo investor asing untuk membeli saham bank-bank di Indonesia sangat besar.

Bank Indonesia (BI) kemudian mengeluarkan peraturan PBI Nomor 14/26/PBI/2012 tanggal 27 Desember 2012, tentang kegiatan usaha dan Jaringan Kantor Berdasarkan Modal Inti Bank . Dalam PBI itu disebutkan bahwa berdasarkan modal inti yang dimiliki, bank dikelompokkan ke dalam empat 4 kelompok usaha atau bank umum kelompok usaha – BUKU) sebagai berikut :

1. BUKU 1, bank dengan modal inti kurang dari Rp 1 triliun;

2. BUKU 2, bank dengan modal inti Rp 1 triliun sampai dengan kurang dari Rp 5 triliun;

3. BUKU 3, bank dengan modal inti Rp 5 triliun sampai dengan kurang dari Rp 30 triliun;

4. BUKU 4, bank dengan modal inti di atas Rp 30 triliun

Regulasi dan Bank Asing

Masalah kepemilikan bank asing pada perbankan nasional masih terus menjadi perdebatan. Bahkan pemerintah sempat "mengobral" perbankan nasional dengan membolehkan asing menguasai mayoritas saham hingga 99%. Hal itu diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 1999 tentang Pembelian Saham Bank Umum

Namun regulasi itu banyak mendapat tekanan publik karena dinilai merugikan kepentingan nasional. Kemudian merevisi aturan kepemilikan asing di perbankan nasional itu dengan menerbitkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 14/8/PBI/2012 tahun 2012 tentang Kepemilikan Saham Bank Umum. Dalam PBI itu, pemerintah membuka kran kepemilikan asing lebih dari 40% dengan persyaratan tertentu. Dengan aturan ini, peluang asing untuk memiliki saham perbankan nasional sampai 99% masih terbuka.

Banyak yang menilai bahwa aturan kepemilikan asing di perbankan nasional terlalu longgar dibandingkan negara-negara tetangga. Malaysia hanya membolehkan maksimal 17%, Thailand 25% dan Singapura membolehkan hingga 40%. Aturan yang longgar ini dinilai akan menurunkan daya saing perbankan nasional.

Kepemilikan asing di industri perbankan nasional berpotensi semakin besar bila melihat regulasi yang masih longgar. Pasar di Indonesia yang masih luas dan terbuka lebar menjadi daya tarik para pemain asing untuk berkiprah di sini.

Pasca KB Kookmin Bank yang menjadi pengendali di Bank Bukopin setelah menjadi pemilik 51% saham, tidak tertutup kemungkinan ada bank asing mencoba pernasiban sama. Namun tentunya kita mengharapkan perlakuan yang sama. Kita berharap bank-bank nasional tidak dipersulit ketika akan membuka kantor cabang di luar negeri, seperti yang pernah terjadi tahun-tahun lalu.[]

Berita terkait
Alhamdulillah, Bank Muamalat Dilamar Juventus Bisnis
PT Bank Muamalat Indonesia Tbk. dikabarkan tengah didekati oleh klub sepak bola Juventus terkait dengan kerja sama bisnis
Asing Caplok Bukopin, Pengamat: Bosowa Sudah Hitung
Pengambilalihan PT Bank Bukopin Tbk. oleh KB Kookmin Bank dari Bosowa Corporindo memperpanjang daftar korporasi nasional yang dicaplok asing
Perbankan Respon Penurunan BI Rate pada Semester 2
BI memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan atau BI Rate sebesar 25 bps yang baru akan direspon perbankan pada semester kedua 2020.
0
Tinjau Lapak Hewan Kurban, Pj Gubernur Banten: Hewan Kurban yang Dijual Dipastikan Sehat
Penjabat (Pj) Gubernur Banten Al Muktabar meninjau secara langsung lapak penjualan hewan kurban milik warga di Kawasan Puspiptek.