Kisah Buruh Gendong Pasar Beringharjo Yogyakarta

Sumiyati, buruh gendong Pasar Beringharjo hanya diupah Rp 5.000 sekali angkut. Toh, dia bisa menyekolahkan dua anaknya hingga menikah.
Sumiyati, 68 tahun buruh gendong di pasar Bringharjo, Kota Yogyakarta. (Foto Tagar/Evi Nur Afiah).

Yogyakarta - Sebuah barang cukup berat digendong oleh perempuan tua bernama Sumiyati. Umurnya kini menginjak 68 tahun. Tiap hari dia menggendong beban karung seberat 50 kilogram.

Sejak remaja, perempuan asal Kulon Progo ini menekuni pekerjaannya, menaiki anak tangga di Pasar tradisional Bringharjo, Kota Yogyakarta dengan punggung memanggul beban. Tak hanya sekali, Sumiyati mengulangi kembali menaiki anak tangga di pasar tradisional terbesar di Daerah Istimewa Yogyakarta ini.

Napasnya terlihat tersengal, menggeh-menggeh, dalam istilah Jawa, akibat rasa capek yang dirasakan saat mengangkat barang yang bukan miliknya. "Yang penting halal," begitu kata Sumiyati membuka percakapannya di Pasar Beringharjo dengan Tagar pada Jumat, 29 Mei 2020.

Sumiyati berbagi cerita tentang pekerjaannya itu. Bahwa dalam sehari Sumiyati bisa mengendong lima hingga tujuh kali karung dengan berat antara 40-50 kilogram. Sekali angkut, Sumiyati diupah Rp 5 ribu. Jumlah tersebut untuk sekali angkat beban 50 kilogram.

“Harganya memang Rp 5 ribu per 50 kilogram. Itu sudah harga yang ditetapkan. Buruh gendong di sini enggak boleh menaikan harga, nanti enggak ada pengunjung yang pakai jasa gendong,” katanya.

Dalam perkumpulannya, Sumiyati dipercaya menjadi penasihat buruh gendong Pasar Bringharjo. Sumiyati mengatakan bahwa belum ada alasan untuk mematok harga tinggi jasa angkut.

Sebab, buruh gendong belum diakui keberadaanya oleh pemerintah, sehingga harus ada lembaga yang menjadi payung hukum mereka untuk mendapatkan upah yang layak.

"Memang kami belum ada pengakuan tertulis soal jasa gendong. Sebelumnya sudah ada permintaan kepada Kementerian Ketenagakerjaan soal upah yang layak, karena kami juga buruh. Tapi sampai sekarang permintaan itu tak segera terkabul," ucapnya.

Upah sebesar Rp 5 ribu ini begitu memprihatinkan. Apalagi para buruh gendong didominasi oleh kaum ibu-ibu yang sudah sangat tua. Sebagai mantan ketua buruh gendong, Sumiyati berharap segera mendapat perhatian dari pemerintah tentang kelayakan upah buruh panggul.

Buruh gendong yogyakartaSumiyati, 68 tahun buruh gendong di Pasar Beringharjo, Kota Yogyakarta. (Foto: Tagar/Evi Nur Afiah).

Menurut wanita asal kabupaten paling Provinsi DIY ini sudah ada 200 buruh gendong yang terdaftar. Tapi ada juga yang belum terdaftar. Jika ditotal ada 400 buruh gendong di pasar induk di kawasan Malioboro Kota Yogyakarta tersebut.

Sumiyati sendiri sudah bekerja sebagai buruh gendong di pasar Beringharjo selama 40 tahun. Mulai saat dia masih remaja hingga saat ini pekerjaan itu masih dia lakukan.

“Sebelum jadi buruh gendong di sini kerjanya ya serabutan apa saja yang penting dapat uang. Karena ada tawaran untuk bekerja di pasar, terus saya ambil penting halal,” ujarnya.

Sumiyati mengaku, dalam kondisi normal, sehari mengangkut lima hingga tujuh kali dalam sehari. Jika ditotal maksimal pendapatannya hanya Rp 35.000 per hari. Uang yang begitu minim untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari di Yogyakarta.

Terlebih dalam masa pandemi wabah Covid-19. Sumiyati juga rekan buruh gendong lainnya sepi orderan. Nyaris tidak ada yang memanfaatkan jasanaya. "Pasar sepi, pelanggan juga tidak sering membeli ke sini jadi enggak ada pendapatan," katanya.

Dia menyadari hidup terus berputar. Karena jasanya tak ada yang menggunakan, membuat Sumiyati harus memutar otak. Di sela-sela usaha jasa gendongnya, dirinya juga menyambi berjualan empon-empon di pasar tersebut.

Sekilas memang buruh gendong merupakan pekerjaan yang tak bisa dipastikan dapat memenuhi kebutuhan hidup. Kendati begitu, Sumiyati bercerita bahwa dirinya bisa menyekolahkan dua anaknya. Kini kedua anaknya sudah mentas dan menikah.

"Alhamdulilah, mungkin jalannya Allah untuk saya seperti ini. Tapi saya bersyukur, rezeki apa pun diterima dan sekarang bisa menyekolahkan anak hingga menikah," ungkap dia. []

Berita terkait
Aktivitas Beringharjo Yogyakarta saat Wabah Corona
Aktivitas Pasar Beringharjo Yogyakarta sepi sejak virus Corona. Pedagang memilih beraktivitas lain untuk mengusir suntuk dan sedih.
Ketika Iriana Jokowi di Pasar Beringharjo Yogyakarta
Semua mata tertuju pada Ibu Negara Iriana Jokowi yang berjalan anggun di tengah keramaian Malioboro hingga Pasar Beringharjo Yogyakarta.
Wali Kota Yogyakarta Raih Penghargaan Gandeng Gendong
Jokowi beri penghargaan kepada Wali Kota Yogyakarta karena program Gandeng Gendong.
0
Surya Paloh Sebut Nasdem Tidak Membajak Ganjar Pranowo
Bagi Nasdem, calon pemimpin tak harus dari internal partai. Ganjar Pranowo kader PDIP itu baik, harus didukung. Tidak ada membajak. Surya Paloh.