Komnas HAM: Napi Perempuan Rentan Kekerasan

Komnas HAM menilai, narapidana dan tahanan perempuan rentan terhadap kekerasan fisik sehingga perlu mendapat perhatian dalam penanganannya.
Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai (tengah bawah), Hafid Abbas (kanan) dan Ansori Sinungan (tengah atas) didampingi Sekretaris Menko polhukam Yayat Sudrajat (kiri) menjawab pertanyaan wartawan seusai melakukan pertemuan dengan Menko Polhukam Wiranto di Jakarta, Jumat (9/6). Pertemuan tersebut membahas dugaan kriminalisasi ulama dan pembubaran HTI. (Foto: Ant/Hafidz Mubarak A)

Jayapura, (Tagar 15/6/2017) – Narapidana dan tahanan perempuan rentan terhadap kekerasan fisik sehingga perlu mendapat perhatian dalam penanganannya, termasuk bagaimana memberikan lapangan pekerjaan, demikian Kepala Sekretariat Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) Provinsi Papua, Frits Ramandey.

“Iya, narapidana atau pun tahanan perempuan memang rentan kekerasan fisik, tapi dalam blok hunian narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakat Abepura atau lainnya, kami belum mendapat pengaduan yang menonjol, pengamatan kami sementara ini mereka mendapat perlakuan sesuai protap, standar,” kata Frits Ramandey di Jayapura, Papua, Kamis (15/6/).

Terkait upaya melakukan pembinaan dan pemindahan sebanyak 18 narapidana dan tahanan perempuan dari Lembaga Pemasyarakat (Lapas) Kelas IIA Abepura, Kota Jayapura ke Lapas Kelasa IIA Doyo Baru, Kabupaten Jayapura, kata dia, itu penting dilakukan dengan mempertimbangkan standar-standar yang berlaku di dalam lapas, sehingga mereka mendapat perlakuan yang khusus.

“Karena itu kami, Komnas HAM Papua terlibat langsung bersama Kalapas Abepura Bagus Kurniawan memastikan bahwa napi tersebut berada di blok Lapas Doyo terpisah dengan napi umum, karena perempuan itu rentan terhadap kekerasan fisik secara langsung dan kekerasan psikis,” ujarnya.

“Kami juga ingin memastikan bahwa napi wanita yang sudah baik di Lapas Abepura kemudian pindah ke Lapas Doyo mengalami perubahan sikap, jangan sampai karena mengalami tekanan dia menjadi bagian dari sindikat yang ada di sekitar, sehingga ke depan Komnas HAM akan terus memberikan perhatian,” sambung mantan Ketua AJI Kota Jayapura itu.

Ia menambahkan, Komnas HAM Papua akan terus berupaya membantu Lapas Abepura dan Doyo atau lapas lainnya, untuk menyurat ke Pemerintah Provinsi Papua untuk meminta agar ada intervensi memberi dukungan pembinaan teknis terkait menjadikan Lapas Produksi ke depannya.

“Kalau bisa narapidana yang bebas dari Lapas benar-benar dibekali dengan keterampilan tertentu sehingga menjadi pelopor di lingkungan tempat ia tinggal dan berbaur dengan masyarakat,” kata Frits yang juga penatua di Gereja GKI Maranata Polimak I, Kota Jayapura.

Sementara itu, Kepala Lembaga Perempuan Beatrix Samber mengaku butuh kerja keras dan sinergi dengan pemerintah daerah untuk mendorong pembangunan sebuah Lapas Perempuan di Papua, karena hingga kini belum ada Lapas Perempuan.

“Sementara ini narapidana atau tahanan perempuan sementara masih bergabung dengan di Lapas Abepura dan Lapas Doyo. Apalagi banyak persoalan yang kami hadapi karena belum mendapat tempat sendiri, kendala lain belum adanya kursi dan meja untuk kami bekerja, semoga ke depan berharap ada bantuan dari kantor wilayah dan dari unit pelaksana teknis,” ucapnya.

Beatrix menambahkan, sementara ini sebanyak 36 narapidana dan tahanan perempuan yang menempati salah satu blok di Lapas Kelas IIA Narkotika, Doyo Baru, Kabupaten Jayapura.

Sebelumnya, sebanyak 18 narapidana dan tahanan wanita dipindahkan dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Abepura, Kota Jayapura ke Lapas Kelas IIA Narkotika, Doyo Baru, Kabupaten Jayapura, Papua, Rabu (14/6). (yps/ant)

Berita terkait
0
Serangan ke Suharso Monoarfa Upaya Politik Lemahkan PPP
Ahmad Rijal Ilyas menyebut munculnya serangan yang ditujukan kepada Suharso Manoarfa merupakan upaya politik untuk melemahkan PPP.